Cegah Informasi Bohong, Intensifkan Edukasi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perang melawan pandemi corona (Covid-19) ternyata bukan hanya terhadap virus itu sendiri. Tantangan lain dalam memerangi virus juga muncul dari hadirnya informasi bohong atau hoaks yang menyebar lewat platform media sosial (medsos).
Di era digital keberadaan medsos dan aplikasi lain termasuk pesan singkat memang tidak bisa dihindari. Apalagi masyarakat kini sangat mudah mengakses gadget yang dilengkapi fasilitas internet. (Baca: Keajaiban Surah Al-Fatihah Menyembuhkan Penyakit dan Penawar Racun)
Di satu sisi kemajuan tersebut menguntungkan karena penyampaian informasi semakin cepat. Namun di sisi lain masyarakat sebaiknya bersikap bijak apabila mendapatkan informasi yang sumbernya tidak jelas.
Staf Khusus Bidang Hukum Menteri Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto mengakui saat ini banyak informasi yang berasal dari medsos, termasuk mengenai vaksin Covid-19 . Namun tidak semua informasi yang beredar tersebut benar dan akurat.
“Ini tidak lepas dari semakin berkurangnya masyarakat untuk mencari informasi-informasi dari sumber-sumber yang tepercaya seperti media massa dan televisi,” kata Henri pada acara diskusi virtual Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertema “Vaksin: Menjawab Mitos dan Menolak Hoaks” kemarin di Jakarta.
Media massa, menurut Henri, memiliki mekanisme verifikasi informasi dan memiliki penanggung jawab seperti pemimpin redaksi. Sementara itu medsos tidak ada yang bertanggung jawab. Bahkan tidak sedikit penyebar informasi bohong menggunakan akun anonim. (Baca juga: Miris, UU Cipta Kerja Tempatkan Pendidikan Sebagai Komoditas yang Diperdagangkan)
“Hoaks itu ada yang sengaja dibuat. Ada yang tanpa sengaja karena biasa sendiri dan interpretasi. Hoaks sengaja dibuat untuk memanipulasi pemahaman masyarakat sehingga keliru,” papar lulusan Universitas Islam Indonesia (UII), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.
Dalam pandemi corona, berdasarkan pemantauannya, informasi bohong yang banyak beredar adalah mengenai asal-usul Covid-19 . Kemudian ada juga masyarakat yang tidak percaya dokter, rumah sakit, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Kementerian Kesehatan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kasus pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 di rumah sakit.
Pada kesempatan itu Henri memberikan tips agar masyarakat tidak mudah percaya atau terhasut informasi bohong. Pertama, masyarakat harus skeptis dan kritis terhadap keyakinan sendiri dan jangan menganggap selalu benar sendiri.
Kedua, melakukan check and recheck. Setiap memperoleh informasi yang meragukan sebaiknya ditanyakan kepada ahlinya. (Baca juga: Pandemi, Jangan Stop Vaksin Anak)
Dalam hal vaksin, menurut Henri, pemerintah harus mengedukasi masyarakat secara masif. Bagi yang tidak percaya, harus diberi pemahaman bahwa vaksin ini bukan hanya menjaga dirinya, tetapi seluruh keluarganya dari penyakit.
“Kalau kena satu nanti keluarga terdekatnya juga. Ini harus menyentuh kebutuhan langsung mereka. Masyarakat akan lebih mudah dijelaskan dengan menggunakan bahasa mereka,” sebutnya.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan kerap menemukan informasi yang salah mengenai vaksin. Salah satunya informasi bahwa vaksin bisa mengakibatkan autis, padahal hal tersebut tidak benar.
