Puskesmas Akan Dimaksimalkan Sebagai Garda Utama Hadapi Corona

Sabtu, 07 November 2020 - 06:58 WIB
loading...
Puskesmas Akan Dimaksimalkan Sebagai Garda Utama Hadapi Corona
Pemerintah akan memaksimalkan Puskesmas untuk mengendalikan penyebaran wabah korona (Covid-19). Foto/Koran SINDO/Ali Masduki
A A A
JAKARTA - Pemerintah akan memaksimalkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) untuk mengendalikan penyebaran wabah corona (Covid-19) . Dengan jumlah mencapai 10.000 dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia, fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama tersebut dipandang efektif untuk melakukan pelacakan kasus Covid-19 sekaligus sarana promosi pentingnya protokol kesehatan selama masa pandemi Covid-19.



Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meningkatkan peran Puskesmas dalam upaya pengendalian kasus Covid-19. Jokowi berharap Puskesmas menjadi salah satu kunci penanganan pandemi di Indonesia. Apalagi, hingga saat ini penyebaran Covid-19 di Indonesia belum benar-benar terkendali. (Baca: Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?)

Kasus positif Covid-19 tiap hari terus bertambah. Dalam setiap hari rata-rata penambahan kasus di angka 4.000-an. Di sisi lain tingkat okupansi tempat tidur di berbagai rumah sakit rujukan Covid-19 terus meningkat. Dengan demikian, upaya pencegahan salah satunya dengan penerapan 3 M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan harus benar-benar menjadi pola baru hidup setiap individu.

“Bahwa tingkat okupansi tempat tidur di rumah sakit yang sudah semakin penuh, dan kita tahu bahwa mau berapa pun rumah sakit kita bangun, tempat tidur tidak akan pernah cukup. Maka, perlu langkah besar dalam upaya mengendalikan wabah ini, salah satunya dengan memaksimalkan peran Puskesmas sebagai faskes tingkat pertama,” ujar Direktur Kebijakan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda dalam diskusi secara virtual kemarin.

Dia menjelaskan, pengendalian wabah ini harus dilakukan secara masif oleh masyarakat. Mereka tidak boleh lagi menyepelekan wabah ini. Masyarakat harus disiplin dalam memakai masker, menjaga jarak, dan menjaga kebersihan tangan saat berada di luar rumah. Di sini diperlukan sosialisasi pentingnya 3 M kepada masyarakat selama masa pandemi.

“Kita harus bisa mengendalikan pandemi di tingkat dasar sebelum akhirnya harus ada penanganan lebih lanjut di tingkat rumah sakit. Oleh karena itu, peran Puskesmas ini menjadi sangat sentral dalam penanganan pandemi,” tegasnya. (Baca juga: Kampus Merdeka Siapkan Mahasiswa untuk Hadapi Tantangan Global)

Olivia mengatakan, Puskesmas memiliki mandat untuk melakukan berbagai macam upaya yang cukup komprehensif untuk memberikan layanan dasar kesehatan kepada masyarakat maupun perorangan. Puskesmas mempunyai amanah melakukan upaya kuratif, rehabilitatif, dan dengan penekanan pada upaya promotif dan preventif. “Jadi, tugasnya cukup banyak dan tanggung jawabnya cukup banyak bagi Puskesmas untuk menjalankan perannya secara optimal,” katanya.

Menurut Olivia, dalam konteks penanganan pandemi ini Puskesmas diharapkan dapat melakukan pencarian penelusuran kontak, melakukan tes, pemantauan isolasi mandiri, hingga pembinaan dan edukasi di tingkat komunitas dengan optimal.

Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan drg Saraswati mengungkapkan bahwa saat ini Puskesmas masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk melakukan pelacakan (tracing) dalam rangka menegakkan 3T, yakni tracing, testing, dan treatment Covid-19 . Menurutnya, Puskesmas membutuhkan tenaga tambahan agar proses 3T berjalan lebih efektif.

“Jadi, itu dan ternyata untuk membuat tracing yang masif itu sumber daya yang ada di Puskesmas, sumber dayanya bervariasi Puskesmas. Untuk tracing yang secara massal dan bisa representatif membutuhkan juga tenaga-tenaga tambahan,” katanya. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)

Saraswati mengatakan bahwa di awal pandemi Covid-19, Puskesmas juga sudah berupaya melakukan tracing. Hanya, peran itu tidak optimal karena keterbatasan SDM di lapangan. “Sebenarnya dari awal sudah dilakukannya, tapi memang tidak optimal untuk hal tersebut. Kita tahu untuk 3T tersebut. Kita tahu treatment misalnya. Treatment-nya itu sebagian besar mereka adalah kalau yang dengan gejala sedang dan juga mungkin berat itu di rumah sakit,” katanya.

Dia mengungkapkan, pada fase awal penyebaran Covid-19 di Indonesia, pemerintah memfokuskan diri pada penguatan-penguatan rumah sakit sebagai benteng terakhir pengendalian Covid-19. Pada saat itu pemerintah berkejaran dengan waktu dalam menyiapkan alat kesehatan, alat perlindungan diri, termasuk redistribusi tenaga kesehatan menyusul banyak berdirinya rumah sakit-rumah sakit darurat.

“Jadi waktu itu fokusnya lebih ke arah penguatan-penguatan di rumah sakit dari sisi alkes kemudian tenaga kesehatannya dan juga rumah sakit-rumah sakit darurat didirikan. Nah, itu sebenarnya salah satu bentuk komitmen bahwa 3T-nya itu sudah dilakukan, tapi memang tidak optimal,” katanya.

