Politikus PKS Desak Cabut Pembahasan Klaster Pendidikan dari RUU Ciptaker
loading...
A
A
A
(
).
Selain itu, ketentuan lain mengatur bagi mereka yang melanggar (tidak punya izin berusaha) akan dikenakan sanksi pidana kurungan maksimal 10 tahun dan denda Rp1 Miliar. "Pasal ini menambah esensi pemaksaan secara hukum, bahwa pesantren-pesantren, madrasah diniyah, serta pendidikan nonformal berbasis masyarakat lainnya harus punya izin usaha," ujarnya.
Isu lain soal perombakan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen di dalam RUU Ciptakerja. Dia mengecam pasal-pasal dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diskriminatif terhadap guru dan dosen dalam negeri, dan sebaliknya sangat memihak kepada pengajar asing.
"Guru dan dosen lokal wajib sertifikasi, sedangkan pengajar asing dikasih karpet merah, ini benar-benar RUU alien," katanya.
Di samping itu, dia juga mengritik sikap Pemerintah di dalam pembahasan legislasi yang tidak konsisten terkait Revisi UU Sisdiknas. "Kita seharusnya konsisten pada kesepakatan awal, bahwa revisi UU Sisdiknas dibahas terpisah," ujarnya.
Dirinya mengingatkan, dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020, revisi atas UU 20/2003 tentang Sisdiknas merupakan undang-undang tersendiri dan merupakan usulan pemerintah. "Keputusan ini disepakati oleh pemerintah sendiri yang dihadiri Menteri Hukum dan HAM dalam rapat dengan badan legislasi DPR RI saat penentuan Prolegnas," imbuhnya.
Fikri merujuk pada kesimpulan hasil rapat antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan Menteri Hukum dan HAM RI serta pimpinan Panitia Perancangan Undang-Undang (PPUU) DPD RI pada 16 Januari 2020.
Selain itu, ketentuan lain mengatur bagi mereka yang melanggar (tidak punya izin berusaha) akan dikenakan sanksi pidana kurungan maksimal 10 tahun dan denda Rp1 Miliar. "Pasal ini menambah esensi pemaksaan secara hukum, bahwa pesantren-pesantren, madrasah diniyah, serta pendidikan nonformal berbasis masyarakat lainnya harus punya izin usaha," ujarnya.
Isu lain soal perombakan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen di dalam RUU Ciptakerja. Dia mengecam pasal-pasal dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diskriminatif terhadap guru dan dosen dalam negeri, dan sebaliknya sangat memihak kepada pengajar asing.
"Guru dan dosen lokal wajib sertifikasi, sedangkan pengajar asing dikasih karpet merah, ini benar-benar RUU alien," katanya.
Di samping itu, dia juga mengritik sikap Pemerintah di dalam pembahasan legislasi yang tidak konsisten terkait Revisi UU Sisdiknas. "Kita seharusnya konsisten pada kesepakatan awal, bahwa revisi UU Sisdiknas dibahas terpisah," ujarnya.
Dirinya mengingatkan, dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020, revisi atas UU 20/2003 tentang Sisdiknas merupakan undang-undang tersendiri dan merupakan usulan pemerintah. "Keputusan ini disepakati oleh pemerintah sendiri yang dihadiri Menteri Hukum dan HAM dalam rapat dengan badan legislasi DPR RI saat penentuan Prolegnas," imbuhnya.
Fikri merujuk pada kesimpulan hasil rapat antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan Menteri Hukum dan HAM RI serta pimpinan Panitia Perancangan Undang-Undang (PPUU) DPD RI pada 16 Januari 2020.
(zik)