Gagal Cegah Kerumunan, Ratusan Cakada Langgar Protokol Kesehatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ratusan pasangan calon kepala daerah (cakada) diduga melanggar protokol kesehatan saat melakukan pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Imbauan KPU agar pengerahan massa dihindari tidak dipatuhi oleh banyak pasangan calon. Pada tiga hari pendaftaran, kerumunan tetap saja terjadi.
KPU dan semua pihak terkait diingatkan untuk mengevaluasi kejadian ini. Pelanggaran protokol kesehatan selama tiga hari pendaftaran, yakni 4–6 September, dikhawatirkan akan menimbulkan penularan Covid-19. KPU perlu segera melakukan evaluasi karena tahapan pilkada yang berpotensi melibatkan kerumunan bukan ini saja. Masih ada pengundian nomor urut pasangan calon, kampanye, dan pemungutan suara. Khusus tahapan kampanye yang dimulai pada 26 September nanti, kondisi rawan saat berlangsung rapat umum. (Baca: Jelang Musim Baru, Pioli Khawatirkan Pertahanan AC Milan)
Saat berlangsung pendaftaran di KPU, beberapa pasangan calon diantar oleh massa pendukung. Kondisi ini membuat aturan jaga jarak aman tidak berjalan. Selain itu, tidak sedikit massa pendukung yang melakukan konvoi atau arak-arakan yang dilarang dalam undang-undang. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan, hingga Sabtu (5/9) atau hari kedua pendaftaran, dari 315 pasangan yang mendaftar, yang diduga melanggar protokol kesehatan mencapai 141 pasangan.
Kondisi ini memicu kekhawatiran. Jika pada acara seremonial pendaftaran saja pasangan kandidat tidak mampu mengendalikan massa pendukungnya, kondisi yang lebih parah bisa terjadi saat kampanye rapat umum, yang umumnya disambut euforia pendukung pasangan calon.
Pelanggaran protokol kesehatan selama tiga hari pendaftaran calon ini turut mengundang keprihatinan DPR. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengaku heran ada pasangan calon yang sengaja membuat konser musik dan acara keramaian lainnya. Demi menghindari ini terulang DPR bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU dan Bawaslu akan melakukan evaluasi.
“Apa yang sudah terjadi pada tiga hari tahapan pendaftaran ini akan menjadi evaluasi pada saat rapat kerja bersama Kemendagri dengan KPU dan Bawaslu. Akan dievaluasi dan di-review,” kata Saan kepada KORAN SINDO kemarin. (Baca juga: Turki Peringatkan Perang dengan Yunani Tinggal Masalah Waktu)
Dalam rapat tersebut akan diurai penyebab masih ada pasangan calon yang membawa massa, padahal sudah dilakukan sosialisasi dan aturannya juga jelas. Komisi II juga akan meminta ketegasan aparat Bawaslu dan kepolisian untuk menindak tegas pelanggaran dalam bentuk apa pun. Dia berharap saat pengundian nomor urut, masa kampanye dan saat pemungutan suara, kerumunan simpatisan dan masyarakat umum tidak terjadi.
“Tiga tahap yang krusial ini membutuhkan penanganan maksimal agar protokol kesehatan Covid-19 benar-benar dilakukan. Perlu penanganan tegas dari Bawaslu dan kepolisian,” ujar Saan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa mengatakan, kejadian saat pendaftaran menjadi tanggung jawab semua pihak; tidak hanya KPU, tetapi juga termasuk pemerintah dan bakal pasangan calon. Dia menyebut menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi memang tidak mudah. Apalagi di Indonesia, yang tahapan pemilunya panjang dan cukup kompleks.
“Seharusnya KPU tidak hanya melakukan simulasi saat tahapan pungut hitung, tetapi juga mengantisipasi di semua tahapan. Karena banyak tahapan pemilu kita yang berpotensi membuat terkumpulnya banyak orang,” ujarnya saat dihubungi kemarin. (Baca juga: Jam Tangan Misterius Kurt Cobain yang Tak Banyak Orang Tahu)
Tahapan pilkada berikutnya menurut dia harus diantisipasi dan dikawal secara ketat. Dia mencontohkan kampanye rapat umum di dalam PKPU 6/2020 yang menyebutkan bahwa maksimal peserta 100 orang. Harus dipastikan oleh tim pasangan calon bahwa aturan tersebut dipatuhi. “Pemerintah juga harus berbuat maksimal, misalnya dengan menurunkan Satpol PP untuk mengawasi itu,” ujar Khoirunnisa.
