Efektif Cegah Paparan COVID-19, Budaya Wajib Masker Harus Terus Dikampanyekan

Rabu, 14 Oktober 2020 - 16:58 WIB
loading...
Efektif Cegah Paparan COVID-19, Budaya Wajib Masker Harus Terus Dikampanyekan
Belum adanya vaksin COVID-19 mendorong pemerintah terus mengingatkan publik untuk tetap menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran virus SARS-CoV 2. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Belum adanya vaksin COVID-19 mendorong pemerintah terus mengingatkan publik untuk tetap menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran virus SARS-CoV 2 . Salah satunya yaitu membudayakan penggunaan wajib masker dalam kegiatan sehari-hari. Terlebih lagi, penggunaan masker diyakini mampu mencegah penyebaran virus semakin meluas.

Hasil penelitian yang diterbitkan dalam proceeding National Academy of Science, disebutkan bahwa pemakaian masker dapat mencegah lebih dari 78 ribu infeksi di Italia dan 66 ribu infeksi di New York City. Upaya itu dinilai efektif bila masker dipakai secara tepat dan bahan yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Baca juga: Masalah Keamanan, Eli Lilly Hentikan Uji Coba Obat Antibodi Covid-19)

Ketua Umum Gerakan Pakai Masker (GPM), Sigit Pramono mengatakan penggunaan masker memang harus menjadi budaya masyarakat sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru (AKB) di masa pandemi COVID-19 saat ini. Demi meningkatkan kesadaran tersebut, pihaknya terus mengkampanyekan pentingnya pakai masker di berbagai tempat khususnya di area publik.

“Ada dua hal utama yang harus dipahami masyarakat agar pakai masker bisa menjadi budaya sehari-hari yaitu mengapa perlunya pakai masker dan bagaimana cara benar memakai masker. Ini dilakukan supaya masker menjadi alat ampuh untuk mengurangi risiko penularan,” ujar Sigit dalam diskusi bertajuk ‘Budaya Wajib Masker, Ampuh Kurangi Risiko Penularan COVID-19’ yang diselenggarakan SINDO Media bersama Satgas Penanganan COVID-19, Rabu (14/10/2020).

Lebih lanjut, Sigit menilai saat ini ada dua isu besar yang disebabkan pandemi COVID-19 yaitu kesehatan dan ekonomi. Di Indonesia, pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan demi memutus rantai penularan. Satu di antaranya yaitu pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mencegah adanya kerumunan, mulai tinggal di rumah, bekerja dari rumah, membatasi kegiatan ibadah bersama, dan lainnya.

Upaya itu terbilang cukup efektif mencegah penyebaran virus. Namun ternyata, pembatasan tersebut ikut berdampak pada sektor ekonomi. Dunia usaha kehilangan pendapatan hingga bangkrut hingga berujung pada terjadinya terjadi PHK atau pengangguran dalam jumlah besar.

“Karena itu, kami yakin pada akhirnya kalau kita ini sungguh terapkan protokol kesehatan seperti pakai masker, pemerintah tidak perlu lagi menerapkan PSBB. Artinya ekonomi bergerak lagi dan tumbuh normal kembali. Makanya cara paling mudah adalah mengikuti protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan di air mengalir dengan sabun (3M). Kalau ini dilakukan maka sekaligus menyelamatkan ekonomi,” imbuh dia.

Sigit menjelaskan GPM berbeda dengan gerakan masker lainnya. Ada empat ciri khas yang membedakan. Pertama, bukan gerakan yang hanya membagikan masker. Sebaliknya, GPM lebih banyak melakukan kampanye publik, edukasi masyarakat, penyuluhan dan sosialisasi agar masyarakat disiplin pakai masker.

“Kami mengisi kekosongan kegiatan kampanye publik pakai masker yang belum sempat dilakukan oleh pemerintah. Melakukan kampanye publik dengan menggunakan pesan tunggal yang jelas dan sederhana: Lindungi Kamu dan Aku,” terangnya. (Baca juga: Kemenkes Perkuat Posbindu di 80 Ribu Desa Tekan Angka Kematian COVID-19 dengan Komorbid)

Ciri lainnya adalah GPM mendorong agar kelompok masyarakat tertentu yang tidak mampu membeli masker setiap hari bisa membuat sendiri atau swasembada masker.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1446 seconds (0.1#10.140)