Selamatkan 25 Juta Anak Indonesia

Jum'at, 02 Oktober 2020 - 06:02 WIB
loading...
Selamatkan 25 Juta Anak Indonesia
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Pandemi corona (Covid-19) bukan hanya mengancam terjadinya lost generation akibat terganggunya proses belajar mengajar. Bencana tersebut juga secara konkret mengancam kesehatan 25 juta anak Indonesia!

Kondisi demikian terjadi karena lumpuhnya layanan kesehatan seperti pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan pos pelayanan terpadu (posyandu) untuk ibu dan anak. Fakta tersebut sangat memprihatinkan karena bisa memengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan. (Baca: Berikut Beberapa Doa Memohon Dilancarkan Rezeki)

Kemarin Pengurus Besar IDI, PP IAKMI (Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia), DPP PPNI (Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia), PP IBI (Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia), dan GKIA (Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak) menyatukan pandangan untuk mencari solusi persoalan tersebut. Mereka menyampaikan seruan nasional agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan dasar tetap menjadi prioritas utama.

Terancamnya kesehatan jutaan anak Indonesia disampaikan Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Husein Habsyi berdasar data Kementerian Kesehatan per 30 September 2020. Dijelaskannya, selama pandemi korona, sebanyak 83,9% pelayanan kesehatan dasar tidak bisa berjalan dengan optimal, terutama posyandu. Banyak ibu hamil tidak mendapatkan pelayanan antenatal yang memadai.

“Situasi ini terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal ini memberikan dampak sangat besar pada pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya pada pelayanan kesehatan ibu dan anak,” papar Husein dalam konferensi pers “Seruan Selamatkan 25 Juta Anak Indonesia” secara virtual kemarin di Jakarta.

Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih menegaskan, lumpuhnya pelayanan fasilitas kesehatan akibat terdampak pandemi, termasuk layanan posyandu, dapat mengakibatkan 25 juta balita tidak memperoleh imunisasi, suplementasi vitamin A, pemantauan tumbuh kembang, dan pelayanan rutin lainnya yang sangat diperlukan.

“Dampak pada anak ini mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar pada keluarga, daerah, dan negara untuk jangka waktu pendek maupun panjang. Kasus anak di Indonesia yang terinfeksi Covid-19 per 10 Agustus 2020 sudah mencapai 3.928 anak dan meninggal sebanyak 59 anak yang merupakan kasus tertinggi di Asia,” jelasnya. (Baca juga: Bantuan Kuota Data Diminta Pakai Sistem Akumulasi)

Selain itu kasus Covid-19 pada ibu hamil dan dampak terhadap pelayanan pemantauan kehamilan memicu kenaikan angka kehamilan dengan komplikasi. “Jika hal ini tidak mendapatkan perhatian serius dan terjadi dalam waktu 1 tahun, pengawasan terhadap ibu hamil dengan risiko tinggi tidak dapat dilakukan dengan baik. Kemungkinan terjadi kematian ibu yang lebih tinggi dari 25% akibat kehamilan dengan hipertensi preeklamsia,” imbuhnya.

“Sebagaimana rekomendasi WHO agar pelayanan kesehatan esensial tetap terselenggara, pemerintah daerah perlu memikirkan melakukan pemisahan layanan puskesmas dan klinik yang dikhususkan bagi ibu hamil, bayi, dan balita, terpisah dari layanan pasien dengan Covid-19 sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang memeriksakan diri. Demikian juga dengan posyandu harus segera dibuka dengan mematuhi panduan operasional,” jelas Daeng.

Sementara itu Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan pentingnya orang tua untuk tetap mengutamakan kesehatan anak dengan mengikuti program imunisasi dasar. Vaksinasi tersebut sangat penting demi mencegah potensi terinfeksi penyakit menular yang bisa menyerang kekebalan tubuh di masa pertumbuhan anak.

“Demand creation itu penting. Orang tua memang harus membawa anaknya untuk imunisasi. Namun di masa pandemi ini mereka takut anaknya tertular penyakit infeksi yang berbahaya,” ujar Kabid Humas dan Kesejahteraan Anggota IDAI Hartono Gunardi dalam diskusi FMB9 secara virtual kemarin. (Baca juga: Penggunaan Masker Kuranngi Resiko Tertular Covid-19)

Kekhawatiran itu juga dipengaruhi pengetahuan yang dimiliki orang tua terhadap imunisasi. Terlebih lagi di masa Covid-19, Hartono menegaskan bahwa petugas kesehatan tetap mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan sehingga mencegah potensi persebaran virus korona.

“Pengetahuan itu penting. Bila pengetahuannya kurang, kita perlu memberikan edukasi kepada ibu atau orang tua agar bisa mengerti atau memahami, menerima, dan punya sikap yang baik terhadap imunisasi,” imbuhnya.

Ia menyadari ada sejumlah mitos yang muncul di benak masyarakat. Misalnya efek samping demam setelah mengikuti imunisasi. Hal itu membuat layanan imunisasi dianggap berbahaya. Tak hanya itu, orang tua juga kerap takut ketika anak merasa rewel, kurang nafsu makan setelah mendapatkan imunisasi dasar. Menurut Hartono, kondisi itu juga lumrah terjadi pada sebagian anak.

