Komnas HAM Sebut Pilkada 2020 Belum Sejalan dengan Prinsip Hak Asasi Manusia

Rabu, 16 Desember 2020 - 13:57 WIB
loading...
Komnas HAM Sebut Pilkada 2020 Belum Sejalan dengan Prinsip Hak Asasi Manusia
Komnas HAM menyimpulkan, penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 masih belum sejalan dengan prinsip hak asasi manusia, khususnya free and fair election. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Komnas HAM menyimpulkan, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah ( Pilkada ) serentak 2020 masih belum sejalan dengan prinsip hak asasi manusia, khususnya free and fair election. Bahkan, hal ini juga diperkuat dari longgarnya penerapan protokol kesehatan Covid-19.

(Baca juga: Sejumlah Catatan Komnas HAM Terkait Pemungutan Suara di Pilkada Serentak)

Kesimpulan tersebut merujuk pada hasil pemantauan Komnas HAM yang dilakukan pada tanggal 8-11 Desember 2020 kemarin, di sejumlah daerah. Komisioner Komnas HAM, Hairansyah pun membeberkan temuannya dalam kegiatan pemantauan tersebut.

(Baca juga: Pasca Pilkada, Bupati Serang Banjir Penghargaan)

Pertama, kata dia, pihaknya menyoroti terkait penerapan protokol kesehatan dalam Pilkada 2020 ini. Misalnya, penggunaan alat pelindung diri (APD) bagi petugas KPPS maupun pemilih di TPS yang masih ditemukan belum sepenuhnya benar dilakukan.

"Bilik khusus masih menyatu dengan TPS yang ada, sebagian besar ukuran TPS belum sesuai dengan PKPU," kata Hairansyah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/12/2020).

Bahkan, kata Hairansyah, masih ditemukan dan masih terjadi kerumunan terutama saat pemungutan dan penghitungan suara. Dia mencontokan, kerumunan terjadi di TPS 22 Kelurahan Manahan, saat kedatangan salah satu Calon Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka di TPS.

Menurut dia, kerumunan disebabkan oleh antusiasme Jurnalis dari berbagai media yang berupaya mendokumentasikan momen tersebut. Pihak Linmas TPS dan Kepolisian setempat telah berupaya menghimbau dan mengingatkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan terutama agar tidak terjadi kerumunan, namun tidak diindahkan.

"Demikian halnya, antusiasme pemilih saat penghitungan suara sehingga protokol kesehatan terabaikan," ujarnya.

Tak hanya prokes Covid-19, perhatian untuk kelompok rentan juga menjadi sorotan. Misalnya, pemilih yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan sedang menjalani isolasi, di beberapa wilayah memang sudah terpantau terdapat petugas KPU setempat yang dibantu petugas medis untuk memberikan pelayanan dengan mendatangi tempat isolasi dimaksud.

"Sementara di Wisma Makara UI, Depok, Jawa Barat pasien Covid-19 tidak difasilitasi," tutur dia.

Tak hanya itu, nagi pasien di Rumah Sakit masih terkendala karena tidak adanya TPS khusus mengingat jarak, data dan koordinasi antara penyelenggara dan pihak Rumah Sakit belum maksimal dilakukan, bahkan terdapat Rumah Sakit yang tidak cukup kooperatif dengan KPU.

"Bagi kelompok disabilitas, sebagian besar TPS belum akses karena keterbatasan tempat, namun terdapat beberapa penyelenggara pemilu (KPPS, PPS, PPK Pengawas TPS, Panwas Kecamatan) yang berasal dari kelompok disabilitas," kata dia.

Begitu juga terkait free and fair election, masih ditemukan upaya kecurangan seperti yang terjadi di salah satu TPS di Kec. Sungai Tabuk, Kab. Banjar, dimana Ketua KPPS tertangkap tangan mencoblos 8 surat suara untuk Calon Gubernur Nomor urut 1, dan 8 surat suara untuk Calon Bupati Nomor urut 3pada saat istirahat makan siang.

Menurut dia, meskipun telah diproses hukum oleh Bawaslu dan telah dilaksanakan pemungutan suara ulang (PSU), namun hal ini dapat mencederai asas pemilu yang jujur dan adil.

"Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, Komnas HAM menyimpulkan bahwa Pilkada Serentak 2020 masih belum sejalan prinsip hak asasi manusia, khususnya prinsip free and fair election. Selain itu, penerapan protokol kesehatan dalam setiap tahapan juga masih longgar,sehingga banyak pelanggaran protokol kesehatan dan terdapat petugas yang terpapar Covid-19," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1738 seconds (0.1#10.140)