UU Ciptaker Perbesar Ruang Outsourcing, KSPI: Buruh Tak Miliki Masa Depan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memaparkan masalah yang ditimbulkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja (UU Ciptaker) . Pekerja bisa berstatus kontrak seumur hidup tanpa melihat jenis pekerjaanya.
Presiden KSPI Said Iqbal memprotes keras mengenai kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang didasarkan pada inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Pola itu tidak akan membuat buruh mencapai kehidupan yang layak. Penyebabnya, penghasilan yang diterima hanya mengikuti kenaikan harga barang. “Secara ekonomi, tidak ada kenaikan. Buruh akan dirugikan,” ucapnya dalam konferensi pers daring, Selasa (15/12/2020). (Baca juga: UU Omnibus Law Ciptaker Beri Perlindungan Hak-hak Pekerja)
Ketidakadilan, menurutnya, akan terjadi karena upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dihilangkan. Dia memberikan ilustrasi gaji buruh pabrik otomotif besar akan sama dengan pabrik sandal jepit. Substansi lain dalam UU Ciptaker yang merugikan adalah outsourcing yang tidak mengatur pembatasan jenis pekerjaan. Tidak ada lagi kategori pekerjaan pokok dan penunjang. Sedangkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pekerjaan yang bisa di-outsourcing hanya ada lima. Kelima pekerjaan itu, seperti cleaning service, keamanan, transportasi, katering, dan pemborong pertambangan. (Baca juga: Pengamat Sebut Ada Ketentuan Baru yang Lindungi Buruh dalam UU Ciptaker)
Said menyebut bisa jadi nanti dalam satu perusahaan 95-99% karyawannya berstatus kontrak. Hanya 1-5% pegawai tetap. “Jurnalis atau media besar, baik televisi, daring, maupun cetak, perusahaan asing maupun nasional, boleh outsourcing. Karena semua kegiatan pokok boleh outsourcing,” tegasnya.
Said mengatakan dengan pola kontrak untuk semua jenis pekerjaan, buruh tidak memiliki masa depan. Agen penyalur tenaga kerja, menurutnya, tidak profit oriented, tetapi mengejar success fee. “Agen itu menjual tenaga manusia. Agen outsourcing enggak punya cadangan (dana) untuk pesangon. Kita dipecat, nantinya enggak ada pesangon,” pungkasnya.
Presiden KSPI Said Iqbal memprotes keras mengenai kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang didasarkan pada inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Pola itu tidak akan membuat buruh mencapai kehidupan yang layak. Penyebabnya, penghasilan yang diterima hanya mengikuti kenaikan harga barang. “Secara ekonomi, tidak ada kenaikan. Buruh akan dirugikan,” ucapnya dalam konferensi pers daring, Selasa (15/12/2020). (Baca juga: UU Omnibus Law Ciptaker Beri Perlindungan Hak-hak Pekerja)
Ketidakadilan, menurutnya, akan terjadi karena upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dihilangkan. Dia memberikan ilustrasi gaji buruh pabrik otomotif besar akan sama dengan pabrik sandal jepit. Substansi lain dalam UU Ciptaker yang merugikan adalah outsourcing yang tidak mengatur pembatasan jenis pekerjaan. Tidak ada lagi kategori pekerjaan pokok dan penunjang. Sedangkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pekerjaan yang bisa di-outsourcing hanya ada lima. Kelima pekerjaan itu, seperti cleaning service, keamanan, transportasi, katering, dan pemborong pertambangan. (Baca juga: Pengamat Sebut Ada Ketentuan Baru yang Lindungi Buruh dalam UU Ciptaker)
Said menyebut bisa jadi nanti dalam satu perusahaan 95-99% karyawannya berstatus kontrak. Hanya 1-5% pegawai tetap. “Jurnalis atau media besar, baik televisi, daring, maupun cetak, perusahaan asing maupun nasional, boleh outsourcing. Karena semua kegiatan pokok boleh outsourcing,” tegasnya.
Said mengatakan dengan pola kontrak untuk semua jenis pekerjaan, buruh tidak memiliki masa depan. Agen penyalur tenaga kerja, menurutnya, tidak profit oriented, tetapi mengejar success fee. “Agen itu menjual tenaga manusia. Agen outsourcing enggak punya cadangan (dana) untuk pesangon. Kita dipecat, nantinya enggak ada pesangon,” pungkasnya.
(cip)