3T Efektif Putus Penularan Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Untuk meminimalkan risiko dan memutus kontak penularan Covid-19, tidak ada alasan bagi masyarakat untuk menolak pelacakan kontak. Tenaga kesehatan yang melakukan pelacakan hanya hendak memastikan gejala sakit dikenali lebih awal dan demikian juga dengan riwayat kontak pasien.
Semakin cepat diketahui, penularan lebih luas bisa dicegah karena memang mayoritas penderita Covid-19 adalah orang tanpa gejala. Selain itu penularan Covid-19 yang makin cepat diketahui akan memudahkan pasien menjalani pemulihan. Sebaliknya bila terlambat, risiko tingkat kematian akan semakin tinggi, apalagi bila pasien memiliki penyakit bawaan (pneumonia). (Baca: Ini Perbedaan Muslim dan Mukmin, Kamu Pilih yang Mana?)
Berdasarkan data yang dihimpun Satgas Penanganan Covid-19 dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, ditemukan pasien dengan kategori ringan memiliki risiko kematian 0%, pasien dengan kategori sedang mencapai 2,6%, pasien kategori berat 5,5%, dan pasien kategori kritis memiliki risiko kematian 67,4%. Kategori kritis adalah pasien dengan komplikasi infeksi berat yang mengancam kematian, pneumonia berat, serta gagal oksigenasi dan ventilasi.
Tak sedikit pasien memasuki fase kritis karena sebelumnya memiliki penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, ginjal, dan gangguan paru-paru. Titik paling krusial saat ini dalam memperkecil risiko kematian akibat Covid-19 adalah dengan menjaga agar pasien tidak berpindah fase atau kategori sakit dan sedapat mungkin tetap dengan gejala ringan sehingga lebih mudah disembuhkan.
“Penanganan kesehatan adalah sebuah kerja kemanusiaan. Ini adalah prioritas dokter dan tenaga kesehatan sekarang. Apalagi dalam seminggu terakhir tingkat penularan cenderung meningkat,” tutur Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam siaran persnya di Jakarta kemarin. (Baca juga: Akibat Pandemi Covid-19, Darurat Pendidikan Makin Parah)
Menurut Doni, selain disiplin menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), langkah jitu memutus mata rantai penularan Covid-19 adalah melakukan 3T, yakni pemeriksaan (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) yang tepat kepada pasien yang tertular. Namun pemeriksaan dan pelacakan ternyata tidak mudah dilakukan karena terjadi penolakan di masyarakat. Dia menduga fenomena ini terjadi karena di masyarakat masih berkembang stigma negatif bagi penderita Covid-19 sehingga masyarakat takut divonis tertular.
“Padahal masyarakat tak perlu takut karena mayoritas penderita Covid-19 (setelah ditangani secara medis) sembuh. Di Indonesia sekarang angka kesembuhan telah menembus 83,9% dari kasus aktif, jauh di atas kesembuhan dunia yang di level 69%,” katanya.
Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Alexander K Gintings mengungkapkan, timnya saat ini sedang berada di lapangan untuk melakukan penelusuran kontak erat pasien. Saat ini Satgas Penanganan Covid-19, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Daerah, telah menurunkan lebih dari 5.000 relawan pelacak kontak (tracer) untuk melakukan deteksi awal penularan di 10 prioritas. Para pelacak kontak ini yang kini tengah mengalami persinggungan dengan masyarakat untuk memutus rantai penularan. (Baca juga: Minat Wisata Petuangan dan Alam Terbuka Meningkat)
“Gerakan kesehatan untuk menanggulangi Covid-19 adalah sebuah gerakan kemasyarakatan nonpartisan, untuk kemanusiaan, nondiskrimintif, dan pro-kehidupan. Ini yang perlu ditanamkan sehingga masyarakat tidak perlu resisten agar anggota di lapangan bekerja aman dan nyaman serta tidak dicurigai,” ujar dia.
Semakin cepat diketahui, penularan lebih luas bisa dicegah karena memang mayoritas penderita Covid-19 adalah orang tanpa gejala. Selain itu penularan Covid-19 yang makin cepat diketahui akan memudahkan pasien menjalani pemulihan. Sebaliknya bila terlambat, risiko tingkat kematian akan semakin tinggi, apalagi bila pasien memiliki penyakit bawaan (pneumonia). (Baca: Ini Perbedaan Muslim dan Mukmin, Kamu Pilih yang Mana?)
Berdasarkan data yang dihimpun Satgas Penanganan Covid-19 dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, ditemukan pasien dengan kategori ringan memiliki risiko kematian 0%, pasien dengan kategori sedang mencapai 2,6%, pasien kategori berat 5,5%, dan pasien kategori kritis memiliki risiko kematian 67,4%. Kategori kritis adalah pasien dengan komplikasi infeksi berat yang mengancam kematian, pneumonia berat, serta gagal oksigenasi dan ventilasi.
Tak sedikit pasien memasuki fase kritis karena sebelumnya memiliki penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, ginjal, dan gangguan paru-paru. Titik paling krusial saat ini dalam memperkecil risiko kematian akibat Covid-19 adalah dengan menjaga agar pasien tidak berpindah fase atau kategori sakit dan sedapat mungkin tetap dengan gejala ringan sehingga lebih mudah disembuhkan.
“Penanganan kesehatan adalah sebuah kerja kemanusiaan. Ini adalah prioritas dokter dan tenaga kesehatan sekarang. Apalagi dalam seminggu terakhir tingkat penularan cenderung meningkat,” tutur Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam siaran persnya di Jakarta kemarin. (Baca juga: Akibat Pandemi Covid-19, Darurat Pendidikan Makin Parah)
Menurut Doni, selain disiplin menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), langkah jitu memutus mata rantai penularan Covid-19 adalah melakukan 3T, yakni pemeriksaan (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) yang tepat kepada pasien yang tertular. Namun pemeriksaan dan pelacakan ternyata tidak mudah dilakukan karena terjadi penolakan di masyarakat. Dia menduga fenomena ini terjadi karena di masyarakat masih berkembang stigma negatif bagi penderita Covid-19 sehingga masyarakat takut divonis tertular.
“Padahal masyarakat tak perlu takut karena mayoritas penderita Covid-19 (setelah ditangani secara medis) sembuh. Di Indonesia sekarang angka kesembuhan telah menembus 83,9% dari kasus aktif, jauh di atas kesembuhan dunia yang di level 69%,” katanya.
Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Alexander K Gintings mengungkapkan, timnya saat ini sedang berada di lapangan untuk melakukan penelusuran kontak erat pasien. Saat ini Satgas Penanganan Covid-19, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Daerah, telah menurunkan lebih dari 5.000 relawan pelacak kontak (tracer) untuk melakukan deteksi awal penularan di 10 prioritas. Para pelacak kontak ini yang kini tengah mengalami persinggungan dengan masyarakat untuk memutus rantai penularan. (Baca juga: Minat Wisata Petuangan dan Alam Terbuka Meningkat)
“Gerakan kesehatan untuk menanggulangi Covid-19 adalah sebuah gerakan kemasyarakatan nonpartisan, untuk kemanusiaan, nondiskrimintif, dan pro-kehidupan. Ini yang perlu ditanamkan sehingga masyarakat tidak perlu resisten agar anggota di lapangan bekerja aman dan nyaman serta tidak dicurigai,” ujar dia.