Saraswati pun menegaskan bahwa tracing untuk menemukan kasus Covid-19 tetap menjadi komitmen dari pemerintah. Namun, dengan jumlah SDM yang terbatas, maka hal itu tidak optimalkan dilaksanakan. Menurutnya, pemerintah juga telah mempelajari pola-pola tracing Covid-19 yang dilakukan di berbagai negara untuk mendapatkan model terbaik. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)

“Sedangkan untuk tracing boleh kami sampaikan bahwa walaupun sudah ada contoh-contoh di negara lain dilakukan tracing secara masif, tapi Indonesia baru mungkin boleh dibilang bukannya tidak komitmen, kami untuk sisi sumber daya juga kurang,” katanya.

Tracing yang dilakukan secara masif yang dilakukan negara-negara lain, kata Saraswati, mungkin relatif lebih berhasil. “Kita pada awal-awal terjadinya pandemi memang tidak berpikir ke arah situ ya. Jadi, resinya lebih ke arah mereka yang sudah positif dan kemudian melacak kontak erat yang dilakukan oleh teman-teman surveillances,” katanya.

Bahkan, sudah delapan bulan berjalan baru ada rekrutmen petugas lapangan untuk tracing kasus Covid-19 . “Dan, itu tidak dilakukan di enam bulan pertama. Bahkan baru akan dimulai di sekarang dengan membuka kesempatan untuk relawan-relawan membantu recruitment untuk didayagunakan di Puskesmas,” kata Saraswati.

Menkes Indonesia Diundang WHO

World Health Organization (WHO) secara khusus mengundang Menteri Kesehatan (Menkes) Indonesia Terawan Agus Putranto dan Menkes dari tiga negara lainnya yakni Afrika Selatan, Thailand, dan Uzbekistan untuk membahas tindak lanjut intra-action review/IAR dalam kesiapsiagaan dan respons Covid-19 di negara masing-masing. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)

“Para menteri kesehatan dari Indonesia, Afrika Selatan, Thailand, dan Uzbekistan akan bergabung dengan Direktur Jenderal WHO Dr Tedros untuk berbagi pengalaman negara mereka dalam melakukan tinjauan intra-action review/IAR kesiapsiagaan dan respons Covid-19 ,” dari rilis Media Advisory yang dikutip Sindo Media kemarin.

Sebelumnya WHO telah mengirimkan surat yang dikirimkan melalui Asisten Direktur Jenderal Kesiapan Darurat WHO Jaouad Mahjour tersebut tertanggal 30 Oktober 2020. Dan, pelaksanaan IAR tersebut akan dilakukan pada hari ini, Jumat, 6 November 2020, pukul 11.00 CET (Geneva Time) atau sekitar 17.00 WIB.

“Kami mengundang bergabung bersama Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus dan menteri kesehatan dari tiga negara lain, Menteri Kesehatan Terawan untuk berbagi pengalaman Indonesia yang berhasil menyelenggarakan IAR dalam rangka penanganan Covid-19 secara nasional. Dan, menerapkan pelajaran penting yang diidentifikasi selama IAR untuk peningkatan respons wabah Covid-19,” tulis Mahjour dalam surat undangan kepada Terawan.

WHO sebelumnya telah menerbitkan pedoman dan alat WHO dengan melakukan Country Covid-19 Intra-Action Review (IAR) pada 23 Juli 2020 dengan semangat pembelajaran dan peningkatan berkelanjutan.

Pada pertemuan keempat Komite Darurat International Health Regulations (IHR) pada 2005 mengenai wabah Covid-19 pada 31 Juli 2020, komite juga mengeluarkan rekomendasi sementara kepada negara-negara untuk berbagi praktik terbaik dengan WHO, termasuk dari tinjauan IAR dan menerapkan pembelajaran dari negara-negara tersebut. (Baca juga: Pemilu Kacau, Maduro Cemooh AS)

Mahjour mengungkapkan bahwa penyebaran Covid-19 di seluruh negara menjadi tantangan untuk mengelola manajemen risiko kesehatan dan dampak semua keadaan darurat di dunia. “Semua negara, terlepas dari tingkat pendapatan atau perkembangan mereka, terus menghadapi risiko sistemik. Seperti yang terkait dengan wabah penyakit yang pernah muncul dan muncul kembali, yang berdampak signifikan pada kesehatan dan sosial ekonomi,” ungkapnya.

Kasus Positif Terus Bertambah

Pemerintah kembali melaporkan jumlah kasus positif Covid-19 di Tanah Air. Tercatat kasus positif virus korona (Covid-19) hingga 6 November 2020 bertambah 3.778 kasus sehingga akumulasi sebanyak 429.574 orang.

Jumlah ini merupakan hasil tracing melalui pemeriksaan sebanyak 38.091 spesimen yang dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM).

Data penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia kini dipublikasikan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di https://www.covid19.go.id dan laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui laman https://www.kemkes.go.id/ . (Lihat videonya: Pemda DKI Jakarta Berencana Perpanjang PSBB Transisi)

Selain itu, juga dilaporkan kasus yang sembuh dari Covid-19 pada hari ini tercatat bertambah 3.563 orang sehingga total sebanyak 360.705 orang sembuh. Sementara jumlah yang meninggal kembali bertambah 94 orang sehingga yang meninggal menjadi 14.442 orang. Sebanyak 56.663 orang menjadi suspect Covid-19. Sebelumnya, kemarin, total kasus positif Covid-19 di Indonesia per 5 November 2020 berjumlah 425.796 orang. Untuk kasus yang sembuh sebanyak 357.142 orang, sedangkan jumlah yang meninggal sebanyak 14.348 orang. (Binti Mufarida)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1178 seconds (0.1#10.140)