Uji Materi soal Vaksinasi Covid-19 Pertanyakan Impor 1,2 Juta Vaksin Sinovac
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perda Covid-19 DKI Jakarta digugat. Selain soal sanksi denda, dalam materi gugatannya warga bernama Happy Hayati Helmi juga mempertanyakan pilihan pemerintah terhadap vaksin Sinovac buatan China untuk program vaksinasi Covid-19 . Sebab China sendiri ternyata membeli produk vaksin dari negara lain.
Hal tersebut turut disebutkan dalam uji materi yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA). "Persoalannya sekarang berita terakhir bahwa China sendiri tidak menggunakan Sinovac dan mereka mengambil dari luar Pfizer. Ini jadi pertanyaan kita dan juga Sinovac ini belum (tentu) lulus uji klinis," ujar Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum Happy, Jumat (18/12/2020).
(Baca:Sanksi Denda Rp5 Juta untuk Penolak Vaksinasi Covid-19 Digugat ke MA)
Lebih dari itu, sampai sekarang belum diketahui manjur tidaknya vaksin sinovac melawan Covid-19. "Bahkan, PT Sinovac sendiri menyampaikan bahwa mereka belum mengetahui efektivitasnya. Bisa dibayangkan PT itu saja belum yakin. Ini yang menjadi persoalan," tandas Viktor.
Itu sebabnya, kliennya menggugat sanksi denda Rp5 juta terhadap masyarakat yang menolak vaksinasi. Alasan lain, Menkes Terawan Agus Putranto juga menyebut bahwa vaksinasi merupakan upaya kedua dalam penanggulangan Covid-19.
(Baca:TNI Dukung Program Pelaksanaan Vaksinasi Nasional yang Dicanangkan Jokowi)
"Menkes mengatakan vaksin penegakan kedua, pengaman pertama itu protokol kesehatan 3M. Ini yang menjadikan kami bertanya kenapa dalam Perda itu vaksinisasi dan pengobatan (disamakan). Ini yang menjadi pertanyaan karena itu dua hal berbeda," ucap dia.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Uji materi atas denda dalam Perda Covid-19 DKI Jakarta diajukan dengan dasar bahwa menolak vaksinasi merupakan hak warga. Terlebih, dalam UU Kesehatan masyarakat diberikan kebebasan memilih jenis pelayanan kesehatan yang diinginkan.
Hal tersebut turut disebutkan dalam uji materi yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA). "Persoalannya sekarang berita terakhir bahwa China sendiri tidak menggunakan Sinovac dan mereka mengambil dari luar Pfizer. Ini jadi pertanyaan kita dan juga Sinovac ini belum (tentu) lulus uji klinis," ujar Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum Happy, Jumat (18/12/2020).
(Baca:Sanksi Denda Rp5 Juta untuk Penolak Vaksinasi Covid-19 Digugat ke MA)
Lebih dari itu, sampai sekarang belum diketahui manjur tidaknya vaksin sinovac melawan Covid-19. "Bahkan, PT Sinovac sendiri menyampaikan bahwa mereka belum mengetahui efektivitasnya. Bisa dibayangkan PT itu saja belum yakin. Ini yang menjadi persoalan," tandas Viktor.
Itu sebabnya, kliennya menggugat sanksi denda Rp5 juta terhadap masyarakat yang menolak vaksinasi. Alasan lain, Menkes Terawan Agus Putranto juga menyebut bahwa vaksinasi merupakan upaya kedua dalam penanggulangan Covid-19.
(Baca:TNI Dukung Program Pelaksanaan Vaksinasi Nasional yang Dicanangkan Jokowi)
"Menkes mengatakan vaksin penegakan kedua, pengaman pertama itu protokol kesehatan 3M. Ini yang menjadikan kami bertanya kenapa dalam Perda itu vaksinisasi dan pengobatan (disamakan). Ini yang menjadi pertanyaan karena itu dua hal berbeda," ucap dia.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Uji materi atas denda dalam Perda Covid-19 DKI Jakarta diajukan dengan dasar bahwa menolak vaksinasi merupakan hak warga. Terlebih, dalam UU Kesehatan masyarakat diberikan kebebasan memilih jenis pelayanan kesehatan yang diinginkan.
(muh)