Komitmen Pemerintah Larang Iklan Rokok Mendesak lewat Revisi PP 109/2012
loading...
A
A
A
Komitmen Pemerintah Daerah melarang iklan untuk melindungi anak dari target pemasaran rokok sepatutnya didukung dan diperkuat oleh Pemerintah Pusat melalui regulasi yang memadai. Apalagi masih lebih banyak daerah-daerah lain di Indonesia yang menunggu regulasi pengendalian tembakau yang kuat untuk menjadi panduan dalam membatasi serbuan iklan rokok masif yang menyasar anak dan remaja sebagai target.
Di sinilah urgensi untuk segera merevisi PP 109/2012 karena regulasi itu dianggap belum mengatur secara tegas tentang pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Plt Asdep Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Rama Fauzi, mengatakan, berdasarkan data Susenas Maret 2018, pengeluaran per kapita sebulan masyarakat untuk rokok dan tembakau menempati daftar urutan lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein hewani, sayur, dan buah.
Untuk itu, Kemenko PMK terus mendorong upaya revisi PP 109/2012. Di antaranya melalui rapat antar K/L termasuk Menko Perekonomian pada 4 November 2019. Selain itu, Kemenko PMK juga mengirimkan surat Nomor B.09/DEP.III/PSH.01/11/2019 tanggal 29 November 2019 kepada Kemenkes. Serta melakukan berbagai koordinasi dengan Kemenkes melalui forum lain.
"Pelarangan iklan rokok telah masuk ke dalam agenda RPJMN 2020-2024. Pengaturan iklan rokok yang lebih ketat sudah masuk ke dalam rekomendasi revisi PP Nomor 109/2012. Dalam waktu dekat, Kemenko PMK akan mengadakan rapat antar K/L setelah draft dari kemenkes diselesaikan," tutur dia.
Sementara Kasubdit Advokasi dan Kemitraan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Sakri Sabatmaja, menyebutkan substansi RPP tentang perubahan PP 109 yang sekarang sedang dalam pembahasan.
Pada RPP tersebut akan menambah pasal perubahan mengenai produk tembakau lainnya/rokok elektronik, pengujian kandungan kadar nikotin dan tar, larangan bahan tambahan produk tembakau, penjualan produk tembakau, iklan produk tembakau, kawasan tanpa rokok, pengawasan BPOM untuk penjualan produk tembakau, pengawasan pemerintah daerah dan sanksi administratif.
Kemenkes juga berencana membesarkan peringatan kesehatan bergambar. Hal itu dimaksudkan sebagai sarana informasi dan edukasi yang cost effective untuk menyampaikan pesan bahaya rokok pada masyarakat. Sekaligus diharapkan meningkatkan signifikan prevalensi merokok di Indonesia serta efektif memotivasi perokok untuk berhenti merokok.
Regulasi yang kuat dan tegas sangat dibutuhkan untuk memberikan perlindungan kepada anak dari dampak rokok dan dari target pemasaran industri rokok. Negara harus berkomitmen menegakkan peraturan karena kepentingan anak tidak boleh dibenturkan dengan kepentingan bisnis apalagi bisnis rokok, yang merupakan produk berbahaya danengandung zat adiktif.
Pemerintah Pusat wajib hadir sepenuhnya dengan membuat regulasi yang kuat dan komprehensif guna melindungi anak Indonesia dari serbuan industri rokok. Karena itu penyelesaian revisi PP 109/2012 sangat mendesak karena sudah tertunda lebih dari 2 tahun. Bila tidak akan kehabisan waktu untuk mencapai penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024 dan menyambut bonus demografi 2030.
Sekadar diketahui, jumlah perokok anak di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas), jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% atau sekitar 3,2 juta (Riskesdas 2018).
Padahal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menargetkan perokok anak harusnya turun menjadi 5,4% pada 2019. Ini menunjukkan pemerintah gagal mengendalikan konsumsi rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak.
Di sinilah urgensi untuk segera merevisi PP 109/2012 karena regulasi itu dianggap belum mengatur secara tegas tentang pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Plt Asdep Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Rama Fauzi, mengatakan, berdasarkan data Susenas Maret 2018, pengeluaran per kapita sebulan masyarakat untuk rokok dan tembakau menempati daftar urutan lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein hewani, sayur, dan buah.
Untuk itu, Kemenko PMK terus mendorong upaya revisi PP 109/2012. Di antaranya melalui rapat antar K/L termasuk Menko Perekonomian pada 4 November 2019. Selain itu, Kemenko PMK juga mengirimkan surat Nomor B.09/DEP.III/PSH.01/11/2019 tanggal 29 November 2019 kepada Kemenkes. Serta melakukan berbagai koordinasi dengan Kemenkes melalui forum lain.
"Pelarangan iklan rokok telah masuk ke dalam agenda RPJMN 2020-2024. Pengaturan iklan rokok yang lebih ketat sudah masuk ke dalam rekomendasi revisi PP Nomor 109/2012. Dalam waktu dekat, Kemenko PMK akan mengadakan rapat antar K/L setelah draft dari kemenkes diselesaikan," tutur dia.
Sementara Kasubdit Advokasi dan Kemitraan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Sakri Sabatmaja, menyebutkan substansi RPP tentang perubahan PP 109 yang sekarang sedang dalam pembahasan.
Pada RPP tersebut akan menambah pasal perubahan mengenai produk tembakau lainnya/rokok elektronik, pengujian kandungan kadar nikotin dan tar, larangan bahan tambahan produk tembakau, penjualan produk tembakau, iklan produk tembakau, kawasan tanpa rokok, pengawasan BPOM untuk penjualan produk tembakau, pengawasan pemerintah daerah dan sanksi administratif.
Kemenkes juga berencana membesarkan peringatan kesehatan bergambar. Hal itu dimaksudkan sebagai sarana informasi dan edukasi yang cost effective untuk menyampaikan pesan bahaya rokok pada masyarakat. Sekaligus diharapkan meningkatkan signifikan prevalensi merokok di Indonesia serta efektif memotivasi perokok untuk berhenti merokok.
Regulasi yang kuat dan tegas sangat dibutuhkan untuk memberikan perlindungan kepada anak dari dampak rokok dan dari target pemasaran industri rokok. Negara harus berkomitmen menegakkan peraturan karena kepentingan anak tidak boleh dibenturkan dengan kepentingan bisnis apalagi bisnis rokok, yang merupakan produk berbahaya danengandung zat adiktif.
Pemerintah Pusat wajib hadir sepenuhnya dengan membuat regulasi yang kuat dan komprehensif guna melindungi anak Indonesia dari serbuan industri rokok. Karena itu penyelesaian revisi PP 109/2012 sangat mendesak karena sudah tertunda lebih dari 2 tahun. Bila tidak akan kehabisan waktu untuk mencapai penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024 dan menyambut bonus demografi 2030.
Sekadar diketahui, jumlah perokok anak di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas), jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% atau sekitar 3,2 juta (Riskesdas 2018).
Padahal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menargetkan perokok anak harusnya turun menjadi 5,4% pada 2019. Ini menunjukkan pemerintah gagal mengendalikan konsumsi rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak.