Analisa Sejumah Akademisi Terkait Respons Pemerintah terhadap Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 atau virus Corona yang tengah melanda Indonesia membuat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Pemda) terus berupaya mencegah penyebaran virus tersebut. Atas kondisi tersebut, Perkumpulan Kader Bangsa menggelar diskusi online dengan tema "Pandemi Covid-19 dan Implikasi Sosial, Ekonomi dan Politik".
Ketua Perkumpulan Kader Bangsa, Dimas Oky Nugroho mengatakan, diskusi ini bertujuan untuk membahas dan memetakan permasalahan bangsa di tengah pandemi dan tantangan ke depan pasca berakhirnya wabah Covid-19 di Indonesia.
"Setelah pandemi dunia tidak akan sama dengan sebelumnya. Sehingga penting bagi para akademisi dan intelektual publik sebagai kekuatan masyarakat sipil untuk bisa mengevaluasi dan memetakan apa yang terjadi hari ini," kata Dimas, Sabtu (9/5/2020).
"Kemudian, membuat catatan untuk proyeksi menghadapi kemungkinan tantangan Indonesia ke depan. Untuk awal ini diskusi kita secara umum meliputi isu sosial, politik, dan ekonomi," sambungnya. (Baca juga: Pemerintah Diminta Lebih Perhatikan Nasib Pekerja Migran Indonesia)
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dardias menyatakan, pentingnya aspek governability dan konsistensi dalam menghadapi situasi krisis.
"Setidaknya ada empat hal yang kita soroti dari kinerja pemerintah, yakni aspek governability, lalu aspek tumpang tindih kebijakan dan kewenangan, aspek konsistensi, dan aspek impact dari setiap kebijakan, apakah efektif dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat," ujar Bayu.
Selain pada aspek pemerintahan, catatan juga diberikan pada persoalan ekonomi. Pandemi dan respons untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menimbulkan masalah lain, yakni ketidakpastian di bidang dunia usaha. Tak sedikit hari ini perusahaan harus melakukan PHK.
Pengamat ekonomi dan dunia usaha dari Focal Point Institute, Medan, Palacheta Subianto menyarankan, selain fokus untuk memberikan bantuan langsung dan jaring pengaman sosial kepada masyarakat terdampak, pemerintah juga fokus pada upaya dukungan terhadap pengusaha khususnya UMKM.
"Dalam situasi seperti ini, pengusaha dan UMKM harus menjadi fokus perhatian pemerintah. Keberadaan mereka mampu menyerap tenaga kerja atau membuat kesempatan kerja baru, baik di masa krisis ini maupun paska Covid nanti," ujar alumni London School of Economics ini.
Sementara aktivis GP Ansor NU, Nuruzzaman mengkritisi sejumlah kebijakan dukungan pemerintah di bidang ekonomi yang dinilainya kurang transparan dan komunikatif terhadap unsur-unsur masyarakat.
"Kebijakan RUU Cipta Kerja, Program Kartu Prakerja dan Perppu Stimulus adalah tiga hal yang paling disoroti oleh publik. Presiden sebaiknya mendengar betul-betul aspirasi publik yang merupakan penerima manfaat dari kebijakan-kebijakan ekonomi ini," tegasnya.
Sementara itu, dosen Universitas Udayana Ni Made Ras Amanda menjelaskan, lesunya sektor pariwisata di Bali membawa implikasi banyaknya pegawai hotel dan restauran yang dirumahkan bahkan kehilangan pekerjaannya.
"Kalau pun ada hotel yang buka pasti sepi. Yang ada hanya wisatawan asing yang terjebak karena tidak bisa pulang ke negara asalnya," ujarnya.
Amanda juga menjelaskan, meskipun terkena dampak pandemi, masyarakat di Bali tetap mencoba berusaha bertahan. Justru baginya yang menarik adalah keutamaan sistem sosial dan masyarakat sipil di Bali dalam menghadapi krisis.
"Di tengah catatan kritis kita terhadap kinerja pemerintah baik pusat maupun daerah, peran masyarakat sipil dan sistem sosial di warga saya lihat cukup baik dalam menjaga dirinya menghadapi pandemi dan krisis yang diakibatkan," ujar Amanda.
Sementara itu, pakar politik dari Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi menilai, kebijakan yang diambil pemerintah saat pandemi merupakan cerminan ketidaksiapan dan kepanikan dalam menghadapi situasi.
"Respons pemerintah terlihat tidak cukup siap dan terkesan panik. Dalam situasi seperti ini pemerintah mestinya fokus terlebuh dulu pada aspek human security dan itu yang menjadi landasan bagi kebijakan lainnya," ungkap doktor alumni Murdoch University, Perth ini.
Subhan Setowara, aktivis kepemudaan dan pluralisme dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyatakan, problem ketidaksigapan institusi pemerintah bukan hanya dihadapi oleh Indonesia. Negara-negara lain, bahkan negara besar sekalipun, terlihat pontang-panting menghadapi pandemi Covid-19.
