Penyebaran Konten Pornografi, Pengamat Hukum: Utamakan Perlindungan Korban

Selasa, 10 November 2020 - 12:14 WIB
loading...
Penyebaran Konten Pornografi,...
Sejumlah video asusila diduga mirip beberapa selebriti Tanah Air yang beredar di media sosial telah memantik perhatian publik, termasuk kalangan akademisi. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah video asusila diduga mirip beberapa selebriti Tanah Air yang beredar di media sosial telah memantik perhatian publik, termasuk dari kalangan akademisi. Peneliti dan akademisi hukum pidana STH Indonesia Jentera, Miko Ginting memaparkan tiga hal yang menjadi menurutnya perlu menjadi fokus persoalan.

(Baca juga: Dosen UI Sebut UU Cipta Kerja Solusi Industri Serap Tenaga Kerja Lebih Optimal)

Pertama, dalam kasus-kasus seperti ini, pelindungan korban harus selalu menjadi yang paling utama. Terlebih dalam masyarakat yang patriarkal ini, perempuan telah dan akan selalu menjadi korban ganda.

"Korban adalah yang utama. Tidak terlalu penting ia public figure atau bukan. Esensinya, mereka adalah korban apapun status sosialnya," kata Miko kepada SINDOnews, Selasa (10/11/2020).

(Baca juga: Ini yang Akan Dilakukan Habib Rizieq Begitu Mendarat di Bandara Soetta)

Ia pun mengaitkan kasus serupa pada beberapa tahun lalu yang melibatkan vokalis band terkenal. Korban yang privasinya terumbar itu malah menjadi pesakitan dan divonis bersalah.

Sementara, kedua perempuan pasangannya masih menjadi tersangka sampai hari ini. Belum lagi ditambah persepsi negatif dan penghakiman oleh publik yang akan terus-menerus diemban oleh mereka.

Kedua lanjut Miko, konstruksi tindak pidana dan pemilihan delik menjadi penting. Soal pornografi ini diatur dalam KUHP, UU ITE, dan UU Pornografi. Meski demikian, KUHP dan UU ITE masih menggunakan istilah 'kesusilaan' dan bukan pornografi.

Menurut dia, istilah pornografi sebenarnya mulai resmi digunakan mulai 1970-an sesudah pertemuan Presiden Soeharto, Departemen Penerangan, dan organisasi jurnalis untuk membahas pers komunisme dan pers yang menyimpang.

"Perlu diingat, dalam pemilihan delik ini ukurannya adalah kehati-hatian. UU Pornografi, misalnya, tidak mengandung unsur 'dengan sengaja'. Artinya, siapapun yang menyimpan, menggandakan, memproduksi, dan lain-lain suatu konten pornografi akan terkena delik,” ujar eks peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia itu.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1918 seconds (0.1#10.140)