Ketika Ibu Tidak Lagi Mendongeng untuk Anaknya

Rabu, 09 Desember 2020 - 06:45 WIB
loading...
Ketika Ibu Tidak Lagi Mendongeng untuk Anaknya
Kepala Biro Perencanan dan Keuangan, Perpustakaan Nasional RI, Joko Santoso. Foto/Istimewa
A A A
Dr Joko Santoso M Hum
Kepala Biro Perencanan dan Keuangan, Perpustakaan Nasional RI

PADA suatu hari, seekor kancil terperosok masuk ke dalam sebuah lubang. Tampaknya, lubang itu sudah dipersiapkan untuknya, karena Pak Tani merasa sangat kesal pada kancil yang acap kali merusak kebun sayurannya.

Di saat sang kancil kebingungan karena tidak dapat keluar dari lubang, ia melihat sejumlah kambing melongok ke dalam lubang melihatnya. Mereka heran lalu bertanya mengapa kancil ada di dalam lubang. Kancil menjawab, alasan berada di dalam lubang tersebut karena ia sedang berlindung.

Kancil berkata bahwa ia di sana berlindung dari hari kiamat yang akan tiba keesokan hari. Karena takut hari kiamat, para kambing pun segera ikut masuk ke dalam lubang bersamanya, tanpa mereka sadari kancil sedang memperdaya mereka. Si kancil segera memanjat ke luar lubang menggunakan punggung-punggung kambing, lalu berlari masuk hutan…”

Para ibu-ibu pasti sudah tidak asing dengan dongeng di atas. Diceritakan seekor hewan kancil yang licik dan suka mencuri timun dari kebun sayur Pak Tani. Dongeng yang satu ini memang sangat populer di Indonesia. Pesan moral yang dapat diambil dari cerita tersebut adalah jangan pantang menyerah saat menghadapi sebuah masalah.

Jelang Hari Ibu ke-90, 14 Desember 2018 lalu, Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) menghelat Gerakan Ibu Bangsa Membaca. Ada 26 tokoh perempuan yang berpartisipasi dalam acara ini. Mereka datang dari kalangan artis, menteri-menteri perempuan, seniman dan komunitas ibu. Partisipan tampil membaca kutipan paragraf pilihan, dari buku-buku koleksi Perpusnas. Tujuan acara ini membangkitkan kesadaran membaca bagi para ibu.

Karena ibu akan menjadi "perpustakaan" pertama bagi anak-anaknya. Konstruksi biologis dan psikologis manusia dimulai sejak dini. Dimulainya dari percakapan dan dididik oleh seorang ibu kepada anaknya. Ibu yang banyak membaca memiliki peluang lebih tinggi memiliki anak-anak yang cerdas secara intelektual dan mental.

Apakah membacakan cerita atau mendongeng saat ini masih menjadi bagian keseharian ibu untuk anaknya?

Ibu Sudah Jarang Membacakan Cerita atau Mendongeng untuk Buah Hatinya

Survei yang diadakan Disney di Inggris tahun 2012 (Wolipop Lifestyle, 10/10/12), diikuti oleh 1.000 orangtua dan kakek-nenek yang memiliki anak atau cucu berusia di bawah enam tahun. Dari survei tersebut, terungkap hanya 33 persen orangtua di Inggris yang masih sempat membacakan cerita pada anak sebelum tidur.

Meskipun jumlah orangtua yang sempat membacakan cerita itu sedikit, setengah dari responden percaya mendongeng adalah saat yang tepat untuk menghabiskan waktu berkualitas bersama anak-anak mereka. Sebanyak 47% orangtua sebenarnya tahu bahwa anak-anak senang dibacakan dongeng oleh orangtuanya.

Menurut survei tersebut, sekarang ini sebagian besar orangtua merasa kehabisan waktu untuk membacakan anak-anak mereka sebuah dongeng. Hampir sepertiga orangtua yang menjadi responden mengaku terlalu lelah untuk bercerita, terlebih ketika mereka terlambat pulang kantor dan harus melakukan pekerjaan rumah lainnya.