"Kita jangan hanya mengkritik tapi lihat secara objektif. Justru akibat krisis ini maka ada banyak perbaikan dalam institusi pemerintah. Pastinya butuh waktu. Tapi saya saksikan di sejumlah sektor pemerintah sudah cepat dalam merespons dan mengantisipasi, misalnya kebijakan isolasi bagi pendatang," ujar Subhan, tokoh anak muda asal NTT ini.
Berly, pengajar ekonomi Universitas Indonesia (UI) menyatakan, pentingnya unsur pemerintah dan unsur masyarakat sipil untuk belajar dari bagaimana kita sebagai bangsa menghadapi situasi krisis. "Berbagai situasi hari ini menjadi catatan bagi kita semua dalam merencanakan Indonesia yang lebih baik dan solid ke depannya," ujar Berly.
Meskipun banyak pro dan kontra, keseluruh pembicara dan partisipan diskusi mengajak masyarakat untuk bersatu dan menjalankan imbauan pemerintah.
"Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk mematuhi segala imbauan dan mempercayakan penanganan pandemi pada pemerintah. Posisi negara dan masyarakat tidak harus dinilai secara oposisional, namun juga kemitraan atau partnership, itulah demokrasi yang sehat," tutup Dimas.
Dalam diskusi ini diundang narasumber masyarakat sipil akademisi dari Aceh sampai Papua. Mereka adalah intelektual publik, akademisi, aktivis dan pegiat sosial kemasyarakatan. Di antaranya antropolog T Kemal Fasya dari Universitas Malikussaleh (Lhokseumawe), pengamat bisnis dan ekonomi Palacheta Subianto dari Focal Point Institute (Medan), ekonom UI Berly Martawardaya, peneliti Hubungan Internasional Shiska Prabawaningtyas dari Universitas Paramadina.
Kemudian Mohammad Nuruzzaman dari GP Ansor NU yang juga pengajar Universitas Swadaya Gunung Jati (Cirebon), pakar kebijakan publik dari UGM Yogyakarta Bayu Dardias, pengamat politik Airlangga Pribadi dari Unair (Surabaya), aktivis pluralisme M Subhan Setowara (UMM Malang), pengamat komunikasi Ni Made Ras Amanda Universitas Udayana (Bali), dan pengamat pemerintahan Edward Wimon Kocu Universitas Cendrawasih (Jayapura).
Perkumpulan Kader Bangsa akan melakukan diskusi online secara reguler. Mempertemukan berbagai perwakilan tokoh muda dan kalangan masyarakat sipil dari seluruh Indonesia membahas berbagai isu-isu nasional.
Ketua Perkumpulan Kader Bangsa, Dimas Oky Nugroho mengatakan, diskusi ini bertujuan untuk membahas dan memetakan permasalahan bangsa di tengah pandemi dan tantangan ke depan pasca berakhirnya wabah Covid-19 di Indonesia.
"Setelah pandemi dunia tidak akan sama dengan sebelumnya. Sehingga penting bagi para akademisi dan intelektual publik sebagai kekuatan masyarakat sipil untuk bisa mengevaluasi dan memetakan apa yang terjadi hari ini," kata Dimas, Sabtu (9/5/2020).
"Kemudian, membuat catatan untuk proyeksi menghadapi kemungkinan tantangan Indonesia ke depan. Untuk awal ini diskusi kita secara umum meliputi isu sosial, politik, dan ekonomi," sambungnya. (Baca juga: Pemerintah Diminta Lebih Perhatikan Nasib Pekerja Migran Indonesia)
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dardias menyatakan, pentingnya aspek governability dan konsistensi dalam menghadapi situasi krisis.
"Setidaknya ada empat hal yang kita soroti dari kinerja pemerintah, yakni aspek governability, lalu aspek tumpang tindih kebijakan dan kewenangan, aspek konsistensi, dan aspek impact dari setiap kebijakan, apakah efektif dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat," ujar Bayu.
Selain pada aspek pemerintahan, catatan juga diberikan pada persoalan ekonomi. Pandemi dan respons untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menimbulkan masalah lain, yakni ketidakpastian di bidang dunia usaha. Tak sedikit hari ini perusahaan harus melakukan PHK.
Pengamat ekonomi dan dunia usaha dari Focal Point Institute, Medan, Palacheta Subianto menyarankan, selain fokus untuk memberikan bantuan langsung dan jaring pengaman sosial kepada masyarakat terdampak, pemerintah juga fokus pada upaya dukungan terhadap pengusaha khususnya UMKM.
"Dalam situasi seperti ini, pengusaha dan UMKM harus menjadi fokus perhatian pemerintah. Keberadaan mereka mampu menyerap tenaga kerja atau membuat kesempatan kerja baru, baik di masa krisis ini maupun paska Covid nanti," ujar alumni London School of Economics ini.
