UMKM dalam Pusaran Pandemi
loading...
A
A
A
Prof Candra Fajri Ananda PhD
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia
PANDEMI korona (Covid-19) yang saat ini terus mengalami eskalasi di Indonesia tidak hanya berpotensi mengakibatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan jumlah pengangguran dalam skala besar. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran per Agustus 2020 meningkat 2,67 juta orang. Artinya jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang.
Selain itu data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Tanah Air naik dari 5,23% menjadi 7,07%. Jika dilihat berdasarkan lokasi, jumlah pengangguran di kota mengalami peningkatan lebih tinggi daripada di desa. Di kota tingkat pengangguran meningkat 2,69%, sedangkan di desa 0,79%. (Baca Juga: Keterbatasan Vaksin Jadi Penghambat Pertumbuhan Ekonomi di 2021)
Data BPS lainnya juga menunjukkan pada kuartal III/2020 seluruh komponen pengeluaran produk domestik bruto (PDB) hampir seluruhnya mengalami kontraksi. Namun besaran kontraksinya lebih baik bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Untuk konsumsi rumah tangga sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi masih tumbuh minus 4,04% (yoy). Angka tersebut membaik bila dibandingkan dengan kuartal II/ 2020 yang tumbuh minus 5,52% (yoy).
Konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi karena daya beli masyarakat masih rendah. Masyarakat, khususnya menengah ke atas, hingga kini belum memiliki kepercayaan diri untuk membelanjakan uangnya. Tak dapat dimungkiri bahwa saat ini kalangan menengah dan atas masih diliputi kekhawatiran untuk belanja di luar rumah. Masyarakat kelas menengah dan atas kini lebih memilih mengalihkan uang ke simpanan perbankan atau aset aman. Di sisi lain belanja pemerintah saat ini menjadi pendorong utama pemulihan ekonomi.
UMKM dan Pembangunan Ekonomi
Jumlah total UMKM mencapai 99,9% dari total unit usaha di Indonesia sehingga sektor ini berperan besar dalam menyumbang perekonomian yang merata di Tanah Air. Sebagai penyangga perekonomian nasional, kontribusi UMKM yang lebih dari 60% terhadap PDB tidak dapat dianggap kecil. Selain itu signifikansi dari UMKM ialah mampu memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk membuka lapangan kerja baru. Penyerapan tenaga kerja yang tinggi bisa mengurangi kemiskinan sehingga angka pengangguran di Indonesia berkurang. Berdasarkan data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, angka pertumbuhan pelaku UMKM selalu naik dari tahun ke tahun. Pada 2018 UMKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 120 jutaan orang. Ini menunjukkan sinyal bagus bagi tenaga kerja karena semakin terbuka lebarnya peluang.
Melihat besarnya peran UMKM dalam bagi pembangunan ekonomi, tak mengherankan jika UMKM menjadi lokomotif pembangunan. UMKM mampu menjadi solusi bagi Indonesia di tengah melonjaknya usia produktif akibat bonus demografi dan meningkatnya jumlah TPT akibat Covid-19. Ironisnya pandemi yang mengguncang dunia sejak Maret 2020 ini juga memorak-porandakan ketahanan UMKM. Hasil survei Bank Indonesia menunjukkan bahwa selama pandemi terdapat 72,6% pelaku UMKM yang mengalami penurunan kinerja karena terdampak Covid-19. Selain itu survei yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) per 16 September 2020 juga menunjukkan 48,6% UMKM Indonesia tutup akibat pandemi.
Pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah memberikan bantuan bagi masyarakat dan berbagai sektor bisnis yang terdampak Covid-19, termasuk UMKM. Data menunjukkan bahwa hingga akhir November 2020 dukungan UMKM telah terealisasi Rp98,76 triliun atau setara dengan 85,27% dari total pagu Rp115,82 triliun dengan perincian melalui belanja pusat Rp32,26 triliun, TKDD Rp2 triliun, dan penempatan dana Rp64,5 triliun. Selanjutnya realisasi anggaran PEN untuk insentif usaha sudah mencapai Rp 120,6 triliun dari pagu anggaran. Seluruh usaha pemerintah ini tentu dengan harapan bahwa UMKM tumbuh bertahan dan tetap tumbuh dengan segala situasi yang ada saat ini.
Momentum Kebangkitan UMKM
Walaupun memiliki potensi dan peran yang besar, UMKM masih memiliki beberapa hambatan. Beberapa masalah yang kerap dijumpai pada bisnis UMKM antara lain kesulitan pemasaran, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), kesulitan bahan baku, keterbatasan inovasi dan teknologi hingga kesulitan akses ke sumber pembiayaan.
Kini seiring dengan adanya transisi menuju new normal, UMKM diharapkan mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada. Transformasi digital bisa menjadi salah satu jalan keluar sehingga UMKM tidak perlu lagi mengandalkan kontak fisik dengan pelanggan dan beralih ke digital untuk melakukan transaksi. Menurut data dari BPS, Indonesia saat ini memiliki sekitar 64 juta UMKM, tetapi hanya 13% saja yang telah beralih atau terhubung secara digital. Sisanya sekitar 87% UMKM masih mengandalkan layanan offline mulai dari aktivitas jual-beli, pembukuan hingga perpajakan dan lain-lain.
