Intervensi dan Disiplin Ketat Kunci Sudahi Pandemi

Sabtu, 24 Oktober 2020 - 07:08 WIB
loading...
Intervensi dan Disiplin...
Pandemi corona akan bisa ditangani jika pemerintah melakukan intervensi ketat terhadap masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pandemi Corona ( Covid-19 ) diyakini akan bisa disudahi pada 2021 jika intervensi pemerintah dalam melakukan tes, tracing, dan isolasi secara masif serta disiplin protokol kesehatan di masyarakat dilaksanakan dengan ketat dan tepat. Sebaliknya jika intervensi dan disiplin tidak konsisten dijalankan, pandemi baru akan berlalu pada 2022.



Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan mengatakan analisis dan perhitungan tersebut didasarkan pada pemodelan kurva yang dibuat FKM UI mengacu pada tanggal onset atau terjadinya gejala dari kasus Covid-19 yang terjadi di Indonesia dan dilaporkan secara nasional.

Intervensi dan Disiplin Ketat Kunci Sudahi Pandemi


“Kalau kita lakukan intervensi lebih baik, artinya cakupan tes, lacak, isolasinya lebih tinggi, kemudian cakupan protokol kesehatannya lebih tinggi, kita bisa mengalami (garis) yang hijau,” ungkap Iwan sambil menunjuk kurva penanganan kasus Covid-19 bergambar garis, hitam, hijau, dan abu-abu dalam Webinar Pembahasan Proyeksi Kasus Covid-19 & Evaluasi PSBB kemarin. (Baca: Inilah Dosa yang Lebih Besar daripada Zina)

Iwan menjelaskan, meski berdasarkan perhitungan pandemi baru akan berlalu pada 2021 atau 2022, kondisi lebih baik akan terwujud jika bisa mengikuti garis hijau. Puncak kurva juga lebih rendah. Kalau puncaknya lebih rendah berarti kasus lebih sedikit, kasus berat lebih sedikit, kasus kematian lebih sedikit, beban pelayanan kesehatan juga lebih sedikit.

“Tapi kalau kita (penanganan yang dilakukan) seperti sekarang ini, itu kita akan mengikuti kurva yang abu-abu, yang tengah. Dan kalau kita lihat sekarang waktunya di bawah di sumbu X, itu artinya sampai 2021. Sampai 2021 itu kita masih mesti hidup bersama dengan Covid-19 ini, dia belum terkendali. Kalau menurut model ini, wabah ini akan mulai terkendali menjelang akhir 2021 dan di awal 2022. Itu yang abu-abu,” tekan Iwan.

Iwan pun menegaskan, jika kita kembali hidup seperti sebelum ada Covid-19 , puncak kurva kasus Covid-19 akan lebih tinggi lagi. “Kalau kita abai, kita kembali mencoba hidup seperti sebelum ada Covid-19 ini, ya kita akan mengalami yang (garis) merah, di mana puncaknya akan jauh lebih tinggi. Kalau yang merah itu fasilitas kesehatan kita tidak akan sanggup untuk menampung beban pasien Covid-19 yang perlu perawatan yang berat dan perlu ventilator,” paparnya. (Baca juga: Daftar Aplikasi dan Situs untuk Bantuan Kuota Data Ditambah)

Iwan juga meminta semua pihak agar membuat rencana jangka panjang hingga 2022 untuk menangani Covid-19. “Jadi seperti ini modelnya. Jadi kita harus mengusahakan kita bisa mengikuti yang hijau. Dan kita mesti tahu juga bahwa kita masih lama, baru kita bisa menyelesaikan wabah ini sehingga artinya kita harus membuat rencana jangka panjang, bukan jangka pendek. Jangka panjang sampai 2022 untuk menangani Covid-19 ini,” tandasnya.

Di tempat terpisah, peneliti bidang sosial The Indonesian Institute (TII) Vunny Wijaya menilai Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 perlu memperhatikan sejumlah langkah prioritas untuk menekan pandemi. Misalnya dengan mencontoh sejumlah strategi yang dilakukan negara-negara yang telah berhasil mengakhiri gelombang pertama seperti Singapura dan Korea Selatan.

“Dua negara tersebut telah memiliki pusat data terintegrasi melalui sistem big data dan koordinasi penanganan yang cepat dalam menyediakan kebutuhan di fasilitas kesehatan. Pengendalian pandemi dengan strategi esensial, yaitu testing, tracing, dan isolasi atau karantina juga dilakukan dengan gesit,” tutur Vunny kepada SINDOnews kemarin.

Selain itu penambahan pusat-pusat penanganan khusus Covid-19 juga terus dilakukan tanpa mengabaikan standar perawatan pasien. Kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan juga menjadi faktor utama dalam menghadapi pandemi ini. (Baca juga: Bioskop Mulai Dibuka, Ini 10 Tips Aman saat ke Bioskop)

Melihat pencegahan dan penanganan wabah di Indonesia, Vunny menyebut masih ada sejumlah kendala. Pertama, belum adanya satu mekanisme pelaporan yang terintegrasi. Tiap daerah menerapkan metode pengumpulan data Covid-19 yang berbeda-beda sehingga ini menjadi tantangan terbesar Indonesia dalam mengintegrasikan data tersebut.

