Ini Perjalanan Pembuatan UU Ciptaker hingga Akhirnya Diteken Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menandatangani UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) pada hari ini, Senin (2/11/2020). Usai ditandatangani, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly dengan cepat langsung mengundangkan dan masuk dalam Lembaran Negara Tahun 2020 No 245.
Berdasarkan penelusuran SINDOnews, Undang-undang yang ditetapkan sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020 ini pada awalnya diajukan pemerintah kepada DPR pada 12 Februari 2020. Selanjutnya, Badan Musyawarah (Bamus) DPR menugaskan Badan Legislasi (Baleg) untuk melakukan pembahasan terhadap RUU tersebut. Pimpinan Baleg kemudian meminta ketua kelompok fraksi (Kapoksi) untuk mengirimkan anggotanya sebagai anggota panja. Keanggotaan panja bersifat proporsional sesuai jumlah anggota dari masing-masing kapoksi. (Baca juga: Resmi Diteken Jokowi, Dokumen UU Ciptaker Sudah Bisa Diakses Publik)
Ketika akan melakukan pembahasan, Fraksi Demokrat tidak mau ikut dalam pembahasan dengan alasan pandemi Covid-19. Tetapi menjelang akhir pembahasan, Fraksi Demokrat ikut terlibat terhadap pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). ”Akhirnya, pada 20 April 2020, terbentuklah Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja dalam bentuk Omnibus Law,” kata anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Omnisbuslaw Cipta Kerja dari Fraksi PAN Guspardi Gaus Senin, 12 Oktober 2020. (Baca juga: Aturan Turunan UU Cipta Kerja Diharapkan Bisa Disusun Secara Cermat)
Panja kemudian melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai lapisan masyarakat. Setelah itu, digelar rapat pembahasan dengan pemerintah. Pimpinan panja meminta fraksi-fraksi di DPR untuk mengirimkan DIM kepada Pimpinan Panja. Setelah DIM ini disisir, dibahas, disinkronisasikan, dan disepakati, lalu diputuskan DIM tersebut pasal demi pasal dan ayat demi ayat sampai dengan DIM yang terakhir. Seluruh DIM diputuskan melalui musyawarah mufakat tanpa voting. (Baca juga: UU Cipta Kerja, Indonesia Dinilai Makin Siap Bersaing dengan Negara Lain)
Setelah Panja bersama Pemerintah menyelesaikan tugasnya terhadap pembahasan RUU tersebut, Panja menyepakati untuk membentuk Tim Perumus yang tugasnya melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap pembahasan yang sudah disepakati. Setelah Panja menyepakati hasil laporan Tim Perumus, lalu Panja menyampaikan semua hasil pembahasan RUU ini kepada pleno Baleg dan masing- masing fraksi di Baleg diminta untuk menyampaikan pandangan mini fraksinya. Dengan demikian DPR sudah menyelesaikan pembahasan RUU tersebut pada tingkat pertama pada Sabtu, 3 Oktober 2020.
Pada 5 Oktober 2020, dilaksanakan Sidang Paripurna yang merupakan pembahasan tingkat kedua. Dimana fraksi yang menolak RUU Cipta kerja untuk dijadikan sebagai Undang - Undang adalah Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS.
Pengesahan RUU Ciptaker menjadi UU tersebut memicu penolakan dari masyarakat. Pasalnya, UU tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berpihak kepada kaum buruh. Tidak hanya itu, UU yang dikebut pembahasannya hanya dalam waktu 64 kali rapat yang dilakukan nonstop Senin-Minggu, mulai dari pagi hingga malam hari dan di waktu reses ini dianggap tidak berpihak kepada dunia pendidikan, lingkungan hidup dan sebagainya.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan sulitnya mengakses draf UU Ciptaker pascapengesahan oleh DPR. Adanya ketidakpastian mengenai jumlah halaman termasuk hilangnya sejumlah pasal dalam UU tersebut. Tak pelak, hal itu memicu gelombang demonstrasi buruh, mahasiswa, pelajar dan sejumlah elemen masyarakat di hampir seluruh wilayah Indonesia. Mereka dengan tegas menolak UU tersebut. Bahkan, tidak jarang aksi penolakan tersebut diwarnai bentrokan antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan.
Meski mendapat penolakan dari masyarakat, Presiden Jokowi menegaskan, pemerintah berkeyakinan melalui UU ini dapat memperbaiki kehidupan para pekerja di Indonesia. "Pemerintah berkeyakinan melalui Undang-Undang Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka," ujarnya di Istana Bogor, Jumat 9 Oktober 2020.
Jokowi menyebut, ada 11 klaster dalam UU tersebut yang secara umum bertujuan melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi. Di antaranya, urusan penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.
Bahkan, Jokowi menegaskan jika masih ada ketidakpuasan terhadap undang-undang ini, maka bisa melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK, Mahkamah Konstitusi. Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK," katanya.