Dalam pandangan pakar komunikasi politik dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto, ancaman kerumunan bisa terjadi saat rapat umum. Karena itu, dia mempertanyakan kebijakan KPU yang masih memberi kesempatan kepada kandidat untuk melakukan rapat umum seperti diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020. Menggelar pilkada di masa pandemi seperti ini, kata dia, seharusnya penyelenggara hanya memaksimalkan pelaksanaan kampanye di media massa dan kampanye virtual.
“Saya termasuk yang menolak rapat umum sebagai metode kampanye lain-lain di pilkada ini,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Gun Gun ikut prihatin dengan pelanggaran yang terjadi selama tiga hari pendaftaran calon di KPU. Jika baru tahap pendaftaran saja sudah diwarnai euforia, “Apalagi nanti di musim kampanye,” katanya.
Namun, menghapus rapat umum pada kampanye tidak bisa dilakukan begitu saja. Saan Mustopa menambahkan, penghapusan kampanye sudah ada di dalam UU Pilkada. Mencegah kerumunan bisa dilakukan jika aturan di PKPU dipatuhi. PKPU menurut Saan, mengatur soal pembatasan kampanye tatap muka di ruangan tertutup sebesar 50% dari kapasitas. (Lihat videonya: Kemarau Panjang, Warga Kabupaten Bekasi Mengalami Kekeringan)
“Antisipasinya bagaimana, misalnya jika di luar ruangan ada iring-iringan atau apa, nanti akan kita coba bicarakan,” ujar politikus Partai NasDem ini.
Khoirunnisa punya pandangan yang sama. Menurut dia, menghapus rapat umum dalam kampanye hal yang tidak bisa dilakukan karena itu merupakan bentuk kampanye yang sudah diatur di dalam UU Pilkada.
“Ini juga yang menjadi salah satu masalah, kita berpemilu di masa pandemi tetapi regulasinya masih regulasi pemilu dalam situasi normal,” tandasnya. (Kiswondari/Bakti)
KPU dan semua pihak terkait diingatkan untuk mengevaluasi kejadian ini. Pelanggaran protokol kesehatan selama tiga hari pendaftaran, yakni 4–6 September, dikhawatirkan akan menimbulkan penularan Covid-19. KPU perlu segera melakukan evaluasi karena tahapan pilkada yang berpotensi melibatkan kerumunan bukan ini saja. Masih ada pengundian nomor urut pasangan calon, kampanye, dan pemungutan suara. Khusus tahapan kampanye yang dimulai pada 26 September nanti, kondisi rawan saat berlangsung rapat umum. (Baca: Jelang Musim Baru, Pioli Khawatirkan Pertahanan AC Milan)
Saat berlangsung pendaftaran di KPU, beberapa pasangan calon diantar oleh massa pendukung. Kondisi ini membuat aturan jaga jarak aman tidak berjalan. Selain itu, tidak sedikit massa pendukung yang melakukan konvoi atau arak-arakan yang dilarang dalam undang-undang. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan, hingga Sabtu (5/9) atau hari kedua pendaftaran, dari 315 pasangan yang mendaftar, yang diduga melanggar protokol kesehatan mencapai 141 pasangan.
Kondisi ini memicu kekhawatiran. Jika pada acara seremonial pendaftaran saja pasangan kandidat tidak mampu mengendalikan massa pendukungnya, kondisi yang lebih parah bisa terjadi saat kampanye rapat umum, yang umumnya disambut euforia pendukung pasangan calon.
Pelanggaran protokol kesehatan selama tiga hari pendaftaran calon ini turut mengundang keprihatinan DPR. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengaku heran ada pasangan calon yang sengaja membuat konser musik dan acara keramaian lainnya. Demi menghindari ini terulang DPR bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU dan Bawaslu akan melakukan evaluasi.
