Anomali Kepala BPKP Merangkap Komisaris PLN
loading...
A
A
A
Fahmy Radhi
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada
MENTERI Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir kembali membuat anomali dalam pengangkatan komisaris BUMN. Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perusahaan Listrik Negara (PLN), pemegang saham memutuskan untuk mengangkat dan menetapkan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh sebagai Komisaris PLN.
Perangkapan jabatan Kepala BPKP dan Komisaris PLN memang tidak melanggar UU BUMN dan aturan berlaku, namun tampak anomali yang berpotensi menimbulkan conflict of interest dan mengarah pada penyalahgunaan kewenangan. Pasalnya, selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPKP merupakan lembaga resmi yang melakukan audit terhadap PLN.
Hasil audit BPKP menjadi salah satu referensi bagi BPK dalam melakukan pemeriksaan di PLN. Kalau perangkapan jabatan itu memicu penyalahgunaan kewenangan dalam proses audit PLN, hasil audit BPKP itu akan mengaburkan hasil audit BPK.
Oleh karena itu, perangkapan jabatan Kepala BPKP dan Komisaris PLN harus dihindari. Kalau memilih sebagai Komisaris PLN, Muhammad Yusuf Ateh sebaiknya secara sukarela mengundurkan diri sebagai Kepala BPKP. Namun, kalau bersikeras merangkap jabatan sebagai Kepala BPKP dan Komisaris PLN, maka harus ditetapkan aturan sebagai rule of the game dalam proses dan pengesyahan hasil audit PLN.
Poin penting aturan itu antara lain: Muhammad Yusuf Ateh sebagai Ketua BPKP tidak diperbolehkan menjadi salah satu auditor saat mengaudit PLN. Selain itu, hasil audit PLN tidak diperkenankan disahkan oleh kepala BPK, tetapi ditandatangani oleh Wakil Ketua BPKP.
Aturan itu dimaksudkan untuk meminimkan adanya conflict of interest dan penyalahgunaan kewenangan selama proses dan pengesahan hasil audit PLN. Diharapkan, hasil audit PLN itu benar-benar valid dan accountable sesuai dengan prinsip-prinsip akuntasi yang berlaku.
Penetapan Komisaris PLN yang cenderung anomali itu seolah membenarkan pendapat beberapa kalangan bahwa Kementerian BUMN menjadi perpanjangan tangan dari berbagai kelompok kepentingan dalam menetapkan Direksi dan Komisaris di sebagian besar BUMN negeri ini. Sangat beralasan jika Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berteriak keras untuk membubarkan Kementerian BUMN.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada
MENTERI Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir kembali membuat anomali dalam pengangkatan komisaris BUMN. Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perusahaan Listrik Negara (PLN), pemegang saham memutuskan untuk mengangkat dan menetapkan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh sebagai Komisaris PLN.
Perangkapan jabatan Kepala BPKP dan Komisaris PLN memang tidak melanggar UU BUMN dan aturan berlaku, namun tampak anomali yang berpotensi menimbulkan conflict of interest dan mengarah pada penyalahgunaan kewenangan. Pasalnya, selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPKP merupakan lembaga resmi yang melakukan audit terhadap PLN.
Hasil audit BPKP menjadi salah satu referensi bagi BPK dalam melakukan pemeriksaan di PLN. Kalau perangkapan jabatan itu memicu penyalahgunaan kewenangan dalam proses audit PLN, hasil audit BPKP itu akan mengaburkan hasil audit BPK.
Oleh karena itu, perangkapan jabatan Kepala BPKP dan Komisaris PLN harus dihindari. Kalau memilih sebagai Komisaris PLN, Muhammad Yusuf Ateh sebaiknya secara sukarela mengundurkan diri sebagai Kepala BPKP. Namun, kalau bersikeras merangkap jabatan sebagai Kepala BPKP dan Komisaris PLN, maka harus ditetapkan aturan sebagai rule of the game dalam proses dan pengesyahan hasil audit PLN.
Poin penting aturan itu antara lain: Muhammad Yusuf Ateh sebagai Ketua BPKP tidak diperbolehkan menjadi salah satu auditor saat mengaudit PLN. Selain itu, hasil audit PLN tidak diperkenankan disahkan oleh kepala BPK, tetapi ditandatangani oleh Wakil Ketua BPKP.
Aturan itu dimaksudkan untuk meminimkan adanya conflict of interest dan penyalahgunaan kewenangan selama proses dan pengesahan hasil audit PLN. Diharapkan, hasil audit PLN itu benar-benar valid dan accountable sesuai dengan prinsip-prinsip akuntasi yang berlaku.
Penetapan Komisaris PLN yang cenderung anomali itu seolah membenarkan pendapat beberapa kalangan bahwa Kementerian BUMN menjadi perpanjangan tangan dari berbagai kelompok kepentingan dalam menetapkan Direksi dan Komisaris di sebagian besar BUMN negeri ini. Sangat beralasan jika Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berteriak keras untuk membubarkan Kementerian BUMN.
(kri)