Kini, UU Ciptaker telah diteken oleh Presiden Jokowi dan diundangkan oleh Menkumham, tentunya public berharap UU tersebut mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia.
Berdasarkan penelusuran SINDOnews, Undang-undang yang ditetapkan sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020 ini pada awalnya diajukan pemerintah kepada DPR pada 12 Februari 2020. Selanjutnya, Badan Musyawarah (Bamus) DPR menugaskan Badan Legislasi (Baleg) untuk melakukan pembahasan terhadap RUU tersebut. Pimpinan Baleg kemudian meminta ketua kelompok fraksi (Kapoksi) untuk mengirimkan anggotanya sebagai anggota panja. Keanggotaan panja bersifat proporsional sesuai jumlah anggota dari masing-masing kapoksi. (Baca juga: Resmi Diteken Jokowi, Dokumen UU Ciptaker Sudah Bisa Diakses Publik)
Ketika akan melakukan pembahasan, Fraksi Demokrat tidak mau ikut dalam pembahasan dengan alasan pandemi Covid-19. Tetapi menjelang akhir pembahasan, Fraksi Demokrat ikut terlibat terhadap pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). ”Akhirnya, pada 20 April 2020, terbentuklah Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja dalam bentuk Omnibus Law,” kata anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Omnisbuslaw Cipta Kerja dari Fraksi PAN Guspardi Gaus Senin, 12 Oktober 2020. (Baca juga: Aturan Turunan UU Cipta Kerja Diharapkan Bisa Disusun Secara Cermat)
Panja kemudian melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai lapisan masyarakat. Setelah itu, digelar rapat pembahasan dengan pemerintah. Pimpinan panja meminta fraksi-fraksi di DPR untuk mengirimkan DIM kepada Pimpinan Panja. Setelah DIM ini disisir, dibahas, disinkronisasikan, dan disepakati, lalu diputuskan DIM tersebut pasal demi pasal dan ayat demi ayat sampai dengan DIM yang terakhir. Seluruh DIM diputuskan melalui musyawarah mufakat tanpa voting. (Baca juga: UU Cipta Kerja, Indonesia Dinilai Makin Siap Bersaing dengan Negara Lain)
Setelah Panja bersama Pemerintah menyelesaikan tugasnya terhadap pembahasan RUU tersebut, Panja menyepakati untuk membentuk Tim Perumus yang tugasnya melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap pembahasan yang sudah disepakati. Setelah Panja menyepakati hasil laporan Tim Perumus, lalu Panja menyampaikan semua hasil pembahasan RUU ini kepada pleno Baleg dan masing- masing fraksi di Baleg diminta untuk menyampaikan pandangan mini fraksinya. Dengan demikian DPR sudah menyelesaikan pembahasan RUU tersebut pada tingkat pertama pada Sabtu, 3 Oktober 2020.
Pada 5 Oktober 2020, dilaksanakan Sidang Paripurna yang merupakan pembahasan tingkat kedua. Dimana fraksi yang menolak RUU Cipta kerja untuk dijadikan sebagai Undang - Undang adalah Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS.
Pengesahan RUU Ciptaker menjadi UU tersebut memicu penolakan dari masyarakat. Pasalnya, UU tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berpihak kepada kaum buruh. Tidak hanya itu, UU yang dikebut pembahasannya hanya dalam waktu 64 kali rapat yang dilakukan nonstop Senin-Minggu, mulai dari pagi hingga malam hari dan di waktu reses ini dianggap tidak berpihak kepada dunia pendidikan, lingkungan hidup dan sebagainya.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan sulitnya mengakses draf UU Ciptaker pascapengesahan oleh DPR. Adanya ketidakpastian mengenai jumlah halaman termasuk hilangnya sejumlah pasal dalam UU tersebut. Tak pelak, hal itu memicu gelombang demonstrasi buruh, mahasiswa, pelajar dan sejumlah elemen masyarakat di hampir seluruh wilayah Indonesia. Mereka dengan tegas menolak UU tersebut. Bahkan, tidak jarang aksi penolakan tersebut diwarnai bentrokan antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan.
Meski mendapat penolakan dari masyarakat, Presiden Jokowi menegaskan, pemerintah berkeyakinan melalui UU ini dapat memperbaiki kehidupan para pekerja di Indonesia. "Pemerintah berkeyakinan melalui Undang-Undang Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka," ujarnya di Istana Bogor, Jumat 9 Oktober 2020.
Jokowi menyebut, ada 11 klaster dalam UU tersebut yang secara umum bertujuan melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi. Di antaranya, urusan penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.
Bahkan, Jokowi menegaskan jika masih ada ketidakpuasan terhadap undang-undang ini, maka bisa melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK, Mahkamah Konstitusi. Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK," katanya.
Kini, UU Ciptaker telah diteken oleh Presiden Jokowi dan diundangkan oleh Menkumham, tentunya public berharap UU tersebut mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia.
(cip)