Dia menambahkan, banyaknya informasi bohong terkait vaksin tentu mengkhawatirkan. Apalagi pemerintah melalui PT Bio Farma tengah melakukan uji coba tahap III vaksin asal China, Sinovac. Kehadiran vaksin ini penting untuk mengakhiri Covid-19 yang melanda dunia. (Lihat videonya: Pedagang Tanaman Hias Raup untung di Tengah Pandemi Covid-19)
Reisa menambahkan, bukan hanya sektor kesehatan yang terseok-seok menghadapi pandemi, tetapi juga sektor ekononomi dan kehidupan lainnya. (F.W. Bahtiar)
Di era digital keberadaan medsos dan aplikasi lain termasuk pesan singkat memang tidak bisa dihindari. Apalagi masyarakat kini sangat mudah mengakses gadget yang dilengkapi fasilitas internet. (Baca: Keajaiban Surah Al-Fatihah Menyembuhkan Penyakit dan Penawar Racun)
Di satu sisi kemajuan tersebut menguntungkan karena penyampaian informasi semakin cepat. Namun di sisi lain masyarakat sebaiknya bersikap bijak apabila mendapatkan informasi yang sumbernya tidak jelas.
Staf Khusus Bidang Hukum Menteri Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto mengakui saat ini banyak informasi yang berasal dari medsos, termasuk mengenai vaksin Covid-19 . Namun tidak semua informasi yang beredar tersebut benar dan akurat.
“Ini tidak lepas dari semakin berkurangnya masyarakat untuk mencari informasi-informasi dari sumber-sumber yang tepercaya seperti media massa dan televisi,” kata Henri pada acara diskusi virtual Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertema “Vaksin: Menjawab Mitos dan Menolak Hoaks” kemarin di Jakarta.
Media massa, menurut Henri, memiliki mekanisme verifikasi informasi dan memiliki penanggung jawab seperti pemimpin redaksi. Sementara itu medsos tidak ada yang bertanggung jawab. Bahkan tidak sedikit penyebar informasi bohong menggunakan akun anonim. (Baca juga: Miris, UU Cipta Kerja Tempatkan Pendidikan Sebagai Komoditas yang Diperdagangkan)
“Hoaks itu ada yang sengaja dibuat. Ada yang tanpa sengaja karena biasa sendiri dan interpretasi. Hoaks sengaja dibuat untuk memanipulasi pemahaman masyarakat sehingga keliru,” papar lulusan Universitas Islam Indonesia (UII), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.
Dalam pandemi corona, berdasarkan pemantauannya, informasi bohong yang banyak beredar adalah mengenai asal-usul Covid-19 . Kemudian ada juga masyarakat yang tidak percaya dokter, rumah sakit, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Kementerian Kesehatan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kasus pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 di rumah sakit.
Pada kesempatan itu Henri memberikan tips agar masyarakat tidak mudah percaya atau terhasut informasi bohong. Pertama, masyarakat harus skeptis dan kritis terhadap keyakinan sendiri dan jangan menganggap selalu benar sendiri.
Kedua, melakukan check and recheck. Setiap memperoleh informasi yang meragukan sebaiknya ditanyakan kepada ahlinya. (Baca juga: Pandemi, Jangan Stop Vaksin Anak)
Dalam hal vaksin, menurut Henri, pemerintah harus mengedukasi masyarakat secara masif. Bagi yang tidak percaya, harus diberi pemahaman bahwa vaksin ini bukan hanya menjaga dirinya, tetapi seluruh keluarganya dari penyakit.
“Kalau kena satu nanti keluarga terdekatnya juga. Ini harus menyentuh kebutuhan langsung mereka. Masyarakat akan lebih mudah dijelaskan dengan menggunakan bahasa mereka,” sebutnya.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan kerap menemukan informasi yang salah mengenai vaksin. Salah satunya informasi bahwa vaksin bisa mengakibatkan autis, padahal hal tersebut tidak benar.
Dia menambahkan, banyaknya informasi bohong terkait vaksin tentu mengkhawatirkan. Apalagi pemerintah melalui PT Bio Farma tengah melakukan uji coba tahap III vaksin asal China, Sinovac. Kehadiran vaksin ini penting untuk mengakhiri Covid-19 yang melanda dunia. (Lihat videonya: Pedagang Tanaman Hias Raup untung di Tengah Pandemi Covid-19)
Reisa menambahkan, bukan hanya sektor kesehatan yang terseok-seok menghadapi pandemi, tetapi juga sektor ekononomi dan kehidupan lainnya. (F.W. Bahtiar)
(ysw)