Lagi-Lagi Menteri Korupsi
loading...
A
A
A
DALAM waktu kurang dari dua pekan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Pertama Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada 26 Oktober 2020 karena dugaan korupsi ekspor benur lobster, dan yang terkini adalah Menteri Sosial Juliari P Batubara pada 5 Desember 2020 karena dugaan korupsi dana bantuan sosial Covid-19.
Bagi KPK yang kini dipimpin Firli Bahuri, ini adalah sejarah karena hanya dalam kurun waktu 10 hari, komisi antirasuah itu menetapkan pejabat negara selevel menteri sebagai tersangka. Namun di sisi lain, ada rasa prihatin karena hanya dalam waktu singkat dua pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu harus berurusan dengan hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Bagi Jokowi, bisa jadi ini menjadi tamparan keras akibat aksi tidak elok anak buahnya itu. Bagaimana tidak, jauh sebelum itu, tepatnya saat mengumumkan anggota kabinet baru yang bertugas sejak Oktober 2019 hingga 2024 nanti, Jokowi sudah mewanti-wanti agar para menterinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Jangankan korupsi, Jokowi bahkan dengan terang menyatakan, para menteri jangan sampai membuat sistem yang memungkinkan adanya celah terjadinya korupsi di lingkungan kementeriannya.
Tapi apa mau di kata, ketegasan Presiden Jokowi rupanya tidak dilaksanakan dengan baik oleh kedua menteri yang berasal dari dua parpol yang kini berkoalisi itu. Kesal dengan kelakuan anak buahnya, Jokowi pun menyatakan tidak akan melindungi menterinya yang tersangkut korupsi. Presiden menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme yang berlangsung di KPK.
Bicara kasus dugaan korupsi yang melibatkan menteri, ini memang bukan yang pertama kalinya terjadi. Pada pemerintahan periode pertama Jokowi, ada dua menteri yang tersandung korupsi. Keduanya adalah Idrus Marham yang saat itu menjabat menteri sosial dan Imam Nahrawi, yang kala itu menjabat menteri pemuda dan olahraga. Di era KPK yang saat itu dipimpin Agus Rahardjo dkk, keduanya masing-masing disangkakan dugaan korupsi suap PLTU-Riau 1 dan dana hibah kemenpora.
Sementara di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ada juga menteri aktif yang berurusan dengan KPK. Mereka adalah Jero Wacik (Menteri ESDM), Andi A Mallarangeng (Menpora), dan Suryadharma Ali (Menteri Agama). Selain pembantu presiden, aksi korupsi juga kerap terjadi di lingkungan pemerintah daerah maupun di DPR/DPRD tak terhitung lagi berapa banyak kepala daerah yang harus menginap di Kuningan.
Melihat banyaknya menteri dan pejabat yang menjadi pasien KPK selama ini, seharusnya menjadi alarm bagi kita semua bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Bagaimanapun lembaga hukum diperkuat, apabila tidak ada teladan dari pimpinan untuk tidak korupsi, rasanya akan sia-sia. Ya, ibarat nasi sudah menjadi bubur, kini kita hanya bisa berharap tidak ada lagi anggaran yang korupsi oleh menteri maupun bawahannya. Untuk itu, perlu dikawal secara ketat realisasi anggaran pemerintah agar tidak lagi diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Apalagi masa pemulihan Covid-19 masih akan berlanjut di 2021 dan ratusan triliun tetap dianggarkan untuk pemulihan ekonomi nasional.
Lihat Juga: Dedy Mandarsyah Pejabat yang Disorot Karena Dokter Koas Pernah Disebut dalam Kasus OTT Kaltim
Bagi KPK yang kini dipimpin Firli Bahuri, ini adalah sejarah karena hanya dalam kurun waktu 10 hari, komisi antirasuah itu menetapkan pejabat negara selevel menteri sebagai tersangka. Namun di sisi lain, ada rasa prihatin karena hanya dalam waktu singkat dua pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu harus berurusan dengan hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Bagi Jokowi, bisa jadi ini menjadi tamparan keras akibat aksi tidak elok anak buahnya itu. Bagaimana tidak, jauh sebelum itu, tepatnya saat mengumumkan anggota kabinet baru yang bertugas sejak Oktober 2019 hingga 2024 nanti, Jokowi sudah mewanti-wanti agar para menterinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Jangankan korupsi, Jokowi bahkan dengan terang menyatakan, para menteri jangan sampai membuat sistem yang memungkinkan adanya celah terjadinya korupsi di lingkungan kementeriannya.
Tapi apa mau di kata, ketegasan Presiden Jokowi rupanya tidak dilaksanakan dengan baik oleh kedua menteri yang berasal dari dua parpol yang kini berkoalisi itu. Kesal dengan kelakuan anak buahnya, Jokowi pun menyatakan tidak akan melindungi menterinya yang tersangkut korupsi. Presiden menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme yang berlangsung di KPK.
Bicara kasus dugaan korupsi yang melibatkan menteri, ini memang bukan yang pertama kalinya terjadi. Pada pemerintahan periode pertama Jokowi, ada dua menteri yang tersandung korupsi. Keduanya adalah Idrus Marham yang saat itu menjabat menteri sosial dan Imam Nahrawi, yang kala itu menjabat menteri pemuda dan olahraga. Di era KPK yang saat itu dipimpin Agus Rahardjo dkk, keduanya masing-masing disangkakan dugaan korupsi suap PLTU-Riau 1 dan dana hibah kemenpora.
Sementara di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ada juga menteri aktif yang berurusan dengan KPK. Mereka adalah Jero Wacik (Menteri ESDM), Andi A Mallarangeng (Menpora), dan Suryadharma Ali (Menteri Agama). Selain pembantu presiden, aksi korupsi juga kerap terjadi di lingkungan pemerintah daerah maupun di DPR/DPRD tak terhitung lagi berapa banyak kepala daerah yang harus menginap di Kuningan.
Melihat banyaknya menteri dan pejabat yang menjadi pasien KPK selama ini, seharusnya menjadi alarm bagi kita semua bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Bagaimanapun lembaga hukum diperkuat, apabila tidak ada teladan dari pimpinan untuk tidak korupsi, rasanya akan sia-sia. Ya, ibarat nasi sudah menjadi bubur, kini kita hanya bisa berharap tidak ada lagi anggaran yang korupsi oleh menteri maupun bawahannya. Untuk itu, perlu dikawal secara ketat realisasi anggaran pemerintah agar tidak lagi diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Apalagi masa pemulihan Covid-19 masih akan berlanjut di 2021 dan ratusan triliun tetap dianggarkan untuk pemulihan ekonomi nasional.
Lihat Juga: Dedy Mandarsyah Pejabat yang Disorot Karena Dokter Koas Pernah Disebut dalam Kasus OTT Kaltim
(bmm)