“Itu konsep yang salah. Efek samping itu ringan dan akan hilang hanya beberapa hari. Kalau tidak diimunisasi, justru kekebalan tubuh anak malah menurun dan rentan,” ucapnya. (Baca juga: Navalny Sebut Putin Berada di Balik Peracunan Dirinya)

Hartono menegaskan bahwa imunisasi dasar merupakan hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan mencegah infeksi yang menyerang tubuh pada masa pertumbuhannya. Lantaran itudirinya berharap orang tua bisa membawa anaknya mengikuti program vaksinasi tersebut setiap bulan melalui layanan gratis dari fasilitas kesehatan yang telah disediakan gratis oleh pemerintah.

Communication for Development Specialist UNICEF Indonesia Rizky Ika Syafitri mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang diduga menyebabkan program vaksinasi tersebut terkendala. Pertama, dari sisi sumber daya tenaga kesehatan banyak dialihkan untuk respons penanganan Covid-19.

Selanjutnya banyak masyarakat enggan datang ke posyandu atau puskesmas karena khawatir terpapar virus korona. Kondisi itu menyebabkan jumlah anak yang mengakses layanan imunisasi menurun.

Menyikapi persoalan tersebut, dia berharap pemerintah segera berbenah dan memastikan semua petugas layanan menggunakan perlengkapan standar sesuai protokol kesehatan. Strategi itu perlahan membuat kondisi pelayanan imunisasi mulai berangsur membaik.

“Kalau layanan imunisasi dasarnya terganggu, bukan tidak mungkin kita jadi dobel wabah. Di saat Covid-19 belum selesai, kemudian muncul wabah penyakit lain, misalnya difteri, campak yang mudah menular. Ini nanti bebannya luar biasa,” ujar dia. (Baca juga: Hore! Utang Motor Sekarang Nggak Perlu Pakai Uang Muka)

Rizky lantas mengingatkan, tanpa imunisasi, kekebalan anak akan rentan terkena penyakit berbahaya. Infeksi Rubella, misalnya, bisa menyebabkan anak cacat seumur hidup hingga berujung kematian.

Karena itu dirinya meminta masyarakat untuk memastikan anak-anak mendapatkan imunisasi dasar. Orang tua bisa melihat jadwal layanan melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

“Pastikan setiap bulan hadir. Jangan khawatir, puskesmas, posyandu sudah aman. Petugas menjalankannya sesuai SOP. Jadi, anak Anda terlindung dari penyakit lain. Imunisasi dasar ini gratis, tidak perlu lagi membayar,” urai dia.

Lebih jauh dia menandaskan, imunisasi dasar merupakan hak setiap warga negara Indonesia, terutama anak-anak, untuk memperoleh kesehatan. Program tersebut dapat dinikmati sejak usia di bawah lima tahun (balita) hingga kelompok usia sekolah dasar.

Terlebih lagi di masa pandemi saat ini, anak diwajibkan mendapatkan akses layanan imunisasi melalui fasilitas kesehatan seperti posyandu maupun puskesmas. Vaksinasi tersebut ditujukan demi mencegah anak dari paparan infeksi berbagai macam penyakit atau virus yang mengancam kesehatan dan tumbuh kembang anak. (Baca juga: Bagian dari Transparansi Anggaran, Kejagung Diminta Kawal Kemensos)

Untuk tujuan tersebut, dia mengakui pihaknya bersama Kementerian Kesehatan, IDAI, dan pihak terkait lain berupaya memastikan hak tersebut tetap terpenuhi. Bahkan UNICEF mengapresiasi komitmen pemerintah terhadap layanan imunisasi dasar bagi usia balita hingga sekolah dasar yang diberikan secara gratis melalui posyandu maupun puskesmas.

“Indonesia sudah 30 tahun lebih melaksanakan program imunisasi. Di dunia bahkan lebih lama lagi. Sudah terbukti menyelamatkan jutaan anak dari kematian, kesakitan, dan kecacatan. Ini luar biasa manfaatnya. Masyarakat harusnya betul-betul mengambil manfaat dari program yang disediakan pemerintah ini,” kata Kiki, sapaan akrab Rizky, dalam diskusi FMB9 secara daring kemarin.

Tak hanya hak, imunisasi juga merupakan sebuah kewajiban. Ketika sudah mendapatkan imunisasi, akan jadi sehat dan kebal terhadap sejumlah penyakit. Kondisi itu juga secara tidak langsung akan melindungi orang lain di sekitarnya.

“Kita melindungi orang lain karena tidak semua orang itu punya kondisi tubuh yang ideal untuk menerima manfaat imunisasi. Misalnya orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, orang tua yang sangat rentan terhadap beberapa jenis penyakit. (Lihat videonya: Harga Tes Swab Akan Segera Dievaluasi)

Dengan imunisasi ini mereka tidak perlu imunisasi karena ada hambatan, tetapi akan mendapatkan manfaatnya jika sebagian besar populasi diimunisasi dan terbentuk kekebalan kelompok atau herd immunity. Mereka ini akan mendapatkan benefit (keuntungan) juga,” ujarnya. (Binti Mufarida/Faorick Pakpahan)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1794 seconds (0.1#10.140)