Selanjutnya optimalisasi bantuan pembiayaan bagi UMKM juga perlu terus ditingkatkan. Pasalnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sangat membantu pelaku UMKM agar bisa tetap bertahan di tengah guncangan ekonomi akibat dampak pandemi. Meskipun tercatat sebagai serapan tertinggi kedua setelah anggaran kesehatan, jika dibandingkan dengan jumlah UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia (kurang lebih mencapai 64 juta unit), optimalisasi stimulus pemerintah terhadap UMKM masih perlu dimaksimalkan. Oleh sebab itu untuk memaksimalkan serapannya dalam satu bulan terakhir ini, pemerintah perlu membuat diversifikasi skema penyaluran bantuan kepada UMKM. Hal itu mengingat masih banyak para pelaku UMKM yang belum tersentuh oleh layanan perbankan. Masih banyak UMKM utamanya level mikro yang tidak terjangkau oleh bank (unbankable).
Pada 30 Oktober 2020 Indonesia telah menerima fasilitas generalize system of preference (GSP) dari Pemerintah Amerika Serikat (AS). Indonesia memperoleh fasilitas keringanan dan pembebasan berbagai bea masuk barang Indonesia ke Amerika. Hal itu dapat menjadi momentum bagi produk UMKM dalam negeri untuk bisa bersaing dengan produk-produk negara lain. Perpanjangan fasilitas GSP dari Amerika tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memperoleh kepercayaan besar dari masyarakat internasional. Oleh sebab itu kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia dan kemunduran banyak negara akibat Covid-19 dapat menjadi peluang yang harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk melampaui ketertinggalan.
Pandemi korona bisa dijadikan sebagai momentum bagi UMKM untuk bangkit dan menang. Pelaku UMKM perlu mengedukasi diri mereka mengenai ekosistem digital yang manfaatnya tidak hanya sebatas saat terjadi pandemi, tetapi juga bermanfaat untuk jangka panjang. Melalui penerapan digitalisasi pada UMKM, diharapkan bisnis lokal siap menghadapi globalisasi.
Firma konsultasi McKinsey memprediksi UMKM dapat memberikan peningkatan kontribusi terhadap PDB pada 2030 hingga USD140 miliar. Oleh sebab itu melalui penguatan peran UMKM sebagai punggung perekonomian diharapkan kondisi makroekonomi Indonesia juga menjadi lebih berdikari dan tahan terhadap berbagai guncangan ekonomi global. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia
PANDEMI korona (Covid-19) yang saat ini terus mengalami eskalasi di Indonesia tidak hanya berpotensi mengakibatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan jumlah pengangguran dalam skala besar. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran per Agustus 2020 meningkat 2,67 juta orang. Artinya jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang.
Selain itu data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Tanah Air naik dari 5,23% menjadi 7,07%. Jika dilihat berdasarkan lokasi, jumlah pengangguran di kota mengalami peningkatan lebih tinggi daripada di desa. Di kota tingkat pengangguran meningkat 2,69%, sedangkan di desa 0,79%. (Baca Juga: Keterbatasan Vaksin Jadi Penghambat Pertumbuhan Ekonomi di 2021)
Data BPS lainnya juga menunjukkan pada kuartal III/2020 seluruh komponen pengeluaran produk domestik bruto (PDB) hampir seluruhnya mengalami kontraksi. Namun besaran kontraksinya lebih baik bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Untuk konsumsi rumah tangga sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi masih tumbuh minus 4,04% (yoy). Angka tersebut membaik bila dibandingkan dengan kuartal II/ 2020 yang tumbuh minus 5,52% (yoy).
Konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi karena daya beli masyarakat masih rendah. Masyarakat, khususnya menengah ke atas, hingga kini belum memiliki kepercayaan diri untuk membelanjakan uangnya. Tak dapat dimungkiri bahwa saat ini kalangan menengah dan atas masih diliputi kekhawatiran untuk belanja di luar rumah. Masyarakat kelas menengah dan atas kini lebih memilih mengalihkan uang ke simpanan perbankan atau aset aman. Di sisi lain belanja pemerintah saat ini menjadi pendorong utama pemulihan ekonomi.
UMKM dan Pembangunan Ekonomi
Jumlah total UMKM mencapai 99,9% dari total unit usaha di Indonesia sehingga sektor ini berperan besar dalam menyumbang perekonomian yang merata di Tanah Air. Sebagai penyangga perekonomian nasional, kontribusi UMKM yang lebih dari 60% terhadap PDB tidak dapat dianggap kecil. Selain itu signifikansi dari UMKM ialah mampu memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk membuka lapangan kerja baru. Penyerapan tenaga kerja yang tinggi bisa mengurangi kemiskinan sehingga angka pengangguran di Indonesia berkurang. Berdasarkan data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, angka pertumbuhan pelaku UMKM selalu naik dari tahun ke tahun. Pada 2018 UMKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 120 jutaan orang. Ini menunjukkan sinyal bagus bagi tenaga kerja karena semakin terbuka lebarnya peluang.
