Persatuan Indonesia Tumbuh dari Kesadaran Partisipatif

Senin, 07 September 2020 - 19:41 WIB
loading...
Persatuan Indonesia Tumbuh dari Kesadaran Partisipatif
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Muayyad Windan, Sukoharjo, KH Muhammad Dian Nafi. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah merupakan negara yang islami, yaitu negara yang menerapkan nilai-nilai Islam sebagai spirit hidup bernegara.

Semua warga negara dapat menjalankan keyakinan tauhidnya. Prinsip tauhid itu juga dapat dilaksanakan di dalam praktik hidup yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Hal itu disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Muayyad Windan, Sukoharjo, KH Muhammad Dian Nafi.

Menurut dia, hukum nasional di Indonesia dibangun secara gradual dari semua panduan utama yang hidup di dalam masyarakat bangsa Indonesia sejak sebelum kemerdekaan.Legislasi panduan-panduan utama hidup itu berlangsung secara musyawarah untuk menjadi hukum positif yang dihormati bersama.

“Peraturan perundang-undangan yang dibangun, berimplikasi luas dalam kehidupan sosial seperti perihal perkawinan, pengasuhan anak, hukum waris, zakat, infak, wakaf dan sengketa ekonomi syariah telah dapat diangkat menjadi regulasi yang lebih menjamin kepastian hukum bagi warga negara,” tutur lulusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sebelas Maret itu.

Mengenai ideologi khilafah yang terus menjadi polemik, menurut dia, jika ideologi tersebut tumbuh di Indonesia maka akan menimbulkan perpecahan, diskontinuitas sistem sosial politik, dan akhirnya Indonesia hanya menjadi ‘pasar’ bagi kekuatan-kekuatan besar di dunia.

“Persatuan Indonesia tumbuh dari kesadaran partisipatif semua elemen warga bangsa, bukan karena adanya paksaan sentralistik sebagaimana ditawarkan melalui sentralisme khilafah. Realitas itu sejak ratusan tahun silam telah membentuk watak demokratis pada warga masyarakat Indonesia yang bersatu karena kesetaraan (musawah), kemerdekaan (hurriyah), dan persaudaraan (ukhuwah),” tuturnya, Kamis 3 September 2020.

Dia menambahkan bahwa bangunan sosial politik bangsa Indonesia terbentuk melalui proses ratusan tahun setelah belajar dari pengalaman sejak masa kerajaan-kerajaan, penjajahan kolonial Barat, masa kebangkitan nasional, masa pendudukan Jepang dan akhirnya masa kematangannya mencapai kemerdekaan.

“Pahit getir konflik dan kerusuhan sudah dialami juga dan berujung pada pelajaran besar bahwa setiap kali sebagian masyarakat menjauh dari kesepakatan luhur hidup berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, maka aneka kesulitan itu menyeruak dan merusak kehidupan sosial politik,” ucapnya.

Dia juga mengajak semua lapisan masyarakat untuk terus menerus melakukan pendidikan kesatuan ideologi Pancasila dan bela negara. "Di bidang komunikasi dan informasi melakukan literasi media kepada warga negara dan menghentikan penetrasi muatan-muatan pro-khilafah di berbagai media digital dengan terus menerus meningkatkan daya pilih atau selektivitas warga masyarakat terhadap muatan-muatan ideologis yang berbahaya,” tuturnya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1668 seconds (0.1#10.140)