Cegah Radikalisme, Pemerintah Diminta Gandeng Ormas Keagamaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Banyak kelompok masyarakat yang rentan terhadap "virus" radikalisme , bahkan penyebaran bibit radikalisme ini ada yang tanpa gejala.
Di saat marak gerakan bersama untuk melawan virus Covid-19 dengan mencari vaksin terbaik, bangsa ini tidak boleh lupa untuk melawan gejala radikalisme, baik yang tampak maupun tanpa gejala di tengah masyarakat.
Menurut Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti) KH Anwar Sanusi, pemerintah dapat menggandeng ormas keagamaan untuk menanggulangi penyebaran virus radikalisme.
Dia mengatakan, ormas dapat menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai bahaya radikalisme dan terorisme. ”Kalau masalah khilafah itu kita sudah final. Sila-sila dalam Pancasila itu kalau kita mau obyektif, lima-limanya itu ada dalam Alquran. Jadi tanpa kita harus menyebut khilafah, tanpa kita harus menyebut dasar negara Islam, itu kan sudah jelas tercermin di Pancasila dan masyarakat harus dipahamkan tentang itu,” ujar KH Anwar Sanusi di Jakarta, Jumat 4 September 2020.( )
Anwar menuturkan, hal tersebut sejalan dengan upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melakukan pencegahan atau pengobatan untuk menangkal virus radikalisme.
Untuk itu, sambung dia, ormas keagamaan perlu bekerjasama dengan BNPT untuk mengatasi hal tersebut. ”Inilah tugas para pemuka agama untuk menyosialisasikan kepada jamaahnya masing-masing. Misalnya terkait khilafah, itu kan sudah dibahas oleh tokoh-tokoh kita sebelum kemerdekaan. Oleh tokoh-tokoh nasionalis religius seperti Bung Hatta, Agus Salim, Muhammad Yamin dan sebagainya,” tuturnya.( )
Anwar menjelaskan dulu pernah dibahas penggunaan sistem Islam. Tapi Indonesia terdiri atas berbagai macam suku dan agama sehingga harus dirundingkan. Anwar melanjutkan, kemudian pada 1 Juni 1945 muncul istilah Pancasila yang dikemukakan oleh Bung Karno.
”Melalui beberapa kali sidang akhirnya dicapai musyawarah mufakat bahwa Pancasila saat inilah yang sudah final. Maka khilafah tadi tidak usahlah dikemukakan lagi. Apalagi sampai memmperjuangkan hal yang melawan hukum, dalam tanda kutip hukum negara. Seperti misalnya mengharamkan pemilihan presiden, pemilihan DPR ini kan tidak benar,” tuturnya.
Karena itu, Anwar mengapresiasi pembentukan gugus tugas pemuka agama yang diinisiasi BNPT. Melalui gugus tugas, para pemuka agama dapat memberikan penjelasan dan juga tanya jawab terkait yang namanya radikalisme dan terorisme kepada masyarakat.
”Contohnya dulu pernah terjadi, ketika Lembaga Persatuan Ormas Islam (LPOI) mengadakan seminar, waktu itu kan HTI belum resmi dibubarkan, ketika Indonesia Raya mereka-mereka ini lalu keluar. Saya sudah bilang, hati-hati kita sebagai warga Indonesia harus patuh pada UU karena anda itu kan berada di indonesia,” ucapnya.
Di saat marak gerakan bersama untuk melawan virus Covid-19 dengan mencari vaksin terbaik, bangsa ini tidak boleh lupa untuk melawan gejala radikalisme, baik yang tampak maupun tanpa gejala di tengah masyarakat.
Menurut Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti) KH Anwar Sanusi, pemerintah dapat menggandeng ormas keagamaan untuk menanggulangi penyebaran virus radikalisme.
Dia mengatakan, ormas dapat menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai bahaya radikalisme dan terorisme. ”Kalau masalah khilafah itu kita sudah final. Sila-sila dalam Pancasila itu kalau kita mau obyektif, lima-limanya itu ada dalam Alquran. Jadi tanpa kita harus menyebut khilafah, tanpa kita harus menyebut dasar negara Islam, itu kan sudah jelas tercermin di Pancasila dan masyarakat harus dipahamkan tentang itu,” ujar KH Anwar Sanusi di Jakarta, Jumat 4 September 2020.( )
Anwar menuturkan, hal tersebut sejalan dengan upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melakukan pencegahan atau pengobatan untuk menangkal virus radikalisme.
Untuk itu, sambung dia, ormas keagamaan perlu bekerjasama dengan BNPT untuk mengatasi hal tersebut. ”Inilah tugas para pemuka agama untuk menyosialisasikan kepada jamaahnya masing-masing. Misalnya terkait khilafah, itu kan sudah dibahas oleh tokoh-tokoh kita sebelum kemerdekaan. Oleh tokoh-tokoh nasionalis religius seperti Bung Hatta, Agus Salim, Muhammad Yamin dan sebagainya,” tuturnya.( )
Anwar menjelaskan dulu pernah dibahas penggunaan sistem Islam. Tapi Indonesia terdiri atas berbagai macam suku dan agama sehingga harus dirundingkan. Anwar melanjutkan, kemudian pada 1 Juni 1945 muncul istilah Pancasila yang dikemukakan oleh Bung Karno.
”Melalui beberapa kali sidang akhirnya dicapai musyawarah mufakat bahwa Pancasila saat inilah yang sudah final. Maka khilafah tadi tidak usahlah dikemukakan lagi. Apalagi sampai memmperjuangkan hal yang melawan hukum, dalam tanda kutip hukum negara. Seperti misalnya mengharamkan pemilihan presiden, pemilihan DPR ini kan tidak benar,” tuturnya.
Karena itu, Anwar mengapresiasi pembentukan gugus tugas pemuka agama yang diinisiasi BNPT. Melalui gugus tugas, para pemuka agama dapat memberikan penjelasan dan juga tanya jawab terkait yang namanya radikalisme dan terorisme kepada masyarakat.
”Contohnya dulu pernah terjadi, ketika Lembaga Persatuan Ormas Islam (LPOI) mengadakan seminar, waktu itu kan HTI belum resmi dibubarkan, ketika Indonesia Raya mereka-mereka ini lalu keluar. Saya sudah bilang, hati-hati kita sebagai warga Indonesia harus patuh pada UU karena anda itu kan berada di indonesia,” ucapnya.
(dam)