Kasus Positif Covid-19 Kian Mengkhawatirkan, Rumah Sakit di Ambang Kolaps
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tren peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 kian mengkhawatirkan. Satu di antara dampaknya adalah kapasitas rumah sakit rujukan yang mulai kewalahan melayani pasien. Pemerintah diminta membuat langkah antisipasi guna memastikan pasien yang butuh perawatan tetap terlayani.
Seiring kian bertambahnya pasien positif secara otomatis ruang perawatan yang dibutuhkan juga kian bertambah. Kebutuhan terutama berupa ruang isolasi dan intensive care unit (ICU). (Baca: 9 Cara Menghindari Dosa Dusta dan Ghibah)
Kondisi paling mengkhawatirkan terjadi di Jakarta. Seiring jumlah pasien positif yang terus melonjak, 13 rumah sakit umum daerah (RSUD) di Ibu Kota saat ini difungsikan hanya menerima pasien Covid-19.
RSUD tersebut tidak lagi menangani pasien umum. Lonjakan kasus positif dalam beberapa pekan terakhir membuat bed occupancy rate atau angka keterisian rumah sakit di Jakarta sudah di atas 70% atau tidak lagi ideal.
Tidak hanya di Jakarta, pemerintah juga dinilai perlu menyiapkan rumah sakit di daerah untuk melayani pasien Covid-19 . Apalagi, kurva pasien positif diperkirakan belum akan melandai hingga akhir tahun ini.
Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) juga angkat suara perihal situasi terkini penanganan Covid-19. Sekretaris Jenderal PDPI Erlang Samoedro mengingatkan soal kapasitas rumah sakit.
“Rumah sakit sudah penuh, banyak yang penuh karena lonjakan kasus tinggi. Di tempat lain juga mulai penuh,” ujar Erlang dalam diskusi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Senin (7/9/2020). (Baca juga: Kemendikbud Khawatir Banyak Anak Putus Sekolah Akibat Covid-19)
Kemarin kasus positif korona di Tanah Air sudah menembus angka 200.035. Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Syahrizal Syarief mengatakan, melihat tren kecepatan penularan, maka pada akhir Desember 2020 jumlah kasus positif di Indonesia akan mencapai 500.000.
Kondisi ini, menurut dia, perlu mendapat perhatian pemerintah karena sangat berhubungan dengan kapasitas pelayanan kesehatan. Jika tidak dilakukan penambahan, maka akan terjadi surge capacity, yaitu kondisi di mana jumlah pasien yang harus dilayani melampaui kemampuan layanan kesehatan yang dimiliki pemerintah.
Saat ini, kata Syahrizal, kapasitas tempat tidur di seluruh rumah sakit di Indonesia sebanyak 45.500. Tempat tidur ini dipakai baik oleh pasien Covid-19 maupun pasien umum.
“Dalam kondisi hari ini saja untuk melayani pasien Covid-19 banyak rumah sakit yang sudah mengeluh karena ruang ICU dan ruang isolasi sudah mulai penuh,” ujarnya saat dihubungi.
Syahrizal menyebut pada akhir Desember nanti kebutuhan tempat tidur khusus pasien Covid-19 bisa mencapai 48.500 atau sudah melampaui kapasitas yang dimiliki rumah sakit.
“Tiga bulan ke depan kita butuh ribuan tempat tidur tambahan. Ini riil, bukan prediksi, bukan hitungan matematika rumit, hanya hitungan sederhana. Ini sudah di depan mata,” ucapnya. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)
Untuk mengetahui kecepatan penularan virus, Syahrizal mengatakan itu bisa dilihat ketika kasus positif mencapai kelipatan 50.000. Pada 50.000 kasus pertama, kata dia, dibutuhkan waktu selama 114 hari atau tiga bulan. Untuk mencapai 100.000 kasus positif atau 50.000 kedua, waktu yang dibutuhkan semakin pendek, yakni hanya 33 hari atau satu bulan.
Saat kasus positif mencapai 150.000 atau 50.000 ketiga pada 22 Agustus lalu, waktu yang dibutuhkan hanya 23 hari. Sedangkan untuk mencapai angka 200.000 atau 50.000 keempat, waktu yang diperlukan tersisa 17 hari.
Berdasarkan hitungan-hitungan ini, maka terdapat selisih 8.500 antara kebutuhan tempat tidur dengan kapasitas yang ada. “Butuh 8.000 bed tambahan hanya untuk pasien Covid-19. Ini sama dengan 40 rumah sakit dengan kapasitas 200 tempat tidur,” ungkapnya. (Baca juga: Demonstrasi Antirasisme Memanas di Kota-Kota AS)
Dia berharap Kementerian Kesehatan bisa segera menyiapkan kekurangan tempat tidur dalam tiga bulan ini, termasuk ruang isolasi dan alat kesehatan berupa ventilator. Menurutnya, ini mutlak dipenuhi.
