Jika Perppu 1/2020 Disetujui DPR, Pengawasan Anggaran Makin Sulit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keputusan DPR menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 untuk disahkan sebagai undang-undang (UU) melalui rapat paripurna menuai kritikan. Perppu yang mengatur kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan Covid-19 itu bisa memberi ancaman terhadap perekonomian atau stabilitas sistem keuangan nasional.
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menyayangkan bila Perppu itu ditetapkan sebagai UU karena pengawasan terhadap anggaran negara akan sulit dilakukan. Menurut dia, pengelolaan keuangan negara seharusnya berdasar pada prinsip transparansi dan partisipasi.
"Setidaknya dalam dua tahun ke depan, sulit melakukan pengawasan terhadap pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan alokasi anggaran. Padahal, dalam beberapa praktik akhir-akhir ini, terjadi alokasi dana negara untuk program-program yang justru banyak mendapat kritikan dan sorotan dan partai politik," kata Ray saat dihubungi SINDOnews, Selasa (5/5/2020).
Ia menyinggung pertimbangan politik DPR, khususnya partai koalisi pendukung presiden, lebih dominan menerima Perppu 01/2020 ketimbang mengedepankan sikap kritis atas beleid tersebut. Bahkan, dirinya juga menyoalkan sejumlah pasal bermasalah dalam Perppu itu.
Dengan lolosnya pasal-pasal tersebut menjadi undang-undang, pemangku kepentingan bakal punya wewenang berlebih dalam memanfaatkan anggaran, bahkan punya kesempatan membuat kebijakan yang sebenarnya tidak terkait dengan Covid-19.
Hampir sulit dipahami, bahwa uang negara dikelola dengan hanya berdasarkan itikad baik. Sebab, sistem pengelolaan keuangan negara harus berdasarkan prinsip transparansi, partispasi, pemerintahan yang bersih dan baik serta memiliki implikasi hukum yang serius. ( ).
"Dengan lolosnya Perppu ini, kita bersiap saja melihat akan munculnya berbagai program yang mungkin membuat kita hanya geleng-geleng kepala. Tidak ada alat uji yang pasti apakah suatu program pemerintah benar-benar dimaksudkan untuk pencegahan dan penanganan wabah Covid-19," kata Ray.
Ia pun menyinggung pertimbangan politik itu yang kemungkinan membuat Fraksi PDI Perjuangan berubah haluan. Jika sebelumnya, mereka banyak memperlihatkan sikap menolak Perppu, tapi akhirnya juga menerima Perppu, malah sebagaimana adanya, dan tanpa catatan. "Politik apakah? Yang lazim untuk menjelaskan itu adalah politik kepentingan masing-masing fraksi," tambah dia. ( ).
Sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR sepakat Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekenomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem keuangan, agar segera disahkan dalam rapat paripurna.
Persetujuan itu pun disepakati dalam rapat Banggar yang digelar Senin (4/5/2020) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Delapan dari sembilan fraksi di DPR setuju Perppu 1/2020 untuk disahkan menjadi undang-undang (UU).
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menyayangkan bila Perppu itu ditetapkan sebagai UU karena pengawasan terhadap anggaran negara akan sulit dilakukan. Menurut dia, pengelolaan keuangan negara seharusnya berdasar pada prinsip transparansi dan partisipasi.
"Setidaknya dalam dua tahun ke depan, sulit melakukan pengawasan terhadap pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan alokasi anggaran. Padahal, dalam beberapa praktik akhir-akhir ini, terjadi alokasi dana negara untuk program-program yang justru banyak mendapat kritikan dan sorotan dan partai politik," kata Ray saat dihubungi SINDOnews, Selasa (5/5/2020).
Ia menyinggung pertimbangan politik DPR, khususnya partai koalisi pendukung presiden, lebih dominan menerima Perppu 01/2020 ketimbang mengedepankan sikap kritis atas beleid tersebut. Bahkan, dirinya juga menyoalkan sejumlah pasal bermasalah dalam Perppu itu.
Dengan lolosnya pasal-pasal tersebut menjadi undang-undang, pemangku kepentingan bakal punya wewenang berlebih dalam memanfaatkan anggaran, bahkan punya kesempatan membuat kebijakan yang sebenarnya tidak terkait dengan Covid-19.
Hampir sulit dipahami, bahwa uang negara dikelola dengan hanya berdasarkan itikad baik. Sebab, sistem pengelolaan keuangan negara harus berdasarkan prinsip transparansi, partispasi, pemerintahan yang bersih dan baik serta memiliki implikasi hukum yang serius. ( ).
"Dengan lolosnya Perppu ini, kita bersiap saja melihat akan munculnya berbagai program yang mungkin membuat kita hanya geleng-geleng kepala. Tidak ada alat uji yang pasti apakah suatu program pemerintah benar-benar dimaksudkan untuk pencegahan dan penanganan wabah Covid-19," kata Ray.
Ia pun menyinggung pertimbangan politik itu yang kemungkinan membuat Fraksi PDI Perjuangan berubah haluan. Jika sebelumnya, mereka banyak memperlihatkan sikap menolak Perppu, tapi akhirnya juga menerima Perppu, malah sebagaimana adanya, dan tanpa catatan. "Politik apakah? Yang lazim untuk menjelaskan itu adalah politik kepentingan masing-masing fraksi," tambah dia. ( ).
Sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR sepakat Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekenomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem keuangan, agar segera disahkan dalam rapat paripurna.
Persetujuan itu pun disepakati dalam rapat Banggar yang digelar Senin (4/5/2020) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Delapan dari sembilan fraksi di DPR setuju Perppu 1/2020 untuk disahkan menjadi undang-undang (UU).
(zik)