Sementara aktivis GP Ansor NU, Nuruzzaman mengkritisi sejumlah kebijakan dukungan pemerintah di bidang ekonomi yang dinilainya kurang transparan dan komunikatif terhadap unsur-unsur masyarakat.
"Kebijakan RUU Cipta Kerja, Program Kartu Prakerja dan Perppu Stimulus adalah tiga hal yang paling disoroti oleh publik. Presiden sebaiknya mendengar betul-betul aspirasi publik yang merupakan penerima manfaat dari kebijakan-kebijakan ekonomi ini," tegasnya.
Sementara itu, dosen Universitas Udayana Ni Made Ras Amanda menjelaskan, lesunya sektor pariwisata di Bali membawa implikasi banyaknya pegawai hotel dan restauran yang dirumahkan bahkan kehilangan pekerjaannya.
"Kalau pun ada hotel yang buka pasti sepi. Yang ada hanya wisatawan asing yang terjebak karena tidak bisa pulang ke negara asalnya," ujarnya.
Amanda juga menjelaskan, meskipun terkena dampak pandemi, masyarakat di Bali tetap mencoba berusaha bertahan. Justru baginya yang menarik adalah keutamaan sistem sosial dan masyarakat sipil di Bali dalam menghadapi krisis.
"Di tengah catatan kritis kita terhadap kinerja pemerintah baik pusat maupun daerah, peran masyarakat sipil dan sistem sosial di warga saya lihat cukup baik dalam menjaga dirinya menghadapi pandemi dan krisis yang diakibatkan," ujar Amanda.
Sementara itu, pakar politik dari Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi menilai, kebijakan yang diambil pemerintah saat pandemi merupakan cerminan ketidaksiapan dan kepanikan dalam menghadapi situasi.
"Respons pemerintah terlihat tidak cukup siap dan terkesan panik. Dalam situasi seperti ini pemerintah mestinya fokus terlebuh dulu pada aspek human security dan itu yang menjadi landasan bagi kebijakan lainnya," ungkap doktor alumni Murdoch University, Perth ini.
Subhan Setowara, aktivis kepemudaan dan pluralisme dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyatakan, problem ketidaksigapan institusi pemerintah bukan hanya dihadapi oleh Indonesia. Negara-negara lain, bahkan negara besar sekalipun, terlihat pontang-panting menghadapi pandemi Covid-19.
"Kita jangan hanya mengkritik tapi lihat secara objektif. Justru akibat krisis ini maka ada banyak perbaikan dalam institusi pemerintah. Pastinya butuh waktu. Tapi saya saksikan di sejumlah sektor pemerintah sudah cepat dalam merespons dan mengantisipasi, misalnya kebijakan isolasi bagi pendatang," ujar Subhan, tokoh anak muda asal NTT ini.
Berly, pengajar ekonomi Universitas Indonesia (UI) menyatakan, pentingnya unsur pemerintah dan unsur masyarakat sipil untuk belajar dari bagaimana kita sebagai bangsa menghadapi situasi krisis. "Berbagai situasi hari ini menjadi catatan bagi kita semua dalam merencanakan Indonesia yang lebih baik dan solid ke depannya," ujar Berly.
Meskipun banyak pro dan kontra, keseluruh pembicara dan partisipan diskusi mengajak masyarakat untuk bersatu dan menjalankan imbauan pemerintah.
"Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk mematuhi segala imbauan dan mempercayakan penanganan pandemi pada pemerintah. Posisi negara dan masyarakat tidak harus dinilai secara oposisional, namun juga kemitraan atau partnership, itulah demokrasi yang sehat," tutup Dimas.
Dalam diskusi ini diundang narasumber masyarakat sipil akademisi dari Aceh sampai Papua. Mereka adalah intelektual publik, akademisi, aktivis dan pegiat sosial kemasyarakatan. Di antaranya antropolog T Kemal Fasya dari Universitas Malikussaleh (Lhokseumawe), pengamat bisnis dan ekonomi Palacheta Subianto dari Focal Point Institute (Medan), ekonom UI Berly Martawardaya, peneliti Hubungan Internasional Shiska Prabawaningtyas dari Universitas Paramadina.
Kemudian Mohammad Nuruzzaman dari GP Ansor NU yang juga pengajar Universitas Swadaya Gunung Jati (Cirebon), pakar kebijakan publik dari UGM Yogyakarta Bayu Dardias, pengamat politik Airlangga Pribadi dari Unair (Surabaya), aktivis pluralisme M Subhan Setowara (UMM Malang), pengamat komunikasi Ni Made Ras Amanda Universitas Udayana (Bali), dan pengamat pemerintahan Edward Wimon Kocu Universitas Cendrawasih (Jayapura).
Perkumpulan Kader Bangsa akan melakukan diskusi online secara reguler. Mempertemukan berbagai perwakilan tokoh muda dan kalangan masyarakat sipil dari seluruh Indonesia membahas berbagai isu-isu nasional.
(maf)