Soroti Isu Pelemahan Kejagung, Pakar: Waspadai RUU KUHAP
loading...
A
A
A
Senada dengan Suparji, pakar pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menyebut penghapusan kewenangan kejaksaan sebagai bentuk pembegalan. "Undang-Undang yang bersangkutan itu, misalnya UU Kejaksaan memberi kewenangan menyidik dan menuntut perkara korupsi dan HAM. Tapi kenapa dalam Penjelasan (RUU KUHAP) malah dihilangkan? Itu kan ada begal. Pembegalan itu namanya," katanya.
Menurut Hibnu, dengan pertimbangan dominis litis atau pun redistribusi kewenangan, tidak mungkin kejaksaan hanya berada di kewenangan penuntutan saja. Dalam pandanganya, hal demikian itu merupakan bagian dari politik hukum.
"Sudah ada dasar putusan Mahkamah Konstitusi, karena jaksa itu merupakan cermin penegakan hukum. Kalau itu dicabut, rontok itu penegakan hukum korupsi," katanya.
Hibnu mengatakan, ada pemahaman yang keliru dalam draf Penjelasan revisi KUHAP, yang menghapus kewenangan kejaksaan untuk menyidik perkara korupsi.
Dijelaskannya, selama ini penyidik itu ada yang berasal dari polisi, jaksa, KPK, bahkan penyidik yang berasal dari PPNS.
Lagi pula, lanjutnya, masalah kewenangan jaksa menjadi penyidik sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak empat kali. Hasilnya MK selalu menolak gugatan itu.
"Artinya, sebetulnya ada keputusan pembuat undang-undang waktu itu merespon putusan MK yang sudah ada, putusan MK yang memenangkan kejaksaan dalam penyidik tertentu. Jadi terminologi penyidik tertentu adalah penyidik yang diberikan oleh UU yang sudah sebelumnya. Misalnya UU KPK, UU Kejaksaan, UU AL," katanya.
Menurut Hibnu, dengan pertimbangan dominis litis atau pun redistribusi kewenangan, tidak mungkin kejaksaan hanya berada di kewenangan penuntutan saja. Dalam pandanganya, hal demikian itu merupakan bagian dari politik hukum.
"Sudah ada dasar putusan Mahkamah Konstitusi, karena jaksa itu merupakan cermin penegakan hukum. Kalau itu dicabut, rontok itu penegakan hukum korupsi," katanya.
Hibnu mengatakan, ada pemahaman yang keliru dalam draf Penjelasan revisi KUHAP, yang menghapus kewenangan kejaksaan untuk menyidik perkara korupsi.
Dijelaskannya, selama ini penyidik itu ada yang berasal dari polisi, jaksa, KPK, bahkan penyidik yang berasal dari PPNS.
Lagi pula, lanjutnya, masalah kewenangan jaksa menjadi penyidik sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak empat kali. Hasilnya MK selalu menolak gugatan itu.
"Artinya, sebetulnya ada keputusan pembuat undang-undang waktu itu merespon putusan MK yang sudah ada, putusan MK yang memenangkan kejaksaan dalam penyidik tertentu. Jadi terminologi penyidik tertentu adalah penyidik yang diberikan oleh UU yang sudah sebelumnya. Misalnya UU KPK, UU Kejaksaan, UU AL," katanya.
(abd)
Lihat Juga :