Kasus Covid-19 Terus Meroket, Masyarakat Diminta Tetap Jaga Diri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Enam bulan sudah pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Namun, sampai hari ini kasusnya terus meroket. Kemarin saja ada sekitar 2.775 kasus baru yang dilaporkan. Alhasil, total kasus Covid-19 di Indonesia yang telah dikonfirmasi adalah 177.571. Adapun jumlah pasien yang dinyatakan sembuh 128.057 orang dan angka kematiannya 7.505 kasus.
Berbagai upaya dan strategi sudahdi lakukan, namun belum membuahkanhasil. Karena itu butuh konsistensi dan kerja lebih keras lagi agar kondisinya dapat diperbaiki. Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti seluruh gubernur untuk memperhatikan pergerakan data kasus Covid-19 di wilayah masing-masing. Dia mengingatkan agar daerah yang kasusnya tinggi lebih hati-hati. (Baca: 70 Rekannya Meinggal, Para Perawat Kini Khawatir Tertular Covid-19)
“Marilah kita lihat baik jumlah kasusnya, yang sembuh, dan jumlah yang meninggal. Jadi hati-hati untuk yang angkanya masih tinggi,” katanya saat membuka rapat terbatas yang digelar secara virtual dengan para gubernur.
Presiden meminta para kepala daerah bekerja keras agar dapat menekan jumlah kasus Covid-19. Jokowi mengingatkan bahwa di beberapa negara juga tengah mengalami peningkatan kasus positif. “Hati-hati saat ini berbagai negara kembali menjadi terjadi tren peningkatan kasus positif. Baik di negara Eropa maupun di kawasan Asia. Karena itu, kita harus hati-hati,” tuturnya.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, jumlah zona merah atau risiko tinggi mengalami peningkatan pada minggu ini. Perinciannya, kenaikannya mencapai 100% yakni dari 32 kabupaten/kota menjadi 65 kabupaten/kota dengan risiko tinggi.
Terlihat bahwa daerah dengan risiko tinggi naik cukup pesat dari 6,32% menjadi 12,65% kabupaten/ kota di Indonesia. “Kami mohon agar kabupaten/kota yang risiko sedang berubah menjadi tinggi untuk bekerja lebih keras lagi bersama seluruh masyarakat agar kondisinya dapat di per baiki,” harapnya.
Selain berisiko tinggi, terjadi juga kenaikan kabupaten/kota dengan risiko sedang dari sebelumnya 222 kabupaten/kota naik menjadi 230 kabupaten/kota. Adapun kabupaten/kota dengan risiko rendah turun dari 189 kabupaten/kota menjadi 151 kabupaten/kota. Sejauh ini wilayah yang tidak ada kasus baru dari 41 kabupaten/kota menjadi 42 kabupaten/kota. (Baca juga: Hamas Sebut Kesepakatan UEA-Israel Memalukan)
Kelompok yang tidak terdampak makin menurun dari 30 menjadi 26 kabupaten/kota. “Zona tidak terdampak atau hijau turun 13,8% menjadi 13,22%. Terlihat di sini bahwa zona dengan risiko sedang naik dari 43,19% menjadi 44,75%. Dan yang kuning atau risiko rendah dari 36,77% turun menjadi 29,38%,” ungkapnya.
Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini mengatakan, penanganan Covid-19 yang dilakukan selama ini belum efektif dan masif. Pemerintah diminta meningkatkan kapasitas test, tracing, dan treat ment(3T). Saat ini cakupan tes masih rendah, yakni baru sekitar 48%.
“Hanya DKI Jakarta yang sudah di atas standar WHO. Dengan tes yang masih rendah, yang terpapar positif semakin meningkat. Ini artinya masih banyak potensi masyarakat yang terpapar dan belum diketahui,” ujarnya.
Yahya memaparkan beberapa masalah dalam penanganan Covid-19. Pertama, lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Bahkan koordinasi antar kementerian dan lembaga di pemerintah pusat pun kurang baik.
Hal itu terlihat dari langkah pemerintah membentuk struktur baru yang menangani penanganan Covid-19 dari aspek kesehatan dan penanganan ekonomi. Kedua, rendahnya serapan anggaran penanganan Covid-19. (Baca juga: Begini Suasana Hari Pertama Pembatasan Aktivitas Warga Depok)
“Salah satunya akibat lambatnya pencairan anggaran dari Kemenkeu, khususnya untuk sektor kesehatan. Serapan anggaran Covid-19 sampai Agustus 2020, baru sekitar 25%. Yang terendah sektor kesehatan sekitar 7%,” tutur Zaini.
Masalah ketiga ialah masih terbatasnya fasilitas di rumah sakit rujukan. Diantaranya kekurangan ruang isolasi bertekanan negatif dan ventilator. Keempat, masyarakat kurang disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. “Munculnya kluster-kluster baru di perkantoran dan kawasan Indonesia menjadi bukti,” ucapnya.
Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI Tri Yunis Miko Wahyono memaparkan, dalam sehari kasus positif Covid-19 menembus angka 2.000-3.000 maka dalam 10 hari sudah puluhan ribu. Belum lagi terduganya, bisa lebih dari itu. “Ini yang saya takutkan. Disisi lain, banyak juga petugas kesehatan yang bakal tumbang. Ini akan memicu kepanikan besar,” kata Tri Yunis.