Dari survei Disney juga terungkap, di era digital seperti sekarang ini, 67% dari orangtua dan kakek-nenek merasa bahwa teknologi modern sudah menghilangkan tradisi mendongeng.

Survei Disney juga menunjukkan bahwa kemampuan mendongeng ditentukan oleh faktor usia, 81% orang yang pandai mendongeng berusia lebih dari 55 tahun, dan 44% dari usia 18-24 tahun.

Dalam kemampuan mendongeng tampak lebih dari 33% orangtua dan kakek-nenek berharap mereka bisa menjadi pendongeng yang baik. Ihwal materi dongeng, cerita tradisional tetap paling populer, karena sebagian besar (84%) dari responden bercerita tentang apa yang mereka baca saat masih anak-anak.

Perbedaan gender juga berkait dengan urusan membacakan cerita. Berdasar riset itu hanya setengah dari kaum pria yang merasa mereka bisa mendongeng dengan baik. Wanita dianggap lebih baik dalam aktivitas dongeng, karena mereka lebih banyak membaca ketika masih anak-anak.

Dari sini menjelaskan peran sentral ibu dalam mentransformasikan pengetahuan kepada anaknya melalui media dongeng. Kondisi orang tua membacakan buku atau mendongeng untuk anak di Indonesia, tidak kalah menyedihkan. Hal itu tampak dari laporan penelitian yang dilakukan dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Amelia Maika, pada tahun 2010.

Penelitian dilakukan pada sejumlah pedesaan di sembilan kabupaten di Indonesia. Dalam laporan hasil penelitian disebutkan, banyak orangtua tidak pernah mendongeng atau membacakan buku cerita untuk anaknya. Penelitian pada orangtua dengan anak berusia kurang dari empat tahun menyebutkan, sekitar 60 persen orangtua tidak pernah membacakan buku dan sekitar 50 persen tidak pernah mendongeng untuk anaknya.

Untuk orangtua dengan anak berusia kurang dari satu tahun, angkanya lebih tinggi. Sekitar 70% orangtua tidak pernah mendongeng, dan sekitar 80% orang tua tak pernah membacakan buku untuk anaknya. Temuan penelitian ini diungkapkan pada seminar "Kemiskinan Pedesaan dan Perkembangan Anak Usia Dini di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan, UGM (Kompas, 21/10/10).

Hal ini tentu sangat disayangkan, karena Indonesia sebenarnya mempunyai banyak dongeng dan cerita daerah. Kebiasaan membacakan cerita dan mendongeng sesungguhnya merupakan cara murah untuk meningkatkan kemampuan kognisi dan bahasa pada anak.

Dalam pemaparan hasil penelitiannya, Amelia menuturkan bahwa status sosial dan ekonomi, serta tingkat pendidikan orangtua, berkorelasi pada kemampuan kognisi dan bahasa anak. Semakin miskin orangtua, semakin sulit menyediakan akses bahan bacaan pada anak-anaknya. Pada sisi ini nampak, bahwa peran perpustakaan dan taman bacaan masyarakat dalam menyediakan akses bahan bacaan untuk anak-anak di desa sangat diperlukan.

Dampak Kebiasaan Ibu Membacakan Cerita dan Mendongeng bagi Anak

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan seorang ibu hamil yang gemar membaca akan membantu mengoptimalkan perkembangan otak janin, dan membantu agar anak tumbuh menjadi lebih cerdas. Ketika anak tersebut lahir dan terus tumbuh hingga besar, kebiasaan membaca seorang ibu akan sangat melekat dalam pikiran mereka. Anak akan meniru kebiasaan tersebut dan mengasah otak mereka untuk terus berpikir.

Pertumbuhan dan perkembangan otak paling pesat adalah ketika anak berusia 2 tahun, karena “masa emas” ada pada 1.000 hari pertama kehidupan anak. Umumnya hingga usia 5 tahun, kemampuan belajar anak sangat pesat dibandingkan setelahnya. Membaca memberikan banyak manfaat untuk perkembangan otak anak, karena kegiatan membaca menstimulasi hubungan antara sel saraf dalam otak untuk menghantarkan informasi.