Kedua, strategi esensial, yaitu testing, tracing, dan isolasi atau karantina, perlu dilakukan lebih cepat dan merata. Satgas Covid-19 perlu terus mengupayakan penambahan pusat penanganan karena kluster keluarga atau penularan di rumah juga terjadi. Selain itu mesti memastikan distribusi stok kebutuhan di fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit (RS) yang terdiri atas alat pelindung diri (APD), obat-obatan, dan peralatan penanganan pasien lainnya.

“Upaya efektif yang dapat dilakukan untuk mengatasi dua hal itu adalah dengan mengembangkan pemanfaatan sistem informasi pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan sistem informasi RS (SIRS) berbasis teknologi yang telah tersedia saat ini,” terangnya.

Namun hal itu juga perlu komitmen Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menyediakan akses internet ke 2.500 dari 3.126 fasilitas kesehatan yang belum terakses internet. Upaya lainnya adalah penegakan hukum yang tegas diiringi dengan sosialisasi terus-menerus mengenai kebijakan selama pandemi. Misalnya gerakan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) juga perlu diutamakan. (Baca juga: Angka KDRT Turun karena Tak Terdeteksi Selama Pandemi)

“Sebagus apa pun kebijakan PSBB dan kebijakan lain terkait Covid-19 , tanpa adanya sosialisasi yang menjelaskan manfaat dari kebijakan tersebut dan didukung kesadaran serta komitmen masyarakat, maka kebijakan tersebut tidak akan maksimal,” ujarnya.

Jika masyarakat diberi pemahaman secara terus-menerus soal tujuan kebijakan pemerintah dalam mencegah dan menangani Covid-19, dukungan dan kepercayaan publik juga akan terus bertambah. Upaya ini dapat dilakukan khususnya oleh puskesmas dan relawan Covid-19 sehingga perdesaan pun dapat tersentuh informasi.

“Bagaimanapun tak ada yang mampu memprediksi kapan gelombang pertama Covid-19 di Indonesia akan berakhir. Semuanya bergantung pada komitmen sungguh-sungguh antara pemerintah dan masyarakat,” ucapnya.

Pengetesan Spesimen Covid-19 Lampaui Standar WHO

Sementara itu sehari sebelumnya Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo mengatakan saat ini pemeriksaan spesimen untuk menemukan kasus Covid-19 telah melampaui target WHO. Dan kini berada pada posisi 82,51% dengan pemeriksaan spesimen rata-rata harian di atas angka 400.000 spesimen.

“Alhamdulillah sekarang rata-rata harian pemeriksaan spesimen kita telah berada pada angka di atas 40.000 spesimen per hari. Pernah mencapai lebih dari 50.000 spesimen per hari,” ungkap Doni dalam diskusi “Vaksin Covid-19, Protokol Kesehatan, Libur Panjang, dan Cipta Kerja” di Media Center Satgas Covid-19, Graha BNPB Jakarta, Kamis (22/10). (Baca juga: Mobilnya Dipasang Bom, Ulama Top Suriah Meninggal)

Doni menjelaskan bahwa WHO mensyaratkan setiap negara harus melakukan pemeriksaan idealnya 1 warga negara untuk 1.000 orang penduduk dikalikan jumlah atau dibandingkan dengan jumlah penduduk secara menyeluruh per minggu.

“Kalau Indonesia jumlah penduduknya 267 juta orang, berarti tiap minggu Pemerintah Indonesia itu diharapkan bisa melakukan pemeriksaan sebanyak 267.000 orang ya. Sementara kalau pemeriksaan spesimen harian rata-rata itu sudah melampaui 270.000 spesimen,” jelasnya.

Namun, kata Doni, ada kalanya satu orang sampelnya lebih dari satu sehingga kemampuan rata-rata sekarang ini adalah sekitar 33.000 orang per hari. “Artinya ini peningkatan yang luar biasa,” katanya.

Doni tidak menampik bahwa saat pertama kali ditemukan kasus Covid-19, kemampuan pengetesan hanya belasan persen saja. “Pada saat melakukan pemeriksaan laboratorium itu, kemampuan kita mungkin ya hanya belasan persen saja dari standar yang ditetapkan WHO. Dan sekarang berada pada posisi 82,51%, sebuah angka yang harus kita akui cukup membanggakan.” (Lihat videonya: Diterjang Angin Puting Beliung, 109 Rumah Rusak Parah di Bekasi Utara)

“Banyak pihak yang pesimistis waktu itu, bahwa kita tidak mampu atau mungkin kita kurang begitu serius melakukan pemeriksaan spesimen, melakukan testing, ternyata sekarang sudah sangat bagus,” ujarnya.

Memang pada awalnya, menurut Doni, hanya 10.000 spesimen per hari pada periode April sampai dengan Mei. “Kemudian Presiden Jokowi meminta ditambah lagi menjadi 20.000 lantas meningkat lagi menjadi 30.000. Dan alhamdulillah target yang diberikan Presiden Jokowi telah kita lampaui,” katanya. (Binti Mufarida/Faorick Pakpahan)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2242 seconds (0.1#10.140)