Jangan Remehkan Milenial, Mereka Bisa Jadi Penentu Pemilu 2024
loading...
A
A
A
“Mereka yang lahir setelah tahun 1998 itu tidak tahu soal Orde Baru dan partai politik pun sama sekali baru punya peta baru, berbeda dengan PDIP, Golkar dan PPP yang sampai sekarang diuntungkan dengan pemilih tradisional,’ kata Kunto kepada SINDOnews.
(Baca juga : Khabib Nurmagomedov Kembali Bertarung jika Direstui Sang Ibu )
Sebab, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengemuka di era Orde Baru. “Dan tidak ada partai lainnya, tidak ada kompetisi lain, ini yang membuat PDIP, Golkar dan PPP masih dapat vote yang relatif lumayan lah sampai hari ini, PDIP dan Golkar misalnya masih dalam tiga besar, PPP walaupun sudah hancur-hancuran juga enggak terdepak dari parlemen gitu,” ungkapnya.
Menurut dia, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dan partai-partai lain yang lahir setelah Orde Baru ingin merekrut anak-anak muda untuk fondasi yang kuat bari mereka.
“Pemilih pemula tepatnya, enggak hanya milenial, tapi mungkin yang lebih muda, generasi Z pemilih pemula untuk benar-benar menjadikan mereka sebagai partai pilihan pertamanya, dan diharapkan kalau sosialisasi politik pertama adalah dengan partai itu maka identifikasinya akan lebih langgeng,” tuturnya.
Dia berpendapat, tidak hanya partai baru, partai lama pun berebut meraih anak-anak muda dan pemilih pemula itu. “Jumlah mereka yang besar juga akan menentukan Pemilu berikutnya,” katanya.
Kemudian, dia membeberkan bahwa isu-isu baru yang lebih sensitif pada anak-anak muda seperti isu lapangan kerja dan isu lingkungan hidup harus benar-benar digarap partai-partai politik yang mengincar suara pemilih pemula ataupun milenial.
“Karena mereka lah yang nantinya akan memiliki masa depan kan yang punya masa depan adalah anak-anak muda ini, dan partai-partai harus rajin menggarap isu-isu ini menurut saya,” tuturnya.
Sedangkan untuk partai-partai Islam, menurut dia, ada catatan tersendiri. “Bahwa sejak pemilu dilakukan, setelah Orde Baru, perolehan partai Islam itu kan sebenarnya enggak besar-besar amat, sekitar 33-35 persen, enggak pernah sampai 40 persen gitu,” katanya.
Maka itu, menurut dia, partai-partai Islam harus berebut ceruk pemilih milenial tersebut. “Makanya sangat mungkin ketika Gelora sebagai partai baru ingin keluar dari ceruk partai Islam ini dengan tidak membawa embel-embel Islam walaupun sempalan PKS, dan mereka lebih menargetkan anak-anak muda yang tidak harus ikut pengajian, yang enggak harus punya identitas Islam yang kuat, ini mungkin salah satu upaya Gelora untuk keluar dari jebakan ceruk pasar pemilih Partai Islam yang memang enggak berkembang selama ini,’ katanya.
(Baca juga : Khabib Nurmagomedov Kembali Bertarung jika Direstui Sang Ibu )
Sebab, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengemuka di era Orde Baru. “Dan tidak ada partai lainnya, tidak ada kompetisi lain, ini yang membuat PDIP, Golkar dan PPP masih dapat vote yang relatif lumayan lah sampai hari ini, PDIP dan Golkar misalnya masih dalam tiga besar, PPP walaupun sudah hancur-hancuran juga enggak terdepak dari parlemen gitu,” ungkapnya.
Menurut dia, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dan partai-partai lain yang lahir setelah Orde Baru ingin merekrut anak-anak muda untuk fondasi yang kuat bari mereka.
“Pemilih pemula tepatnya, enggak hanya milenial, tapi mungkin yang lebih muda, generasi Z pemilih pemula untuk benar-benar menjadikan mereka sebagai partai pilihan pertamanya, dan diharapkan kalau sosialisasi politik pertama adalah dengan partai itu maka identifikasinya akan lebih langgeng,” tuturnya.
Dia berpendapat, tidak hanya partai baru, partai lama pun berebut meraih anak-anak muda dan pemilih pemula itu. “Jumlah mereka yang besar juga akan menentukan Pemilu berikutnya,” katanya.
Kemudian, dia membeberkan bahwa isu-isu baru yang lebih sensitif pada anak-anak muda seperti isu lapangan kerja dan isu lingkungan hidup harus benar-benar digarap partai-partai politik yang mengincar suara pemilih pemula ataupun milenial.
“Karena mereka lah yang nantinya akan memiliki masa depan kan yang punya masa depan adalah anak-anak muda ini, dan partai-partai harus rajin menggarap isu-isu ini menurut saya,” tuturnya.
Sedangkan untuk partai-partai Islam, menurut dia, ada catatan tersendiri. “Bahwa sejak pemilu dilakukan, setelah Orde Baru, perolehan partai Islam itu kan sebenarnya enggak besar-besar amat, sekitar 33-35 persen, enggak pernah sampai 40 persen gitu,” katanya.
Maka itu, menurut dia, partai-partai Islam harus berebut ceruk pemilih milenial tersebut. “Makanya sangat mungkin ketika Gelora sebagai partai baru ingin keluar dari ceruk partai Islam ini dengan tidak membawa embel-embel Islam walaupun sempalan PKS, dan mereka lebih menargetkan anak-anak muda yang tidak harus ikut pengajian, yang enggak harus punya identitas Islam yang kuat, ini mungkin salah satu upaya Gelora untuk keluar dari jebakan ceruk pasar pemilih Partai Islam yang memang enggak berkembang selama ini,’ katanya.