Selamatkan 25 Juta Anak Indonesia
loading...
A
A
A
“Demand creation itu penting. Orang tua memang harus membawa anaknya untuk imunisasi. Namun di masa pandemi ini mereka takut anaknya tertular penyakit infeksi yang berbahaya,” ujar Kabid Humas dan Kesejahteraan Anggota IDAI Hartono Gunardi dalam diskusi FMB9 secara virtual kemarin. (Baca juga: Penggunaan Masker Kuranngi Resiko Tertular Covid-19)
Kekhawatiran itu juga dipengaruhi pengetahuan yang dimiliki orang tua terhadap imunisasi. Terlebih lagi di masa Covid-19, Hartono menegaskan bahwa petugas kesehatan tetap mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan sehingga mencegah potensi persebaran virus korona.
“Pengetahuan itu penting. Bila pengetahuannya kurang, kita perlu memberikan edukasi kepada ibu atau orang tua agar bisa mengerti atau memahami, menerima, dan punya sikap yang baik terhadap imunisasi,” imbuhnya.
Ia menyadari ada sejumlah mitos yang muncul di benak masyarakat. Misalnya efek samping demam setelah mengikuti imunisasi. Hal itu membuat layanan imunisasi dianggap berbahaya. Tak hanya itu, orang tua juga kerap takut ketika anak merasa rewel, kurang nafsu makan setelah mendapatkan imunisasi dasar. Menurut Hartono, kondisi itu juga lumrah terjadi pada sebagian anak.
“Itu konsep yang salah. Efek samping itu ringan dan akan hilang hanya beberapa hari. Kalau tidak diimunisasi, justru kekebalan tubuh anak malah menurun dan rentan,” ucapnya. (Baca juga: Navalny Sebut Putin Berada di Balik Peracunan Dirinya)
Hartono menegaskan bahwa imunisasi dasar merupakan hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan mencegah infeksi yang menyerang tubuh pada masa pertumbuhannya. Lantaran itudirinya berharap orang tua bisa membawa anaknya mengikuti program vaksinasi tersebut setiap bulan melalui layanan gratis dari fasilitas kesehatan yang telah disediakan gratis oleh pemerintah.
Communication for Development Specialist UNICEF Indonesia Rizky Ika Syafitri mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang diduga menyebabkan program vaksinasi tersebut terkendala. Pertama, dari sisi sumber daya tenaga kesehatan banyak dialihkan untuk respons penanganan Covid-19.
Selanjutnya banyak masyarakat enggan datang ke posyandu atau puskesmas karena khawatir terpapar virus korona. Kondisi itu menyebabkan jumlah anak yang mengakses layanan imunisasi menurun.
Menyikapi persoalan tersebut, dia berharap pemerintah segera berbenah dan memastikan semua petugas layanan menggunakan perlengkapan standar sesuai protokol kesehatan. Strategi itu perlahan membuat kondisi pelayanan imunisasi mulai berangsur membaik.
“Kalau layanan imunisasi dasarnya terganggu, bukan tidak mungkin kita jadi dobel wabah. Di saat Covid-19 belum selesai, kemudian muncul wabah penyakit lain, misalnya difteri, campak yang mudah menular. Ini nanti bebannya luar biasa,” ujar dia. (Baca juga: Hore! Utang Motor Sekarang Nggak Perlu Pakai Uang Muka)
Kekhawatiran itu juga dipengaruhi pengetahuan yang dimiliki orang tua terhadap imunisasi. Terlebih lagi di masa Covid-19, Hartono menegaskan bahwa petugas kesehatan tetap mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan sehingga mencegah potensi persebaran virus korona.
“Pengetahuan itu penting. Bila pengetahuannya kurang, kita perlu memberikan edukasi kepada ibu atau orang tua agar bisa mengerti atau memahami, menerima, dan punya sikap yang baik terhadap imunisasi,” imbuhnya.
Ia menyadari ada sejumlah mitos yang muncul di benak masyarakat. Misalnya efek samping demam setelah mengikuti imunisasi. Hal itu membuat layanan imunisasi dianggap berbahaya. Tak hanya itu, orang tua juga kerap takut ketika anak merasa rewel, kurang nafsu makan setelah mendapatkan imunisasi dasar. Menurut Hartono, kondisi itu juga lumrah terjadi pada sebagian anak.
“Itu konsep yang salah. Efek samping itu ringan dan akan hilang hanya beberapa hari. Kalau tidak diimunisasi, justru kekebalan tubuh anak malah menurun dan rentan,” ucapnya. (Baca juga: Navalny Sebut Putin Berada di Balik Peracunan Dirinya)
Hartono menegaskan bahwa imunisasi dasar merupakan hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan mencegah infeksi yang menyerang tubuh pada masa pertumbuhannya. Lantaran itudirinya berharap orang tua bisa membawa anaknya mengikuti program vaksinasi tersebut setiap bulan melalui layanan gratis dari fasilitas kesehatan yang telah disediakan gratis oleh pemerintah.
Communication for Development Specialist UNICEF Indonesia Rizky Ika Syafitri mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang diduga menyebabkan program vaksinasi tersebut terkendala. Pertama, dari sisi sumber daya tenaga kesehatan banyak dialihkan untuk respons penanganan Covid-19.
Selanjutnya banyak masyarakat enggan datang ke posyandu atau puskesmas karena khawatir terpapar virus korona. Kondisi itu menyebabkan jumlah anak yang mengakses layanan imunisasi menurun.
Menyikapi persoalan tersebut, dia berharap pemerintah segera berbenah dan memastikan semua petugas layanan menggunakan perlengkapan standar sesuai protokol kesehatan. Strategi itu perlahan membuat kondisi pelayanan imunisasi mulai berangsur membaik.
“Kalau layanan imunisasi dasarnya terganggu, bukan tidak mungkin kita jadi dobel wabah. Di saat Covid-19 belum selesai, kemudian muncul wabah penyakit lain, misalnya difteri, campak yang mudah menular. Ini nanti bebannya luar biasa,” ujar dia. (Baca juga: Hore! Utang Motor Sekarang Nggak Perlu Pakai Uang Muka)