Banyak Kasus Mangkrak, Anggaran Jumbo Penyidikan Polri Dipertanyakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah anggota Komisi III DPR mengkritisi soal besarnya anggaran penyelidikan dan penyidikan di Polri yang mencapai Rp5,49 triliun dalam Rapat Kerja dan Anggaran Kementerian Lembaga (RKA K/L) Polri tahun 2021 bersama Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono. Sementara, banyak kasus di Polri yang mangkrak dan tidak kunjung ke penuntutan sehingga rutan menjadi kelebihan kapasitas.
“Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Rp5,49 triliun, perlu ada penyisiran di sini, tidak sampai satuan tiga. Masalah penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polri apa sudah sebanding dengan apa yang dilakukan Kejaksaan dan Mahkamah Agung, penyelidikan dan penyidikan berapa persen yang sampai ke penuntutan,” kata anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/9/2020).
(Baca: Komisi III DPR Sepakati Rp111,9 T plus Tambahan Rp19,6 T untuk Polri 2021)
Karena, Wihadi melanjutkan, dengan anggaran yang mencapai Rp5,49 triliun ini tidak mencapai 50% dari pos anggaran serupa di Kejaksaan. Untuk itu, ia mempertanyakan apakah anggaran ini digunakan semuanya dan apakah anggaran ini bisa dimanfaatkan semua. “Karena kemungkinan yang terjadi, penyelidikan dan penyidikan dilakukan tapi penuntutan tidak terjadi,” ujarnya.
Politikus Partai Gerindra ini mengingatkan, jangan sampai alokasi ini digunakan untuk kriminalisasi lalu kasusnya hilang tapi, anggarannya jalan terus. Untuk itu, dia mempertanyakan alasan Polri mengaloaksikan anggaran sebesar itu untuk penyeldikan dan penyidikan, dan perlu di-breakdown untuk pidana khusus berapa, pidana umum berapa dan narkoba berapa.
“Saya sering kali mendengar laporan, banyak sekali penangkapan narkoba jarang masuk ke penuntutan, selesai di situ saja. Tetapi kasus ini berjalan dan ada anggaran di situ,” tegas Wihadi.
Karena itu, dia meminta agar hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut karena, besarannya tidak sebanding dengan anggaran di Kejaksaan. Justru banyak yang sudah ditangkap, masuk tahanan dan belum P21 (berkas penyidikan lengkap), lalu tahanan polisi mungkin bisa keluar lagi tetapi, apakah kasusnya terus berjalan atau tidak.
“Kemudian pada saat di penuntutan, Kejaksaan anggaran belum siap sehingga dia masuk rutan, rutan akan jadi over capacity. Apa yang harus dilakukan soal ini harus duduk bersama berapa persen yang masuk penuntutan,” usulnya.
(Baca: Komisi III DPR Kritisi Efektivitas Belanja Modal Polri)
Senada, anggota Komisi III DPR Santoso juga berharap bahwa konseling di Polri ini benar-benar dimanfaatkan agar kasus yang remeh-temeh tidak diproses oleh aparat Polri, apalagi kalau cenderung ke penyalahgunaan kekuasaan di Polri.
“Saya berharap konseling di Polri benar-benar dimanfaatkan sehingga kasus-kasus remeh diproses aparat polri dalam rangka menyalahgunakan ada abuse of power,” katanya di kesempatan sama.
Menurut politikus Partai Demokrat ini, keadaan tersebut bisa dimanfaatkan sehingga ada orang yang dilaporkan dan semestinya tidak bisa ditindaklanjuti, tetapi ditindaklanjuti oleh Polri. Dia pun mencontohkan kasus yang terjadi pada dirinya saat menjadi anggota DPRD DKI Jakarta, dia dilaporkan sebagai karyawan swasta dan tidak sampai 2 bulan ia dijadikan tersangka.
