Rektor USN Kolaka Beberkan Cara Cegah Korupsi Kepala Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rektor Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) Azhari berpandangan ada tiga cara utama untuk mencegah dan memutus mata rantai korupsi yang diduga dilakukan para kepala daerah agar benar-benar tidak terulang dan terjadi lagi.
Menurut Azhari, pertama, pengambil kebijakan di pemerintah pusat harus berpikir dan bertindak supaya korupsi kepala daerah tidak terus-menerus ada. Caranya, pemerintah pusat mengubah dan meningkatkan standar gaji bagi kepala daerah. Pasalnya, sampai saat ini gaji kepala daerah hanya sekitar Rp7 juta per bulan. Padahal saat seseorang maju sebagai calon kepala daerah mengeluarkan biaya yang sangat besar.
"Pengeluaran kepala daerah (saat menjadi calon) sangat besar dan pekerjaan tugasnya sebagai kepala daerah (saat menjabat) tinggi sekali tapi gajinya masih Rp7 juta satu bulan. Harusnya pemerintah di pusat menambah gaji kepala daerah dan biaya-biaya lainnya. Karena jangan sampai karena itu lagi-lagi ada korupsi," kata Azhari saat dihubungi SINDOnews di Jakarta. ( )
Pakar dan peneliti pemerintahan ini mengungkapkan, kedua, proses rekrutmen calon kepala daerah oleh partai politik harus diubah standarnya, bukan semata kemampuan finansial. Semestinya, Azhari menegaskan, partai politik melihat calon kepala daerah saat proses rekrutmen pada empat aspek.
Masing-masing, kata Azhari, kemampuan keilmuan, kapasitas dalam bidang pemerintahan, memiliki kemampuan finansial, dan sudah selesai dengan dirinya sendiri tanpa harus nanti memikirkan cara mengembalikan uang dengan jalan korupsi. Selain itu, sangat dibutuhkan calon kepala daerah yang benar-benar berintegritas dan mampu menjalankan pencegahan korupsi.
"Jadi standar seperti itu yang harus diperhatikan partai. Kita lihat di beberapa negara di luar negeri, calon wali kotanya itu sudah selesai dengan dirinya sendiri dan tinggal mengabdi saja," ujarnya. ( )
Ketiga, Azhari melanjutkan, bagi kepala daerah yang sedang menjabat harus benar-benar mengingat sumpah atau janji jabatan yang diucapkan serta pakta integritas yang ditandatangani sebelumnya. Sumpah atau janji jabatan di atas kitab suci jelas bukan hal yang main-main.
Azhari menggariskan, pakta integritas tidak akan memiliki makna apapun kalau kepala daerah masih berpikir untuk mengeruk uang guna kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompoknya. Berikutnya program dan tindakan pencegahan korupsi harus dilakukan secara utuh, maksimal, dan dibuktikan dengan tindakan bukan sekadar ucapan.
"Kepala daerah harus konsisten melakukan pencegahan korupsi. Tapi harus diingat, integritas juga tidak akan dijalankan kepala daerah sepanjang kesejahteraan mereka tidak terpenuhi," kata Azhari.
Menurut Azhari, pertama, pengambil kebijakan di pemerintah pusat harus berpikir dan bertindak supaya korupsi kepala daerah tidak terus-menerus ada. Caranya, pemerintah pusat mengubah dan meningkatkan standar gaji bagi kepala daerah. Pasalnya, sampai saat ini gaji kepala daerah hanya sekitar Rp7 juta per bulan. Padahal saat seseorang maju sebagai calon kepala daerah mengeluarkan biaya yang sangat besar.
"Pengeluaran kepala daerah (saat menjadi calon) sangat besar dan pekerjaan tugasnya sebagai kepala daerah (saat menjabat) tinggi sekali tapi gajinya masih Rp7 juta satu bulan. Harusnya pemerintah di pusat menambah gaji kepala daerah dan biaya-biaya lainnya. Karena jangan sampai karena itu lagi-lagi ada korupsi," kata Azhari saat dihubungi SINDOnews di Jakarta. ( )
Pakar dan peneliti pemerintahan ini mengungkapkan, kedua, proses rekrutmen calon kepala daerah oleh partai politik harus diubah standarnya, bukan semata kemampuan finansial. Semestinya, Azhari menegaskan, partai politik melihat calon kepala daerah saat proses rekrutmen pada empat aspek.
Masing-masing, kata Azhari, kemampuan keilmuan, kapasitas dalam bidang pemerintahan, memiliki kemampuan finansial, dan sudah selesai dengan dirinya sendiri tanpa harus nanti memikirkan cara mengembalikan uang dengan jalan korupsi. Selain itu, sangat dibutuhkan calon kepala daerah yang benar-benar berintegritas dan mampu menjalankan pencegahan korupsi.
"Jadi standar seperti itu yang harus diperhatikan partai. Kita lihat di beberapa negara di luar negeri, calon wali kotanya itu sudah selesai dengan dirinya sendiri dan tinggal mengabdi saja," ujarnya. ( )
Ketiga, Azhari melanjutkan, bagi kepala daerah yang sedang menjabat harus benar-benar mengingat sumpah atau janji jabatan yang diucapkan serta pakta integritas yang ditandatangani sebelumnya. Sumpah atau janji jabatan di atas kitab suci jelas bukan hal yang main-main.
Azhari menggariskan, pakta integritas tidak akan memiliki makna apapun kalau kepala daerah masih berpikir untuk mengeruk uang guna kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompoknya. Berikutnya program dan tindakan pencegahan korupsi harus dilakukan secara utuh, maksimal, dan dibuktikan dengan tindakan bukan sekadar ucapan.
"Kepala daerah harus konsisten melakukan pencegahan korupsi. Tapi harus diingat, integritas juga tidak akan dijalankan kepala daerah sepanjang kesejahteraan mereka tidak terpenuhi," kata Azhari.
(abd)