Jangan Benturkan Agama dengan Pancasila

Jum'at, 14 Februari 2020 - 07:01 WIB
Jangan Benturkan Agama dengan Pancasila
Jangan Benturkan Agama dengan Pancasila
A A A
RAKYAT Indonesia dibuat gusar oleh pernyataan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP Yudian Wahyudi yang menyebut agama merupakan musuh terbesar Pancasila. Kegusaran rakyat bisa dipahami mengingat pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan instabilitas dalam kehidupan masyarakat. Sangat disayangkan lantaran pernyataan kontroversial tersebut terlontar dari pejabat negara yang digaji dari pajak rakyat.

Pernyataan ini selayaknya tidak keluar dari kepala BPIP yang secara prinsip bertugas mengarusutamakan semangat persatuan sebagai satu di antara sila Pancasila. Mengatakan agama sebagai musuh terbesar Pancasila jelas adalah pernyataan yang sesat.

Sejatinya tidak ada pertentangan apa pun antara agama dan Pancasila. Tidak ada satu pun butir-butir Pancasila yang bertentangan dengan ajaran agama apa pun. Pancasila senafas dan sejalan dengan agama karena lima silanya dapat ditemukan di kitab suci agama-agama yang diakui secara konstitusional.

Jika membaca lagi sejarah, Pancasila merupakan kesepakatan dari para pendiri bangsa, termasuk para ulama dan umara. Dengan mempertimbangkan kemaslahatan yang lebih besar, para tokoh agama menerima keputusan kalangan umara untuk menghapus tujuh kata dalam piagam Jakarta: Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya . Dan, menggantinya dengan kata: Yang Maha Esa, yang memiliki makna universal bagi seluruh agama. Pertimbangan itu dilakukan untuk mengeratkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang menunjukkan eksistensi agama berpengaruh besar dalam Pancasila. Memaknainya tak sekadar hormat-menghormati antara pemeluk beragama, namun juga sebagai dasar yang memimpin sila lainnya.

Wakil Presiden Moh Hatta yang juga founding father negara ini mengatakan: Kelima sila dalam Pancasila saling mengikat. Kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan satu sama lain harus merasa bersaudara. Oleh karena itu pula , sila kemanusiaan yang adil dan beradab langsung terletak di bawah sila pertama.

Oknum-oknum pejabat negara tak perlu melakukan stigmatisasi dan tindakan persekusi terhadap apa yang disebut sebagai kelompok anti-Pancasila, anti kebinekaan, dan intoleran. Apabila hal itu terus dilakukan, dikhawatirkan akan tertanam kebencian sesama anak bangsa. Ditambah lagi dengan narasi dan slogan yang berpotensi membuat tembok pemisah antaranak bangsa seperti slogan: "Saya Indonesia, saya Pancasila" yang digaungkan oleh kelompok tertentu.

Akan lebih bijak jika apa yang disebut sebagai kelompok anti-Pancasila itu diberikan kesempatan untuk membuktikan di muka hukum apakah memang benar kelompok tertentu ini anti-Pancasila. Selain lebih bijak, langkah tersebut tentu lebih terhormat sesuai asas hukum due process of law dibandingkan dengan melakukan stigmatisasi dan persekusi.

Dalam klarifikasinya, ketua BPIP menjelaskan konteks pernyataannya karena Pancasila kerap dihadap-hadapkan dengan agama oleh pihak tertentu yang memiliki pemahaman sempit dan ekstrem. Dia menyoroti orang-orang tertentu yang kerap mempertentangkan Pancasila dan agama. Dia menilai pihak tertentu itu kerap mengklaim mewakili pandangan mayoritas meski sebenarnya tidak.

Fakta bahwa ada perilaku sebagian kecil umat beragama dari kelompok atau aliran tertentu yang tidak sejalan dengan Pancasila tentu harus mendapat catatan dan perhatian khusus. Melakukan generalisasi dengan menjadikan agama sebagai subjek tertuduh jelas merupakan sebuah pernyataan yang berbahaya.

Sebagai seorang pejabat negara, kepala BPIP seharusnya melakukan komunikasi publik yang konstruktif. Jika tidak sanggup, lebih baik mengundurkan diri. Presiden Joko Widodo perlu melakukan evaluasi. Jika hal ini dibiarkan, dikhawatirkan kegusaran masyarakat akan beresonansi secara luas. Hal ini tidak boleh terjadi karena akan menimbulkan disharmonisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Masyarakat yang kerap disebut kelompok radikal, intoleran, dan antikeberagaman tak perlu berkecil hati. Karena, Pancasila sejatinya adalah perasan murni dari ajaran agama, dan harus dipegang teguh secara konsisten dalam rangka menghindari kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang dengan sengaja memanfaatkan Pancasila sebagai senjata untuk menyerang masyarakat yang lain.

Agama akan selalu berdampingan dengan Pancasila. Justru yang patut diwaspadai adalah kelompok-kelompok yang kerap menggunakan Pancasila sebagai alat untuk mencapai tujuannya dengan segala cara dan jargon kebinekaan, toleransi, dan keberagaman.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4015 seconds (0.1#10.140)