“Saya maksudnya supaya anggaran ini tidak disalahgunakan dalam hal penyidikan, karena ada angkanya kalau di daerah kepulauan sampai sekian puluh juta, kalau di darat cuman 3 koma sekian gitu. Jadi benar-benar bahwa penyeidikan ini benar-benar update sesuai dengan apa yang ditentukan gitu,” tandasnya.
“Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Rp5,49 triliun, perlu ada penyisiran di sini, tidak sampai satuan tiga. Masalah penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polri apa sudah sebanding dengan apa yang dilakukan Kejaksaan dan Mahkamah Agung, penyelidikan dan penyidikan berapa persen yang sampai ke penuntutan,” kata anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/9/2020).
(Baca: Komisi III DPR Sepakati Rp111,9 T plus Tambahan Rp19,6 T untuk Polri 2021)
Karena, Wihadi melanjutkan, dengan anggaran yang mencapai Rp5,49 triliun ini tidak mencapai 50% dari pos anggaran serupa di Kejaksaan. Untuk itu, ia mempertanyakan apakah anggaran ini digunakan semuanya dan apakah anggaran ini bisa dimanfaatkan semua. “Karena kemungkinan yang terjadi, penyelidikan dan penyidikan dilakukan tapi penuntutan tidak terjadi,” ujarnya.
Politikus Partai Gerindra ini mengingatkan, jangan sampai alokasi ini digunakan untuk kriminalisasi lalu kasusnya hilang tapi, anggarannya jalan terus. Untuk itu, dia mempertanyakan alasan Polri mengaloaksikan anggaran sebesar itu untuk penyeldikan dan penyidikan, dan perlu di-breakdown untuk pidana khusus berapa, pidana umum berapa dan narkoba berapa.
“Saya sering kali mendengar laporan, banyak sekali penangkapan narkoba jarang masuk ke penuntutan, selesai di situ saja. Tetapi kasus ini berjalan dan ada anggaran di situ,” tegas Wihadi.
Karena itu, dia meminta agar hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut karena, besarannya tidak sebanding dengan anggaran di Kejaksaan. Justru banyak yang sudah ditangkap, masuk tahanan dan belum P21 (berkas penyidikan lengkap), lalu tahanan polisi mungkin bisa keluar lagi tetapi, apakah kasusnya terus berjalan atau tidak.
“Kemudian pada saat di penuntutan, Kejaksaan anggaran belum siap sehingga dia masuk rutan, rutan akan jadi over capacity. Apa yang harus dilakukan soal ini harus duduk bersama berapa persen yang masuk penuntutan,” usulnya.
(Baca: Komisi III DPR Kritisi Efektivitas Belanja Modal Polri)
Senada, anggota Komisi III DPR Santoso juga berharap bahwa konseling di Polri ini benar-benar dimanfaatkan agar kasus yang remeh-temeh tidak diproses oleh aparat Polri, apalagi kalau cenderung ke penyalahgunaan kekuasaan di Polri.
“Saya berharap konseling di Polri benar-benar dimanfaatkan sehingga kasus-kasus remeh diproses aparat polri dalam rangka menyalahgunakan ada abuse of power,” katanya di kesempatan sama.
Menurut politikus Partai Demokrat ini, keadaan tersebut bisa dimanfaatkan sehingga ada orang yang dilaporkan dan semestinya tidak bisa ditindaklanjuti, tetapi ditindaklanjuti oleh Polri. Dia pun mencontohkan kasus yang terjadi pada dirinya saat menjadi anggota DPRD DKI Jakarta, dia dilaporkan sebagai karyawan swasta dan tidak sampai 2 bulan ia dijadikan tersangka.
“Saya maksudnya supaya anggaran ini tidak disalahgunakan dalam hal penyidikan, karena ada angkanya kalau di daerah kepulauan sampai sekian puluh juta, kalau di darat cuman 3 koma sekian gitu. Jadi benar-benar bahwa penyeidikan ini benar-benar update sesuai dengan apa yang ditentukan gitu,” tandasnya.
(muh)