Puskesmas Akan Dimaksimalkan Sebagai Garda Utama Hadapi Corona
loading...
A
A
A
“Jadi, itu dan ternyata untuk membuat tracing yang masif itu sumber daya yang ada di Puskesmas, sumber dayanya bervariasi Puskesmas. Untuk tracing yang secara massal dan bisa representatif membutuhkan juga tenaga-tenaga tambahan,” katanya. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)
Saraswati mengatakan bahwa di awal pandemi Covid-19, Puskesmas juga sudah berupaya melakukan tracing. Hanya, peran itu tidak optimal karena keterbatasan SDM di lapangan. “Sebenarnya dari awal sudah dilakukannya, tapi memang tidak optimal untuk hal tersebut. Kita tahu untuk 3T tersebut. Kita tahu treatment misalnya. Treatment-nya itu sebagian besar mereka adalah kalau yang dengan gejala sedang dan juga mungkin berat itu di rumah sakit,” katanya.
Dia mengungkapkan, pada fase awal penyebaran Covid-19 di Indonesia, pemerintah memfokuskan diri pada penguatan-penguatan rumah sakit sebagai benteng terakhir pengendalian Covid-19. Pada saat itu pemerintah berkejaran dengan waktu dalam menyiapkan alat kesehatan, alat perlindungan diri, termasuk redistribusi tenaga kesehatan menyusul banyak berdirinya rumah sakit-rumah sakit darurat.
“Jadi waktu itu fokusnya lebih ke arah penguatan-penguatan di rumah sakit dari sisi alkes kemudian tenaga kesehatannya dan juga rumah sakit-rumah sakit darurat didirikan. Nah, itu sebenarnya salah satu bentuk komitmen bahwa 3T-nya itu sudah dilakukan, tapi memang tidak optimal,” katanya.
Saraswati pun menegaskan bahwa tracing untuk menemukan kasus Covid-19 tetap menjadi komitmen dari pemerintah. Namun, dengan jumlah SDM yang terbatas, maka hal itu tidak optimalkan dilaksanakan. Menurutnya, pemerintah juga telah mempelajari pola-pola tracing Covid-19 yang dilakukan di berbagai negara untuk mendapatkan model terbaik. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
“Sedangkan untuk tracing boleh kami sampaikan bahwa walaupun sudah ada contoh-contoh di negara lain dilakukan tracing secara masif, tapi Indonesia baru mungkin boleh dibilang bukannya tidak komitmen, kami untuk sisi sumber daya juga kurang,” katanya.
Tracing yang dilakukan secara masif yang dilakukan negara-negara lain, kata Saraswati, mungkin relatif lebih berhasil. “Kita pada awal-awal terjadinya pandemi memang tidak berpikir ke arah situ ya. Jadi, resinya lebih ke arah mereka yang sudah positif dan kemudian melacak kontak erat yang dilakukan oleh teman-teman surveillances,” katanya.
Bahkan, sudah delapan bulan berjalan baru ada rekrutmen petugas lapangan untuk tracing kasus Covid-19 . “Dan, itu tidak dilakukan di enam bulan pertama. Bahkan baru akan dimulai di sekarang dengan membuka kesempatan untuk relawan-relawan membantu recruitment untuk didayagunakan di Puskesmas,” kata Saraswati.
Menkes Indonesia Diundang WHO
World Health Organization (WHO) secara khusus mengundang Menteri Kesehatan (Menkes) Indonesia Terawan Agus Putranto dan Menkes dari tiga negara lainnya yakni Afrika Selatan, Thailand, dan Uzbekistan untuk membahas tindak lanjut intra-action review/IAR dalam kesiapsiagaan dan respons Covid-19 di negara masing-masing. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)
Saraswati mengatakan bahwa di awal pandemi Covid-19, Puskesmas juga sudah berupaya melakukan tracing. Hanya, peran itu tidak optimal karena keterbatasan SDM di lapangan. “Sebenarnya dari awal sudah dilakukannya, tapi memang tidak optimal untuk hal tersebut. Kita tahu untuk 3T tersebut. Kita tahu treatment misalnya. Treatment-nya itu sebagian besar mereka adalah kalau yang dengan gejala sedang dan juga mungkin berat itu di rumah sakit,” katanya.
Dia mengungkapkan, pada fase awal penyebaran Covid-19 di Indonesia, pemerintah memfokuskan diri pada penguatan-penguatan rumah sakit sebagai benteng terakhir pengendalian Covid-19. Pada saat itu pemerintah berkejaran dengan waktu dalam menyiapkan alat kesehatan, alat perlindungan diri, termasuk redistribusi tenaga kesehatan menyusul banyak berdirinya rumah sakit-rumah sakit darurat.
“Jadi waktu itu fokusnya lebih ke arah penguatan-penguatan di rumah sakit dari sisi alkes kemudian tenaga kesehatannya dan juga rumah sakit-rumah sakit darurat didirikan. Nah, itu sebenarnya salah satu bentuk komitmen bahwa 3T-nya itu sudah dilakukan, tapi memang tidak optimal,” katanya.
Saraswati pun menegaskan bahwa tracing untuk menemukan kasus Covid-19 tetap menjadi komitmen dari pemerintah. Namun, dengan jumlah SDM yang terbatas, maka hal itu tidak optimalkan dilaksanakan. Menurutnya, pemerintah juga telah mempelajari pola-pola tracing Covid-19 yang dilakukan di berbagai negara untuk mendapatkan model terbaik. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
“Sedangkan untuk tracing boleh kami sampaikan bahwa walaupun sudah ada contoh-contoh di negara lain dilakukan tracing secara masif, tapi Indonesia baru mungkin boleh dibilang bukannya tidak komitmen, kami untuk sisi sumber daya juga kurang,” katanya.
Tracing yang dilakukan secara masif yang dilakukan negara-negara lain, kata Saraswati, mungkin relatif lebih berhasil. “Kita pada awal-awal terjadinya pandemi memang tidak berpikir ke arah situ ya. Jadi, resinya lebih ke arah mereka yang sudah positif dan kemudian melacak kontak erat yang dilakukan oleh teman-teman surveillances,” katanya.
Bahkan, sudah delapan bulan berjalan baru ada rekrutmen petugas lapangan untuk tracing kasus Covid-19 . “Dan, itu tidak dilakukan di enam bulan pertama. Bahkan baru akan dimulai di sekarang dengan membuka kesempatan untuk relawan-relawan membantu recruitment untuk didayagunakan di Puskesmas,” kata Saraswati.
Menkes Indonesia Diundang WHO
World Health Organization (WHO) secara khusus mengundang Menteri Kesehatan (Menkes) Indonesia Terawan Agus Putranto dan Menkes dari tiga negara lainnya yakni Afrika Selatan, Thailand, dan Uzbekistan untuk membahas tindak lanjut intra-action review/IAR dalam kesiapsiagaan dan respons Covid-19 di negara masing-masing. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)