Mantan Sekjen Golkar Idrus Marham Bebas, Begini Reaksi KPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menanggapi bebasnya, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Idrus Marham dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jakarta Timur pada Jumat, 11 September 2020.
(Baca juga: Dua Tahun Dipenjara, Idrus Marham Akhirnya Resmi Bebas dari Lapas Cipinang)
Menurut KPK, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Hukum dan HAM. Sebab, tugas pokok fungsi KPK sebagaimana Pasal 6 huruf f UU KPK adalah melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Jaksa eksekutor KPK telah mengeksekusi pidana badan dan memasukkan yang bersangkutan ke dalam Lapas Cipinang. Berikutnya tentu menjadi wewenang sepenuhnya pihak Kementrian Hukum dan HAM," ujar Plt Juru bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (12/9/2020).
(Baca juga: MA Potong Masa Tahanan Idrus Marham)
Ali juga menyebut bahwa Idrus Marham sudah membayar denda pada hari Kamis (3/9/2020), sebesar Rp50 juta rupiah. "Jaksa Eksekusi KPK Andry Prihandono telah melakukan pembayaran ke kas negara berupa pembayaran denda sebesar Rp50.000.000,00 atas nama Terpidana Idrus Marham sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3681 K/Pid.Sus/2019 tanggal 2 Desember 2019," jelasnya.
Idrus Marham merupakan terpidana kasus suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Dia terbukti bersalah menerima suap dari pengusaha Johanes Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.
Awalnya, Idrus Marham divonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 Juta subsider dua bulan kurungan di tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor Jakarta. Hakim Pengadilan Tipikor memvonis Idrus Marham terbukti bersalah karena menerima suap terkait proyek PLTU Riau-1 bersama-sama Eni Maulani Saragih.
Kemudian, Idrus Marham melalui pengacaranya mengajukan banding.‎ Namun di Pengadilan Tinggi DKI, Idrus justru diperberat hukumannya menjadi 5 tahun bui. Lantas, Idrus mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan dikabulkan.
Kemudian MA memotong masa hukuman Idrus Marham menjadi dua tahun penjara dari semula lima tahun. Hukuman itu diputus oleh Ketua Majelis Hakim Suhadi dan dua Hakim Anggota, Krisna Harahap serta Abdul Latief pada 2 Desember 2019.
(Baca juga: Dua Tahun Dipenjara, Idrus Marham Akhirnya Resmi Bebas dari Lapas Cipinang)
Menurut KPK, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Hukum dan HAM. Sebab, tugas pokok fungsi KPK sebagaimana Pasal 6 huruf f UU KPK adalah melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Jaksa eksekutor KPK telah mengeksekusi pidana badan dan memasukkan yang bersangkutan ke dalam Lapas Cipinang. Berikutnya tentu menjadi wewenang sepenuhnya pihak Kementrian Hukum dan HAM," ujar Plt Juru bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (12/9/2020).
(Baca juga: MA Potong Masa Tahanan Idrus Marham)
Ali juga menyebut bahwa Idrus Marham sudah membayar denda pada hari Kamis (3/9/2020), sebesar Rp50 juta rupiah. "Jaksa Eksekusi KPK Andry Prihandono telah melakukan pembayaran ke kas negara berupa pembayaran denda sebesar Rp50.000.000,00 atas nama Terpidana Idrus Marham sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3681 K/Pid.Sus/2019 tanggal 2 Desember 2019," jelasnya.
Idrus Marham merupakan terpidana kasus suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Dia terbukti bersalah menerima suap dari pengusaha Johanes Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.
Awalnya, Idrus Marham divonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 Juta subsider dua bulan kurungan di tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor Jakarta. Hakim Pengadilan Tipikor memvonis Idrus Marham terbukti bersalah karena menerima suap terkait proyek PLTU Riau-1 bersama-sama Eni Maulani Saragih.
Kemudian, Idrus Marham melalui pengacaranya mengajukan banding.‎ Namun di Pengadilan Tinggi DKI, Idrus justru diperberat hukumannya menjadi 5 tahun bui. Lantas, Idrus mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan dikabulkan.
Kemudian MA memotong masa hukuman Idrus Marham menjadi dua tahun penjara dari semula lima tahun. Hukuman itu diputus oleh Ketua Majelis Hakim Suhadi dan dua Hakim Anggota, Krisna Harahap serta Abdul Latief pada 2 Desember 2019.
(maf)