“Kalau pemerintah tidak juga punya sense of crisis, masih saja membangun narasi bahwa penanganan yang dilakukan on the track, kesembuhan kita lebih tinggi di banding negara lain, saya tidak tahu lagi,” tandasnya.
Sebelumnya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) juga mengaku mendapat laporan angka keterisian rumah sakit di daerah sudah banyak di atas 70%. PB IDI juga menyarankan kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah, agar segera memitigasi kondisi rumah sakit.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengatakan, dari pemetaan tersebut akan ketahuan apakah rumah sakit perlu menyiapkan tempat tidur tambahan ataukah perlu menambah ruang perawatan. Apabila dengan penambahan ruang perawatan, namun masih saja tidak cukup, pemerintah daerah dinilai perlu segera menyiapkan rumah sakit rujukan tambahan. “Termasuk menyiapkan alat-alatnya, fasilitasnya, termasuk tenaga kesehatannya,” ucapnya saat dihubungi KORAN SINDO.
Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi mengatakan, lonjakan kasus positif setiap harinya yang mencapai 3.000 diakibatkan pemeriksaan yang terus ditingkatkan baik PCR maupun PCM. Tetapi, jumlah itu dinilai masih belum mencerminkan kondisi faktual di lapangan dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 273 juta. Dia berharap bisa menyiapkan tenaga kesehatan dan tempat tidur untuk pasien. (Lihat videonya: Kesultanan Buton yang Tidak Pernah Dijajah Negara Eropa)
Intan melanjutkan, Indonesia sejak Maret sudah membangun berbagai rumah sakit khusus infeksi sehingga terjadi peningkatan kapasitas ruang isolasi di rumah sakit rujukan dan nonrujukan. Dia menyebut kecukupan ruang perawatan pada rumah sakit di setiap berbeda-beda. Dia menyebut angka rata-rata keterisian rumah sakit di Tanah Air masih 49%.
“Kalau secara kecukupan ruang isolasi terkait bed juga memang beragam karena bicara Bali, Jakarta, atau beberapa daerah, Sulawesi, Sumatera memadai, tapi kesiapan di RS provinsi di Indonesia rata-rata sekitar 49%, artinya masih jauh,” sebutnya. (Kiswondari/Bima Setiadi)
Seiring kian bertambahnya pasien positif secara otomatis ruang perawatan yang dibutuhkan juga kian bertambah. Kebutuhan terutama berupa ruang isolasi dan intensive care unit (ICU). (Baca: 9 Cara Menghindari Dosa Dusta dan Ghibah)
Kondisi paling mengkhawatirkan terjadi di Jakarta. Seiring jumlah pasien positif yang terus melonjak, 13 rumah sakit umum daerah (RSUD) di Ibu Kota saat ini difungsikan hanya menerima pasien Covid-19.
RSUD tersebut tidak lagi menangani pasien umum. Lonjakan kasus positif dalam beberapa pekan terakhir membuat bed occupancy rate atau angka keterisian rumah sakit di Jakarta sudah di atas 70% atau tidak lagi ideal.
Tidak hanya di Jakarta, pemerintah juga dinilai perlu menyiapkan rumah sakit di daerah untuk melayani pasien Covid-19 . Apalagi, kurva pasien positif diperkirakan belum akan melandai hingga akhir tahun ini.
Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) juga angkat suara perihal situasi terkini penanganan Covid-19. Sekretaris Jenderal PDPI Erlang Samoedro mengingatkan soal kapasitas rumah sakit.
“Rumah sakit sudah penuh, banyak yang penuh karena lonjakan kasus tinggi. Di tempat lain juga mulai penuh,” ujar Erlang dalam diskusi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Senin (7/9/2020). (Baca juga: Kemendikbud Khawatir Banyak Anak Putus Sekolah Akibat Covid-19)
Kemarin kasus positif korona di Tanah Air sudah menembus angka 200.035. Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Syahrizal Syarief mengatakan, melihat tren kecepatan penularan, maka pada akhir Desember 2020 jumlah kasus positif di Indonesia akan mencapai 500.000.
Kondisi ini, menurut dia, perlu mendapat perhatian pemerintah karena sangat berhubungan dengan kapasitas pelayanan kesehatan. Jika tidak dilakukan penambahan, maka akan terjadi surge capacity, yaitu kondisi di mana jumlah pasien yang harus dilayani melampaui kemampuan layanan kesehatan yang dimiliki pemerintah.
