UU Cipta Kerja Menindas Buruh, PBNU Bakal Ajukan Judicial Review

Rabu, 07 Oktober 2020 - 16:59 WIB
loading...
UU Cipta Kerja Menindas Buruh, PBNU Bakal Ajukan Judicial Review
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) KH Said Aqil Siroj menilai Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan DPR bersama Pemerintah pada Senin (5/10/2020) lalu, hanya menguntungkan investor.

“Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” ujat Kiai Said saat memberikan sambutan dalam Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta secara virtual, pada Rabu (7/10/2020).

Karena itu, pihaknya mrngajak semua pihak untuk mencari jalan keluar terbaik dan elegan. "Mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth (moderat). Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan,” tuturnya.

(Baca: Massa Aksi Tolak UU Cipta Kerja Rusak Fasilitas Gedung DPRD Kota Tasikmalaya)

Kiai Said mengatakan, PBNU akan mengajukan juducial review terhadap UU tersebut. Apalagi, di dalamnya masih mencantumkan pasal soal pendidikan yang dari awal ditentang oleh NU. “Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” katanya.

Menurut Kiai Said, UUD 1945 Pasal 33 tidak pernah diimplementasikan bahwa kekayaan Indonesia ini untuk seluruh rakyat Indonesia. "Apakah itu sudah diimplementasikan? Sama sekali tidak. Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” katanya.

Kiai Said juga menyindir para politikus yang hanya memanfaatkan suara rakyat ketika pemilu saja. “Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suaranya (rakyat) dibutuhkan. Tapi kalau sudah selesai (rakyat) ditinggal. UUD 1945 Pasal 33 itu hanya tulisan di atas kertas tapi tidak pernah diimplementasikan,” tegasnya.

Karena itu, dirinya berharap NU untuk mrngambil bersikap kritis tapi elegan. "Tidak boleh anarkis karena tidak ada gunanya itu,” katanya.

(Baca: Tolak UU Cipta Kerja, Mahasiswa dan Polisi di Bekasi Bentrok)

Sebelumnya, Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU PBNU, Z. Arifin Junaidi, menyatakan kecewa dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR pada Senin (5/10/2020). Padahal Komisi X sudah menyampaikan ke publik bahwa pasal-pasal pendidikan dalam RUU Cipta Kerja didrop. Kenyataannya, sektor pendidikan masih ada dalam UU Cipta Kerja.

Dalam UU tersebut, Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 disebutkan; ayat (1) pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini. Ayat (2) disebutkan, ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

“Ini menunjukkan bahwa sektor pendidikan dianggap sebagai komoditas yang mencari keuntungan,” kata Arifin, Rabu (7/10/2020).

Padahal, menurutnya, banyak sekali penyelenggara pendidikan swasta yang menyelenggarakan pendidikan untuk mewujudkan semangat yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan bangsa. Pasal 31 UUD 1945 juga menyatakan, pendidikan adalah hak setiap warga negara.

"Pasal 65 UU Cipta Kerja itu mengancam penyelenggaraan pendidikan kita yang pada gilirannya akan mengancam kehidupan bangsa dan negara kita," tuturnya.

(Baca: Mogok Nasional Berlanjut, KSPI Desak Pemerintah-DPR Batalkan UU Ciptaker)

Dikatakan Arifin, LP Ma’arif NU yang saat ini menaungi sekitar 21.000 sekolah dan madrasah telah menyelenggarakan pendidikan sejak jauh sebelum Kemerdekaan RI, yakni sejak 1929. Kebanyakan sekolah dan madrasah LP Ma’arif NU ada di daerah-daerah yang tidak ada sekolah atau madrasah negeri.

"Jumlah madrasah kami lebih banyak daripada madrasah negeri. Bagaimana kami dianggap mencari keuntungan dari penyelenggaran pendidikan, mencapai titik impas saja kami sudah sangat bersyukur," ungkap Arifin.

Pihaknya mengaku telah mengkonfirmasi kepada anggota dan pimpinan DPR soal masuknya sektor pendidikan dalam UU Cipta Kerja. Namun, Arifin memperoleh jawaban yang menambah kekecawaannya. Pasalnya Arifin memperoleh jawaban bahwa ketentuan itu hanya berlaku di KEK (Kawasan Industri Khusus) dan hanya untuk perguruan tinggi.

Arifin juga memroleh jawaban bahwa ketentuan hal tersebut ada dalam penjelasan pasal perpasal. Tapi saat dicek di penjelasan pasal 65 itu tertulis “Cukup Jelas”. “Ini jelas mengelabui rakyat!” tegas Arifin. Karenanya, pihaknya akan mengajukan judicial review atas UU tersebut.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3090 seconds (0.1#10.140)