“Apa yang sudah terjadi pada tiga hari tahapan pendaftaran ini akan menjadi evaluasi pada saat rapat kerja bersama Kemendagri dengan KPU dan Bawaslu. Akan dievaluasi dan di-review,” kata Saan kepada KORAN SINDO kemarin. (Baca juga: Turki Peringatkan Perang dengan Yunani Tinggal Masalah Waktu)
Dalam rapat tersebut akan diurai penyebab masih ada pasangan calon yang membawa massa, padahal sudah dilakukan sosialisasi dan aturannya juga jelas. Komisi II juga akan meminta ketegasan aparat Bawaslu dan kepolisian untuk menindak tegas pelanggaran dalam bentuk apa pun. Dia berharap saat pengundian nomor urut, masa kampanye dan saat pemungutan suara, kerumunan simpatisan dan masyarakat umum tidak terjadi.
“Tiga tahap yang krusial ini membutuhkan penanganan maksimal agar protokol kesehatan Covid-19 benar-benar dilakukan. Perlu penanganan tegas dari Bawaslu dan kepolisian,” ujar Saan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa mengatakan, kejadian saat pendaftaran menjadi tanggung jawab semua pihak; tidak hanya KPU, tetapi juga termasuk pemerintah dan bakal pasangan calon. Dia menyebut menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi memang tidak mudah. Apalagi di Indonesia, yang tahapan pemilunya panjang dan cukup kompleks.
“Seharusnya KPU tidak hanya melakukan simulasi saat tahapan pungut hitung, tetapi juga mengantisipasi di semua tahapan. Karena banyak tahapan pemilu kita yang berpotensi membuat terkumpulnya banyak orang,” ujarnya saat dihubungi kemarin. (Baca juga: Jam Tangan Misterius Kurt Cobain yang Tak Banyak Orang Tahu)
Tahapan pilkada berikutnya menurut dia harus diantisipasi dan dikawal secara ketat. Dia mencontohkan kampanye rapat umum di dalam PKPU 6/2020 yang menyebutkan bahwa maksimal peserta 100 orang. Harus dipastikan oleh tim pasangan calon bahwa aturan tersebut dipatuhi. “Pemerintah juga harus berbuat maksimal, misalnya dengan menurunkan Satpol PP untuk mengawasi itu,” ujar Khoirunnisa.
Dalam pandangan pakar komunikasi politik dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto, ancaman kerumunan bisa terjadi saat rapat umum. Karena itu, dia mempertanyakan kebijakan KPU yang masih memberi kesempatan kepada kandidat untuk melakukan rapat umum seperti diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020. Menggelar pilkada di masa pandemi seperti ini, kata dia, seharusnya penyelenggara hanya memaksimalkan pelaksanaan kampanye di media massa dan kampanye virtual.
“Saya termasuk yang menolak rapat umum sebagai metode kampanye lain-lain di pilkada ini,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Gun Gun ikut prihatin dengan pelanggaran yang terjadi selama tiga hari pendaftaran calon di KPU. Jika baru tahap pendaftaran saja sudah diwarnai euforia, “Apalagi nanti di musim kampanye,” katanya.
Namun, menghapus rapat umum pada kampanye tidak bisa dilakukan begitu saja. Saan Mustopa menambahkan, penghapusan kampanye sudah ada di dalam UU Pilkada. Mencegah kerumunan bisa dilakukan jika aturan di PKPU dipatuhi. PKPU menurut Saan, mengatur soal pembatasan kampanye tatap muka di ruangan tertutup sebesar 50% dari kapasitas. (Lihat videonya: Kemarau Panjang, Warga Kabupaten Bekasi Mengalami Kekeringan)
“Antisipasinya bagaimana, misalnya jika di luar ruangan ada iring-iringan atau apa, nanti akan kita coba bicarakan,” ujar politikus Partai NasDem ini.
Khoirunnisa punya pandangan yang sama. Menurut dia, menghapus rapat umum dalam kampanye hal yang tidak bisa dilakukan karena itu merupakan bentuk kampanye yang sudah diatur di dalam UU Pilkada.
“Ini juga yang menjadi salah satu masalah, kita berpemilu di masa pandemi tetapi regulasinya masih regulasi pemilu dalam situasi normal,” tandasnya. (Kiswondari/Bakti)
(ysw)