PKS Ingatkan Tak Anggap Remeh Eks Anggota ISIS
A
A
A
JAKARTA - Wacana pemulangan 600 warga negara Indonesia (WNI) yang pernah menjadi anggota dan simpatisan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) menjadi polemik. (Baca juga: Menyoal Urgensi Pemulangan Eks Kombatan ISIS)
Terkait persoalan itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Jazuli Juwaini pun angkat bicara. Menurut Jazuli, pemulangan eks anggota dan simpatisan ISIS harus hati-hati dan waspada. Sebab, persoalan tersebut dinilai tidak sederhana karena menyangkut orang-orang yang sejak awal memilih keluar dari Indonesia untuk mengikuti paham gerakan bahkan menjadi kombatan ISIS yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Bahkan, sebagian dari anggota dan simpatisan ISIS itu secara demonstratif merobek paspor Indonesia hingga menyatakan perang atau permusuhan kepada Indonesia. "Permasalahan ini perlu dikaji secara hati-hati, cermat, dan terukur," katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/2/2020). (Baca juga: Masinton: Persoalan TKI Lebih Penting Daripada 600 WNI Eks ISIS)
Anggota Komisi I DPR ini mengatakan, jangan sampai dampak negatif justru menimpa negara Indonesia akibat penyebaran paham anggota dan simpatisan ISIS itu di Tanah Air. "Padahal kenyataannya mereka yang terpapar bahkan pernah menjadi kombatan ISIS ini tidak mau secara tegas kembali taat dan tunduk pada Pancasila dan UUD1945," katanya.
Dia menambahkan, jika para anggota dan simpatisan ISIS itu tidak mau taat dan tunduk pada Pancasila, UUD 1945, serta semua aturan yang berlaku atau istilahnya menolak NKRI, itu pilihan mereka untuk tidak bisa kembali ke Indonesia apakah menjadi stateless atau apapun namanya. "Apalagi dikabarkan ada yang merobek paspor dan bahkan menyatakan perang dan permusuhan kepada Indonesia," ujarnya.
Diapun mengingatkan seluruh anggota Fraksi PKS agar berhati-hati membuat pernyataan soal itu dengan pesan utama agar semua pihak berhati-hati dan tidak menganggap remeh eks anggota dan simpatisan ISIS. Dia menilai penyelesaian permasalahan eks anggota ISIS tidak hanya menjadi masalah Indonesia, akan tetapi membutuhkan intervensi komunitas internasional melalui PBB.
"Karena ISIS sudah menjadi ancaman keamanan internasional, sementara anggota ISIS berasal dari berbagai negara, maka Perserikatan Bangsa-Bangsa harus turun tangan melakukan deteksi, identifikasi dan karantina (isolasi) serta menyelenggarakan program deradikalisasi agar jangan sampai menyebarkan virus ISIS-nya ke negara masing-masing," ujarnya.
Dia mengatakan, sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki kewajiban melindungi kedaulatan dan keselamatan warga negara dari ancaman paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Maka itu, negara dan pemerintah harus mampu memilih dan memilah skala prioritas WNI yang harus dijaga dan diselamatkan dari bahaya dan ancaman.
Dalam hal ini profiling menjadi penting mana yang benar-benar niat dan terlibat dan mana yang menjadi korban. Menurut dia, harus dibedakan antara WNI yang terjebak di Suriah dan menjadi korban, apakah sebagai pelajar, tenaga kerja, atau anak-anak yang tidak tahu menahu motif orang tuanya. "Ini wajib kita selamatkan--dengan orang-orang yang nyata-nyata melawan negara lalu menyatakan bergabung dengan ISIS apalagi merobek paspor Indonesia secara terang-terangan dan demonstratif, dan ini yang harus diisolasi oleh PBB," katanya.
Terkait persoalan itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Jazuli Juwaini pun angkat bicara. Menurut Jazuli, pemulangan eks anggota dan simpatisan ISIS harus hati-hati dan waspada. Sebab, persoalan tersebut dinilai tidak sederhana karena menyangkut orang-orang yang sejak awal memilih keluar dari Indonesia untuk mengikuti paham gerakan bahkan menjadi kombatan ISIS yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Bahkan, sebagian dari anggota dan simpatisan ISIS itu secara demonstratif merobek paspor Indonesia hingga menyatakan perang atau permusuhan kepada Indonesia. "Permasalahan ini perlu dikaji secara hati-hati, cermat, dan terukur," katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/2/2020). (Baca juga: Masinton: Persoalan TKI Lebih Penting Daripada 600 WNI Eks ISIS)
Anggota Komisi I DPR ini mengatakan, jangan sampai dampak negatif justru menimpa negara Indonesia akibat penyebaran paham anggota dan simpatisan ISIS itu di Tanah Air. "Padahal kenyataannya mereka yang terpapar bahkan pernah menjadi kombatan ISIS ini tidak mau secara tegas kembali taat dan tunduk pada Pancasila dan UUD1945," katanya.
Dia menambahkan, jika para anggota dan simpatisan ISIS itu tidak mau taat dan tunduk pada Pancasila, UUD 1945, serta semua aturan yang berlaku atau istilahnya menolak NKRI, itu pilihan mereka untuk tidak bisa kembali ke Indonesia apakah menjadi stateless atau apapun namanya. "Apalagi dikabarkan ada yang merobek paspor dan bahkan menyatakan perang dan permusuhan kepada Indonesia," ujarnya.
Diapun mengingatkan seluruh anggota Fraksi PKS agar berhati-hati membuat pernyataan soal itu dengan pesan utama agar semua pihak berhati-hati dan tidak menganggap remeh eks anggota dan simpatisan ISIS. Dia menilai penyelesaian permasalahan eks anggota ISIS tidak hanya menjadi masalah Indonesia, akan tetapi membutuhkan intervensi komunitas internasional melalui PBB.
"Karena ISIS sudah menjadi ancaman keamanan internasional, sementara anggota ISIS berasal dari berbagai negara, maka Perserikatan Bangsa-Bangsa harus turun tangan melakukan deteksi, identifikasi dan karantina (isolasi) serta menyelenggarakan program deradikalisasi agar jangan sampai menyebarkan virus ISIS-nya ke negara masing-masing," ujarnya.
Dia mengatakan, sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki kewajiban melindungi kedaulatan dan keselamatan warga negara dari ancaman paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Maka itu, negara dan pemerintah harus mampu memilih dan memilah skala prioritas WNI yang harus dijaga dan diselamatkan dari bahaya dan ancaman.
Dalam hal ini profiling menjadi penting mana yang benar-benar niat dan terlibat dan mana yang menjadi korban. Menurut dia, harus dibedakan antara WNI yang terjebak di Suriah dan menjadi korban, apakah sebagai pelajar, tenaga kerja, atau anak-anak yang tidak tahu menahu motif orang tuanya. "Ini wajib kita selamatkan--dengan orang-orang yang nyata-nyata melawan negara lalu menyatakan bergabung dengan ISIS apalagi merobek paspor Indonesia secara terang-terangan dan demonstratif, dan ini yang harus diisolasi oleh PBB," katanya.
(cip)