Isu Kesehatan dalam Pilkada pada Masa Pandemi

Senin, 07 Desember 2020 - 21:20 WIB
loading...
Isu Kesehatan dalam Pilkada pada Masa Pandemi
Prof Tjandra Yoga Aditama (ist)
A A A
Prof Tjandra Yoga Aditama
Guru Besar Paru FKUI, Mantan Direktur WHO SEARO, Mantan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes

PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) serentak akan digelar pada 9 Desember 2020. Berbagai upaya sudah dipersiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan penularan Covid-19. Namun, akan lebih baik kalau semua upaya itu dilakukan secara maksimal dan rinci di setiap tahapan agar situasi benar-benar dapat terkendali dengan baik. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan kehati-hatian agar penularan virus tidak terjadi.

Kemungkinan Sakit
Pertama, mencegah mereka yang mungkin terinfeksi Covid-19 untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Pengecekan suhu bagi semua calon pemilih yang datang, hal yang baik, namun harus ditunjang dengan ketersediaan alat mengecek suhu yang memadai. Kalau ada yang terdeteksi sedang demam, maka tentu tidak akan diizinkan masuk ke TPS. Dalam hal ini harus diingat bahwa kalau yang demam ini datang bersama-sama keluarga atau kerabatnya, maka perlu ada perlakuan khusus yang jelas dan rinci, termasuk pada mereka yang kontak dengan orang yang sedang demam itu. Dia tidak bisa diperlakukan sama dengan pemilih lain yang tidak ada kontak sama sekali, walaupun memang yang demam tentu belum tentu sakit Covid-19.

Hal lain yang juga amat perlu adalah imbauan agar mereka yang sedang sakit, demam, batuk, dan berbagai keluhan gangguan pernapasan lain sebaiknya tidak datang ke TPS. Mungkin akan ada isu tentang bagaimana suara mereka tersalurkan, tetap selama ini mereka yang sedang sakit memang selalu dianjurkan untuk tidak keluar rumah atau tidak bepergian. Jadi, di sini ada pertimbangan matang antara aspek kesehatan dan kemungkinan penularan pada sekitar dengan aspek hak memberikan suara. Aspek kesehatan seyogianya perlu dapat prioritas penting kalau bukan yang utama. Tentu imbauan juga berlaku bagi petugas pemungutan suara sehingga “plan B” untuk kemungkinan petugas cadangan perlu dipersiapkan.

Melepas APD
Aspek kedua, dari berita di media massa, kita lihat juga bahwa petugas akan dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD). Tentu ini upaya yang baik. Hanya saja, semua petugas perlu amat menguasai cara mengenakan dan --lebih penting lagi--cara melepas dan membuang APD. Masyarakat luas memang sudah mengetahui cara mengenakan dan melepas masker dengan benar, sudah banyak sekali informasi tentang hal ini. Tapi kalau petugas pemungutan suara menggunakan sarung tangan dan bahkan hazmat, maka ada prosedur khusus yang perlu mereka kuasai. Pengetahuan ini perlu diberikan dalam beberapa hari terakhir ini untuk dikuasai dengan baik.

Sudah banyak kita ketahui bahwa melepas (dan membuang APD) tidak sesuai prosedur akan dapat menularkan penyakit. Hal ini mulai banyak dibicarakan sejak penyakit ebola berkecamuk di Afrika sampai ke Covid-19 sekarang ini. Usulan praktisnya adalah di setiap TPS disiapkan poster tentang prosedur melepas APD dengan baik dan aman untuk mencegah kemungkinan penularan. Juga perlu diatur rinci bagaimana mekanisme pembuangan APD di TPS, serta bagaimana nanti bekas APD ini dapat dibawa ke tempat sampah yang permanen di sekitar lokasi.

Tentu kita sadari bahwa risiko di TPS jauh lebih rendah dibandingkan dengan risiko penularan di bangsal perawatan Covid-19, seperti rumah sakit. Walaupun demikian, upaya kehati-hatian yang memadai --tentu tidak berlebihan--tetap perlu dapat perhatian penting.

Pasien di Rumah Sakit
Hal ketiga adalah tentang mekanisme pemungutan suara bagi pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, dan/atau tempat isolasi lainnya. Kalau bukan pada era Covid-19, maka kita lihat petugas pemungutan suara masuk ke dalam rumah sakit dengan membawa kotak suara, lalu pasien melakukan pencoblosan di samping tempat tidurnya. Ini upaya yang baik agar semua orang dapat menyalurkan hak konstitusionalnya. Hanya saja, untuk situasi sekarang, maka mungkin perlu pertimbangan jauh lebih matang, lebih hati-hati.

Kemungkinan pertama adalah petugas pemungutan suara tetap masuk ke kamar-kamar pasien, tentu dengan menggunakan APD secara amat lengkap. Hanya, harus diakui bahwa ini tentu memberi risiko cukup tinggi bagi petugas. Juga perlu dipertimbangkan matang-matang bagaimana perlakuan terhadap tempat alas pencoblosan, alat pencoblos, kotak suara, dan lain-lain. Kemungkinan lain bahwa petugas rumah sakitlah yang masuk ke kamar pasien dan memberi kesempatan pasien mencoblos. Dari kacamata kesehatan dan kemungkinan penularan, maka hal ini jelas lebih aman karena petugas rumah sakit sudah amat menguasai cara-cara pencegahan infeksi, tetapi dari kacamata aturan hukum perundang-undangan memang perlu ada kajian seksama dan keputusan yang memadai dalam waktu singkat ini. Tentu ada kemungkinan lain bahwa para pasien dikecualikan dari proses pemungutan suara, hanya saja memang ini akan lebih banyak pro kontranya.

Memang tadinya ada berbagai pendapat tentang kegiatan pemilihan kepala daerah dan pertimbangan aspek kesehatan. Tetapi karena keputusan sudah dibuat dan waktu pemilihan tinggal beberapa hari lagi, maka yang dapat kita lakukan saat ini adalah berupaya lebih keras lagi agar penularan Covid-19 dapat dicegah secara maksimal.

(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1420 seconds (0.1#10.140)