Hanya 703 per 1 Juta Orang, Tes Covid-19 Belum Penuhi Anjuran WHO
loading...
A
A
A
JAKARTA - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Iwan Ariawan menyoroti testing untuk menemukan kasus Covid-19 di Indonesia. Bahkan, masih di bawah saran World Health Organization ( WHO ), yaitu hanya 703 per satu juta penduduk.
“Nah kita lihat di Indonesia berdasarkan laporan yang ada. Jadi kalau kita lihat jumlah tes per 1 juta penduduk ya, saat ini itu dari data yang ada sudah 703 tes per satu juta penduduk. Masih di bawah saran WHO yang 1.000 per 1 juta penduduk per minggunya. Tapi ini sudah sudah meningkat terus dibandingkan pada awal-awal Covid-19,” ungkap Iwan dalam Webinar Pembahasan Proyeksi Kasus Covid-19 & Evaluasi PSBB, Jumat (23/10/2020).
(Baca: IDI Ungkap Jumlah Tes Covid-19 Indonesia Kalah dari Malaysia dan Filipina)
Iwan mengatakan bahwa testing secara masif yang terarah untuk menemukan kasus Covid-19 akan menurunkan potensi penularan. Bahkan berpotensi menekan kasus penyebaran hingga separuhnya.
“Dari telaah literatur yang ada, tes Covid-19 secara masif dan isolasi dilakukan dengan baik itu bisa menurunkan risiko untuk terinfeksi atau kecepatan epideminya sampai separuhnya. Kalau tes banyak dilakukan, dampaknya banyak. Tetapi harus dilakukan dengan diarahkan untuk kontak tracing itu dampaknya banyak pada epidemi,” katanya.
(Baca: Pengetesan Spesimen COVID-19 Lampaui Standar WHO, Doni: Berada Pada Posisi 82,51%)
Namun, kata Iwan testing yang masif harus dibarengi dengan minimalnya jeda pelacakan. “Dan ada satu lagi sebetulnya penting adalah jeda pelacakan. Nah itu yang kita nggak tahu ya di Indonesia ini,” katanya.
Jeda pelacakan dengan testing harus diminimalkan maksimal tidak lebih dari 3 hari. Sehingga kasus yang ditemukan bisa segera diintervensi. Dan tidak menyebabkan penularan kepada masyarakat yang lain. “Jeda pelacakan itu sangat penting. Karena dari beberapa publikasi ilmiah ada, kalau jeda pelacakannya 3 hari atau lebih, dampaknya terhadap ide ini juga kurang ada.”
“Artinya jeda pelacakan itu sejak dari jejak kasus terkonfirmasi pelacakan harus sudah dimulai kapan, itu harus kurang dari 3 hari dari literatur yang ada. Jadi ini adalah intervensi yang bisa dilakukan,” jelas Iwan.
“Nah kita lihat di Indonesia berdasarkan laporan yang ada. Jadi kalau kita lihat jumlah tes per 1 juta penduduk ya, saat ini itu dari data yang ada sudah 703 tes per satu juta penduduk. Masih di bawah saran WHO yang 1.000 per 1 juta penduduk per minggunya. Tapi ini sudah sudah meningkat terus dibandingkan pada awal-awal Covid-19,” ungkap Iwan dalam Webinar Pembahasan Proyeksi Kasus Covid-19 & Evaluasi PSBB, Jumat (23/10/2020).
(Baca: IDI Ungkap Jumlah Tes Covid-19 Indonesia Kalah dari Malaysia dan Filipina)
Iwan mengatakan bahwa testing secara masif yang terarah untuk menemukan kasus Covid-19 akan menurunkan potensi penularan. Bahkan berpotensi menekan kasus penyebaran hingga separuhnya.
“Dari telaah literatur yang ada, tes Covid-19 secara masif dan isolasi dilakukan dengan baik itu bisa menurunkan risiko untuk terinfeksi atau kecepatan epideminya sampai separuhnya. Kalau tes banyak dilakukan, dampaknya banyak. Tetapi harus dilakukan dengan diarahkan untuk kontak tracing itu dampaknya banyak pada epidemi,” katanya.
(Baca: Pengetesan Spesimen COVID-19 Lampaui Standar WHO, Doni: Berada Pada Posisi 82,51%)
Namun, kata Iwan testing yang masif harus dibarengi dengan minimalnya jeda pelacakan. “Dan ada satu lagi sebetulnya penting adalah jeda pelacakan. Nah itu yang kita nggak tahu ya di Indonesia ini,” katanya.
Jeda pelacakan dengan testing harus diminimalkan maksimal tidak lebih dari 3 hari. Sehingga kasus yang ditemukan bisa segera diintervensi. Dan tidak menyebabkan penularan kepada masyarakat yang lain. “Jeda pelacakan itu sangat penting. Karena dari beberapa publikasi ilmiah ada, kalau jeda pelacakannya 3 hari atau lebih, dampaknya terhadap ide ini juga kurang ada.”
“Artinya jeda pelacakan itu sejak dari jejak kasus terkonfirmasi pelacakan harus sudah dimulai kapan, itu harus kurang dari 3 hari dari literatur yang ada. Jadi ini adalah intervensi yang bisa dilakukan,” jelas Iwan.
(muh)