Kebiasaan ibu membacakan cerita atau mendongeng dapat membuat anak mengenal banyak karakter manusia, hewan dan lingkungan sekitarnya. Hal demikian akan melatih daya ingat dan empati anak pada sesama makhluk hidup dan lingkungannya. Kebiasaan membaca yang didapatkan dari ibu dapat mengalihkan perhatian anak dari aktivitas kurang bermanfaat seperti bermain game atau kecanduan gadget.

Riset dari Cincinnati Children's Hospital Medical Centre mengungkapkan, ternyata ada efek sangat baik terhadap otak anak, saat ia mendengarkan cerita dalam sebuah buku.

Dengan menggunakan functional magnetic resonance imaging (fMRI), peneliti menemukan aktivasi otak secara signifikan sangat besar ketika anak terlibat dalam membacakan buku cerita. Penelitian yang melibatkan sekitar 20 anak itu menunjukkan bahwa ketertarikan terhadap buku yang dibacakan seorang ibu pada anaknya telah meningkatkan aktivitas di sisi kanan otak serebelum. Ini merupakan area otak yang mendukung penyempurnaan keterampilan kognitif, peningkatan memori, pemecahan masalah dan memberikan perhatian (Mother & Baby, 5/6/2017).

Dr John Hutton, pemimpin dari penelitian ini mengatakan, orang tua harus lebih terlibat saat membaca bersama anak, mengajukan pertanyaan, meminta mereka membalik halaman, dan berinteraksi satu sama lain. Temuan penelitian menggarisbawahi pentingnya keterlibatan orang tua dalam membacakan buku untuk anak tanpa gangguan gadget yang menjadi penghalang paling umum yang harus dihindari.

Ayolah Bacakan Kembali Cerita Atau Mendongeng Ibu

Awalnya kegiatan ini bernama "Alla Beratteres Dag" (All Storytellers Day) atau berarti Hari Pendongeng. Hari Dongeng Sedunia atau World Storytelling Day, mengutip dari laman www.globalstorytellingday.org jatuh setiap tanggal 20 Maret.

Dunia telah menyepakati sebagai hari perayaan global dalam seni bercerita secara lisan alias mendongeng. Perayaan mendongeng rutin dirayakan setiap tahun, bertepatan dengan peristiwa Ekuinoks. Ekuinoks adalah saat matahari tepat melewati garis ekuator bumi. Hari itu merupakan awal musim semi di belahan bumi utara dan awal musim gugur di belahan bumi di Selatan.

Cara memperingati Hari Dongeng Sedunia melalui sebanyak mungkin orang di berbagai tempat di penjuru dunia, menceritakan dan mendengarkan kisah dongeng sebanyak mungkin, dengan beragam bahasa pada siang dan malam hari. Para peserta yang terlibat bisa saling bercerita tentang kisahnya sendiri atau berbagi cerita yang menginspirasi untuk saling belajar, sekaligus menciptakan hubungan antarmanusia. Di Indonesia Hari Dongeng Sedunia ditandai dengan berbagai kegiatan mendongeng dalam berbagai skala. Kegiatan ini bertujuan memperkuat literasi anak, sekaligus transformasi budaya.

Kebiasaan ibu membacakan cerita atau mendongeng mampu memberikan pengaruh positif pada anak. Aktifitas membaca yang ditanamkan sebagai kebiasaan sejak anak-anak, berguna dalam mendukung keberhasilan akademis, sosial dan ekonomi mereka kelak. Dengan menirukan kebiasaan membaca dari ibunya, mereka akan terhindar dari masalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung sejak dini.

Dengan menirukan kebiasaan membaca ibu sejak mula, anak akan mampu menguasai lebih banyak kosakata dan motoriknya berkembang lebih sempurna. Hal demikian itu dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam berinteraksi sosial.

Ayolah bacakan kembali cerita atau mendongeng apa saja ibu, anak-anakmu pasti sangat menyukainya…!
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2528 seconds (0.1#10.140)