Usulan Sanksi Pelanggar Protokol COVID-19 di Pilkada, UU Wabah hingga KUHP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR mengusulkan sejumlah sanksi tegas untuk para pelanggar protokol kesehatan COVID-19 dalam Pilkada 2020 di 270 daerah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Pilkada. Ketentuan Undang-Undang (UU) yang digunakan pun beragam, mulai dari UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan UU KUHP.
Hal ini diputuskan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020). (Baca juga: DPR-Pemerintah Kompak Tetap Lanjutkan Pilkada 2020)
“Dalam rangka mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19 dan terjadinya pelanggaran Protokol Kesehatan COVID-19, Komisi II DPR meminta KPU untuk segera merevisi PKPU Nomor 10/2020 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 6/2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung membacakan kesimpulan.
Doli melanjutkan, PKPU itu khususnya ditekankan pada sejumlah pengaturan yakni melarang pertemuan yang melibatkan massa banyak dan/atau kerumunan, seperti rapat umum, konser, arak-arakan dan lain-lain; mendorong terjadinya kampanye melalui daring; mewajibkan penggunaan masker, handsanitizer, sabun dan alat pelindung kesehatan lainnya sebagai media kampanye.
Kemudian, sambung Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini, penegakan disiplin dan sanksi hukum yang tegas dalam PKPU itu didadasarkan sesuai dengan sejumlah UU yang bersinggungan dengan Pilkada maupun pandemi COVID-19.
“UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, khususnya Pasal 69 huruf e dan j dan 187 ayat 2 dan 3; UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, khususnya Pasal 14 ayat (1); UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, khususnya Pasal 93; dan penerapan KUHP bagi yang melanggar, khususnya Pasal 212, 214, 216 ayat (1), dan 218,” urai Doli.
“Pengaturan tata cara pemungutan suara, khususnya untuk pemilih yang berusia rentan terhadap COVID-19 dan pengaturan rekapitulasi pemungutan suara melalui e-rekap,” imbuhnya.
Doli menuturkan, berdasarkan penjelasan Mendagri, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP RI, Komisi II DPR meminta agar Kelompok Kerja yang telah dibentuk bersama antara Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Satuan Tugas COVID-19, Kejaksaan RI dan Kepolisian RI diintensifkan terutama dalam tahapan yang berpotensi terjadinya pelanggaran.
“Seperti, tahapan penetapan pasangan calon, tahapan penyelesaian sengketa calon, tahapan pengundian nomor urut; tahapan kampanye; tahapan pemungutan dan penghitungan suara dan tahapan penyelesaian sengketa hasil,” papar Doli. (Baca juga: Bawaslu Usul Penetapan dan Pengundian Nomor Urut Paslon Pilkada Via Daring)
Selain itu, Doli menambahkan Komisi II DPR, Mendagri, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP RI bersepakat untuk meminta penjelasan secara rinci, terukur dan berkelanjutan kepada Satgas Penanganan COVID-19 tentang status zona dan risiko COVID-19 pada setiap daerah yang menyelenggaran Pilkada untuk mengantisipasi munculnya klaster baru COVID-19.
Hal ini diputuskan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020). (Baca juga: DPR-Pemerintah Kompak Tetap Lanjutkan Pilkada 2020)
“Dalam rangka mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19 dan terjadinya pelanggaran Protokol Kesehatan COVID-19, Komisi II DPR meminta KPU untuk segera merevisi PKPU Nomor 10/2020 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 6/2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung membacakan kesimpulan.
Doli melanjutkan, PKPU itu khususnya ditekankan pada sejumlah pengaturan yakni melarang pertemuan yang melibatkan massa banyak dan/atau kerumunan, seperti rapat umum, konser, arak-arakan dan lain-lain; mendorong terjadinya kampanye melalui daring; mewajibkan penggunaan masker, handsanitizer, sabun dan alat pelindung kesehatan lainnya sebagai media kampanye.
Kemudian, sambung Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini, penegakan disiplin dan sanksi hukum yang tegas dalam PKPU itu didadasarkan sesuai dengan sejumlah UU yang bersinggungan dengan Pilkada maupun pandemi COVID-19.
“UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, khususnya Pasal 69 huruf e dan j dan 187 ayat 2 dan 3; UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, khususnya Pasal 14 ayat (1); UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, khususnya Pasal 93; dan penerapan KUHP bagi yang melanggar, khususnya Pasal 212, 214, 216 ayat (1), dan 218,” urai Doli.
“Pengaturan tata cara pemungutan suara, khususnya untuk pemilih yang berusia rentan terhadap COVID-19 dan pengaturan rekapitulasi pemungutan suara melalui e-rekap,” imbuhnya.
Doli menuturkan, berdasarkan penjelasan Mendagri, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP RI, Komisi II DPR meminta agar Kelompok Kerja yang telah dibentuk bersama antara Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Satuan Tugas COVID-19, Kejaksaan RI dan Kepolisian RI diintensifkan terutama dalam tahapan yang berpotensi terjadinya pelanggaran.
“Seperti, tahapan penetapan pasangan calon, tahapan penyelesaian sengketa calon, tahapan pengundian nomor urut; tahapan kampanye; tahapan pemungutan dan penghitungan suara dan tahapan penyelesaian sengketa hasil,” papar Doli. (Baca juga: Bawaslu Usul Penetapan dan Pengundian Nomor Urut Paslon Pilkada Via Daring)
Selain itu, Doli menambahkan Komisi II DPR, Mendagri, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP RI bersepakat untuk meminta penjelasan secara rinci, terukur dan berkelanjutan kepada Satgas Penanganan COVID-19 tentang status zona dan risiko COVID-19 pada setiap daerah yang menyelenggaran Pilkada untuk mengantisipasi munculnya klaster baru COVID-19.
(kri)