Saat ini, kata Syahrizal, kapasitas tempat tidur di seluruh rumah sakit di Indonesia sebanyak 45.500. Tempat tidur ini dipakai baik oleh pasien Covid-19 maupun pasien umum.
“Dalam kondisi hari ini saja untuk melayani pasien Covid-19 banyak rumah sakit yang sudah mengeluh karena ruang ICU dan ruang isolasi sudah mulai penuh,” ujarnya saat dihubungi.
Syahrizal menyebut pada akhir Desember nanti kebutuhan tempat tidur khusus pasien Covid-19 bisa mencapai 48.500 atau sudah melampaui kapasitas yang dimiliki rumah sakit.
“Tiga bulan ke depan kita butuh ribuan tempat tidur tambahan. Ini riil, bukan prediksi, bukan hitungan matematika rumit, hanya hitungan sederhana. Ini sudah di depan mata,” ucapnya. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)
Untuk mengetahui kecepatan penularan virus, Syahrizal mengatakan itu bisa dilihat ketika kasus positif mencapai kelipatan 50.000. Pada 50.000 kasus pertama, kata dia, dibutuhkan waktu selama 114 hari atau tiga bulan. Untuk mencapai 100.000 kasus positif atau 50.000 kedua, waktu yang dibutuhkan semakin pendek, yakni hanya 33 hari atau satu bulan.
Saat kasus positif mencapai 150.000 atau 50.000 ketiga pada 22 Agustus lalu, waktu yang dibutuhkan hanya 23 hari. Sedangkan untuk mencapai angka 200.000 atau 50.000 keempat, waktu yang diperlukan tersisa 17 hari.
Berdasarkan hitungan-hitungan ini, maka terdapat selisih 8.500 antara kebutuhan tempat tidur dengan kapasitas yang ada. “Butuh 8.000 bed tambahan hanya untuk pasien Covid-19. Ini sama dengan 40 rumah sakit dengan kapasitas 200 tempat tidur,” ungkapnya. (Baca juga: Demonstrasi Antirasisme Memanas di Kota-Kota AS)
Dia berharap Kementerian Kesehatan bisa segera menyiapkan kekurangan tempat tidur dalam tiga bulan ini, termasuk ruang isolasi dan alat kesehatan berupa ventilator. Menurutnya, ini mutlak dipenuhi.
“Kalau pemerintah tidak juga punya sense of crisis, masih saja membangun narasi bahwa penanganan yang dilakukan on the track, kesembuhan kita lebih tinggi di banding negara lain, saya tidak tahu lagi,” tandasnya.
Sebelumnya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) juga mengaku mendapat laporan angka keterisian rumah sakit di daerah sudah banyak di atas 70%. PB IDI juga menyarankan kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah, agar segera memitigasi kondisi rumah sakit.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengatakan, dari pemetaan tersebut akan ketahuan apakah rumah sakit perlu menyiapkan tempat tidur tambahan ataukah perlu menambah ruang perawatan. Apabila dengan penambahan ruang perawatan, namun masih saja tidak cukup, pemerintah daerah dinilai perlu segera menyiapkan rumah sakit rujukan tambahan. “Termasuk menyiapkan alat-alatnya, fasilitasnya, termasuk tenaga kesehatannya,” ucapnya saat dihubungi KORAN SINDO.
Anggota Komisi IX DPR Intan Fauzi mengatakan, lonjakan kasus positif setiap harinya yang mencapai 3.000 diakibatkan pemeriksaan yang terus ditingkatkan baik PCR maupun PCM. Tetapi, jumlah itu dinilai masih belum mencerminkan kondisi faktual di lapangan dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 273 juta. Dia berharap bisa menyiapkan tenaga kesehatan dan tempat tidur untuk pasien. (Lihat videonya: Kesultanan Buton yang Tidak Pernah Dijajah Negara Eropa)
Intan melanjutkan, Indonesia sejak Maret sudah membangun berbagai rumah sakit khusus infeksi sehingga terjadi peningkatan kapasitas ruang isolasi di rumah sakit rujukan dan nonrujukan. Dia menyebut kecukupan ruang perawatan pada rumah sakit di setiap berbeda-beda. Dia menyebut angka rata-rata keterisian rumah sakit di Tanah Air masih 49%.
“Kalau secara kecukupan ruang isolasi terkait bed juga memang beragam karena bicara Bali, Jakarta, atau beberapa daerah, Sulawesi, Sumatera memadai, tapi kesiapan di RS provinsi di Indonesia rata-rata sekitar 49%, artinya masih jauh,” sebutnya. (Kiswondari/Bima Setiadi)
(ysw)