Melihat besarnya peran UMKM dalam bagi pembangunan ekonomi, tak mengherankan jika UMKM menjadi lokomotif pembangunan. UMKM mampu menjadi solusi bagi Indonesia di tengah melonjaknya usia produktif akibat bonus demografi dan meningkatnya jumlah TPT akibat Covid-19. Ironisnya pandemi yang mengguncang dunia sejak Maret 2020 ini juga memorak-porandakan ketahanan UMKM. Hasil survei Bank Indonesia menunjukkan bahwa selama pandemi terdapat 72,6% pelaku UMKM yang mengalami penurunan kinerja karena terdampak Covid-19. Selain itu survei yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) per 16 September 2020 juga menunjukkan 48,6% UMKM Indonesia tutup akibat pandemi.
Pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah memberikan bantuan bagi masyarakat dan berbagai sektor bisnis yang terdampak Covid-19, termasuk UMKM. Data menunjukkan bahwa hingga akhir November 2020 dukungan UMKM telah terealisasi Rp98,76 triliun atau setara dengan 85,27% dari total pagu Rp115,82 triliun dengan perincian melalui belanja pusat Rp32,26 triliun, TKDD Rp2 triliun, dan penempatan dana Rp64,5 triliun. Selanjutnya realisasi anggaran PEN untuk insentif usaha sudah mencapai Rp 120,6 triliun dari pagu anggaran. Seluruh usaha pemerintah ini tentu dengan harapan bahwa UMKM tumbuh bertahan dan tetap tumbuh dengan segala situasi yang ada saat ini.
Momentum Kebangkitan UMKM
Walaupun memiliki potensi dan peran yang besar, UMKM masih memiliki beberapa hambatan. Beberapa masalah yang kerap dijumpai pada bisnis UMKM antara lain kesulitan pemasaran, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), kesulitan bahan baku, keterbatasan inovasi dan teknologi hingga kesulitan akses ke sumber pembiayaan.
Kini seiring dengan adanya transisi menuju new normal, UMKM diharapkan mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada. Transformasi digital bisa menjadi salah satu jalan keluar sehingga UMKM tidak perlu lagi mengandalkan kontak fisik dengan pelanggan dan beralih ke digital untuk melakukan transaksi. Menurut data dari BPS, Indonesia saat ini memiliki sekitar 64 juta UMKM, tetapi hanya 13% saja yang telah beralih atau terhubung secara digital. Sisanya sekitar 87% UMKM masih mengandalkan layanan offline mulai dari aktivitas jual-beli, pembukuan hingga perpajakan dan lain-lain.
Selanjutnya optimalisasi bantuan pembiayaan bagi UMKM juga perlu terus ditingkatkan. Pasalnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sangat membantu pelaku UMKM agar bisa tetap bertahan di tengah guncangan ekonomi akibat dampak pandemi. Meskipun tercatat sebagai serapan tertinggi kedua setelah anggaran kesehatan, jika dibandingkan dengan jumlah UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia (kurang lebih mencapai 64 juta unit), optimalisasi stimulus pemerintah terhadap UMKM masih perlu dimaksimalkan. Oleh sebab itu untuk memaksimalkan serapannya dalam satu bulan terakhir ini, pemerintah perlu membuat diversifikasi skema penyaluran bantuan kepada UMKM. Hal itu mengingat masih banyak para pelaku UMKM yang belum tersentuh oleh layanan perbankan. Masih banyak UMKM utamanya level mikro yang tidak terjangkau oleh bank (unbankable).
Pada 30 Oktober 2020 Indonesia telah menerima fasilitas generalize system of preference (GSP) dari Pemerintah Amerika Serikat (AS). Indonesia memperoleh fasilitas keringanan dan pembebasan berbagai bea masuk barang Indonesia ke Amerika. Hal itu dapat menjadi momentum bagi produk UMKM dalam negeri untuk bisa bersaing dengan produk-produk negara lain. Perpanjangan fasilitas GSP dari Amerika tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memperoleh kepercayaan besar dari masyarakat internasional. Oleh sebab itu kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia dan kemunduran banyak negara akibat Covid-19 dapat menjadi peluang yang harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk melampaui ketertinggalan.
Pandemi korona bisa dijadikan sebagai momentum bagi UMKM untuk bangkit dan menang. Pelaku UMKM perlu mengedukasi diri mereka mengenai ekosistem digital yang manfaatnya tidak hanya sebatas saat terjadi pandemi, tetapi juga bermanfaat untuk jangka panjang. Melalui penerapan digitalisasi pada UMKM, diharapkan bisnis lokal siap menghadapi globalisasi.
Firma konsultasi McKinsey memprediksi UMKM dapat memberikan peningkatan kontribusi terhadap PDB pada 2030 hingga USD140 miliar. Oleh sebab itu melalui penguatan peran UMKM sebagai punggung perekonomian diharapkan kondisi makroekonomi Indonesia juga menjadi lebih berdikari dan tahan terhadap berbagai guncangan ekonomi global. Semoga.
(bmm)