Pandemi Corona, Perlu Teman Bicara untuk Hilangkan Stres dan Jenuh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Inisiator gerakan teman lawan Covid, Ara Wiraswara mengatakan, perlu adanya pendampingan bagi para pasien Covid-19 (virus Corona) saat menjalani isolasi mandiri.
(Baca juga: Gatot Nurmantyo Berpotensi Ambil Alih Peran Prabowo di Politik)
Pendampingan tersebut untuk menjadi teman bicara bagi pasien Covid-19, karena kebanyakan para pasien membutuhkan tempat curhat untuk melepas stres saat di isolasi mandiri.
Gerakan teman lawan Covid memiliki tujuan mulia untuk menjadi teman bicara bahkan teman curhat bagi pasien Covid-19. (Baca juga: Deretan Nama Purnawirawan yang Kritis di Pemerintahan SBY dan Jokowi)
"Setelah ngobrol dengan beberapa orang saya coba menjabarkan ide ini teman lawan Covid artinya satu survivor diharapkan mendampingi satu pasien Covid-19," ujar Ara dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Sinergi Mencari Obat Covid, Sabtu (3/10/2020).
Ara menegaskan, tugas relawan teman Covid bukan bermaksud menggantikan peran dokter dan juga peran perawat. Ara menjabarkan, setiap pasien Corona ada gejala fisik dan ada gejala klinis, dan dokter dan perawat bekerja untuk menyembuhkan gejala klinis para pasien Covid-19 dan para survivor bekerja membantu pemulihan psikis dari pasien Covid-19.
"Ini yang coba kita tawarkan digerakan lawan Covid dan bagi kami berbegi cerita dengan pasien Covid-19 untuk hanya sekadar via WA via Telepon, iya teman curhat," jelasnya.
Ara juga yang telah menjadi survivor Covid-19 ini mengungkapkan salah satu yang dirasakan dirinya saat menjadi pasien Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri yakni persoalan gejala fisik. Bahkan katanya, saat isolasi perlu adanya manajemen stres walaupun keluarga dan sahabat selalu support.
"Yang paling sulit bagi saya saat menjalani proses penyembuhan itu adalah manajemen stres, membayangkan bahwa tiga bulan di rumah seperti tahanan rumah kalaupun keluar itu ke RSUD untuk melakukan SWAB, manajemen stres itu yang sangat luar biasa bagi saya kemudian saya share kepada teman yang penderita Covid-19 juga, juga merasakan kurang lebih hal yang sama, merasa sendiri stres yang luar biasa," ungkapnya.
Setelah dinyatakan negatif Covid-19 usai isolasi selama 100 hari dan 17 kali swab test, Ara menceritakan pengalamannya kepada para survivor lainnya. Dan mereka bersepakat untuk membantu pasien Covid-19 untuk menjadi teman bicara.
"Saya berpikir teman-teman para mantan Covid-19 ini sebenarnya punya cerita yang khas punya cerita perjuangan yang luar biasa yang itu ketika diceritakan ulang pada pasien Covid-19 siapa tau ini bisa menjadi salah satu stimulan untuk meningkatkan imunitas mereka," pungkasnya.
(Baca juga: Gatot Nurmantyo Berpotensi Ambil Alih Peran Prabowo di Politik)
Pendampingan tersebut untuk menjadi teman bicara bagi pasien Covid-19, karena kebanyakan para pasien membutuhkan tempat curhat untuk melepas stres saat di isolasi mandiri.
Gerakan teman lawan Covid memiliki tujuan mulia untuk menjadi teman bicara bahkan teman curhat bagi pasien Covid-19. (Baca juga: Deretan Nama Purnawirawan yang Kritis di Pemerintahan SBY dan Jokowi)
"Setelah ngobrol dengan beberapa orang saya coba menjabarkan ide ini teman lawan Covid artinya satu survivor diharapkan mendampingi satu pasien Covid-19," ujar Ara dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Sinergi Mencari Obat Covid, Sabtu (3/10/2020).
Ara menegaskan, tugas relawan teman Covid bukan bermaksud menggantikan peran dokter dan juga peran perawat. Ara menjabarkan, setiap pasien Corona ada gejala fisik dan ada gejala klinis, dan dokter dan perawat bekerja untuk menyembuhkan gejala klinis para pasien Covid-19 dan para survivor bekerja membantu pemulihan psikis dari pasien Covid-19.
"Ini yang coba kita tawarkan digerakan lawan Covid dan bagi kami berbegi cerita dengan pasien Covid-19 untuk hanya sekadar via WA via Telepon, iya teman curhat," jelasnya.
Ara juga yang telah menjadi survivor Covid-19 ini mengungkapkan salah satu yang dirasakan dirinya saat menjadi pasien Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri yakni persoalan gejala fisik. Bahkan katanya, saat isolasi perlu adanya manajemen stres walaupun keluarga dan sahabat selalu support.
"Yang paling sulit bagi saya saat menjalani proses penyembuhan itu adalah manajemen stres, membayangkan bahwa tiga bulan di rumah seperti tahanan rumah kalaupun keluar itu ke RSUD untuk melakukan SWAB, manajemen stres itu yang sangat luar biasa bagi saya kemudian saya share kepada teman yang penderita Covid-19 juga, juga merasakan kurang lebih hal yang sama, merasa sendiri stres yang luar biasa," ungkapnya.
Setelah dinyatakan negatif Covid-19 usai isolasi selama 100 hari dan 17 kali swab test, Ara menceritakan pengalamannya kepada para survivor lainnya. Dan mereka bersepakat untuk membantu pasien Covid-19 untuk menjadi teman bicara.
"Saya berpikir teman-teman para mantan Covid-19 ini sebenarnya punya cerita yang khas punya cerita perjuangan yang luar biasa yang itu ketika diceritakan ulang pada pasien Covid-19 siapa tau ini bisa menjadi salah satu stimulan untuk meningkatkan imunitas mereka," pungkasnya.
(maf)