Melihat kondisi tersebut, dia tak menyalahkan upaya pemerintah untuk memulihkan ekonomi. Hal itu penting untuk menjaga stabilitas dengan mendorong banyak kegiatan ekonomi aktif kem bali. Di sisi lain, ini akan meningkatkan kontak antar manusia. Misalnya kegiatan di pasar tradisional sehingga memunculkan kluster baru yang terpapar Covid-19. (Baca juga: Gubernur Anies Bikin Bank DKI Borong Penghargaan)
“Adanya pelonggaran sosial membuat peningkatan kontak langsung. Konsekuensinya ini bisa meningkatkan transmisi Covid-19 ,” ujarnya.
Tri Yunis mengingatkan bahwa pemerintah harus waspada. Apalagi sekarang kasus di Indonesia sudah mencapai 175.000 lebih. Mau tidak mau, Satgas Covid-19 nasional maupun daerah harus berhati-hati dalam membuat strategi.
Selain itu, petugas kesehatan juga harus disiapkan. Bila perlu, semua tenaga kesehatan dari swasta, baik dokter yang baru bekerja maupun yang baru lulus ikut dilibatkan. (Lihat Videonya: Kericuhan Warnai Penobatan Sultan Sepuh XV Keraton Kesepuhan Cirebon)
Termasuk juga meningkatkan jumlah sukarelawan untuk membantu menangani layanan kesehatan Covid-19. “Kalau bisa dibayar oleh negara, dikasih insentif yang besar sehingga mereka mau. Karena bagaimanapun ini perlu tanggung jawab bersama, tidak hanya negara, tapi juga semua rakyatnya. Jadi mulai siapkan cadangan uang dan cadangan tenaga kesehatan,” sarannya. (Dita Angga/FW Bahtiar)
Berbagai upaya dan strategi sudahdi lakukan, namun belum membuahkanhasil. Karena itu butuh konsistensi dan kerja lebih keras lagi agar kondisinya dapat diperbaiki. Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti seluruh gubernur untuk memperhatikan pergerakan data kasus Covid-19 di wilayah masing-masing. Dia mengingatkan agar daerah yang kasusnya tinggi lebih hati-hati. (Baca: 70 Rekannya Meinggal, Para Perawat Kini Khawatir Tertular Covid-19)
“Marilah kita lihat baik jumlah kasusnya, yang sembuh, dan jumlah yang meninggal. Jadi hati-hati untuk yang angkanya masih tinggi,” katanya saat membuka rapat terbatas yang digelar secara virtual dengan para gubernur.
Presiden meminta para kepala daerah bekerja keras agar dapat menekan jumlah kasus Covid-19. Jokowi mengingatkan bahwa di beberapa negara juga tengah mengalami peningkatan kasus positif. “Hati-hati saat ini berbagai negara kembali menjadi terjadi tren peningkatan kasus positif. Baik di negara Eropa maupun di kawasan Asia. Karena itu, kita harus hati-hati,” tuturnya.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, jumlah zona merah atau risiko tinggi mengalami peningkatan pada minggu ini. Perinciannya, kenaikannya mencapai 100% yakni dari 32 kabupaten/kota menjadi 65 kabupaten/kota dengan risiko tinggi.
Terlihat bahwa daerah dengan risiko tinggi naik cukup pesat dari 6,32% menjadi 12,65% kabupaten/ kota di Indonesia. “Kami mohon agar kabupaten/kota yang risiko sedang berubah menjadi tinggi untuk bekerja lebih keras lagi bersama seluruh masyarakat agar kondisinya dapat di per baiki,” harapnya.
Selain berisiko tinggi, terjadi juga kenaikan kabupaten/kota dengan risiko sedang dari sebelumnya 222 kabupaten/kota naik menjadi 230 kabupaten/kota. Adapun kabupaten/kota dengan risiko rendah turun dari 189 kabupaten/kota menjadi 151 kabupaten/kota. Sejauh ini wilayah yang tidak ada kasus baru dari 41 kabupaten/kota menjadi 42 kabupaten/kota. (Baca juga: Hamas Sebut Kesepakatan UEA-Israel Memalukan)
Kelompok yang tidak terdampak makin menurun dari 30 menjadi 26 kabupaten/kota. “Zona tidak terdampak atau hijau turun 13,8% menjadi 13,22%. Terlihat di sini bahwa zona dengan risiko sedang naik dari 43,19% menjadi 44,75%. Dan yang kuning atau risiko rendah dari 36,77% turun menjadi 29,38%,” ungkapnya.
Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini mengatakan, penanganan Covid-19 yang dilakukan selama ini belum efektif dan masif. Pemerintah diminta meningkatkan kapasitas test, tracing, dan treat ment(3T). Saat ini cakupan tes masih rendah, yakni baru sekitar 48%.
“Hanya DKI Jakarta yang sudah di atas standar WHO. Dengan tes yang masih rendah, yang terpapar positif semakin meningkat. Ini artinya masih banyak potensi masyarakat yang terpapar dan belum diketahui,” ujarnya.
Yahya memaparkan beberapa masalah dalam penanganan Covid-19. Pertama, lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Bahkan koordinasi antar kementerian dan lembaga di pemerintah pusat pun kurang baik.
Hal itu terlihat dari langkah pemerintah membentuk struktur baru yang menangani penanganan Covid-19 dari aspek kesehatan dan penanganan ekonomi. Kedua, rendahnya serapan anggaran penanganan Covid-19. (Baca juga: Begini Suasana Hari Pertama Pembatasan Aktivitas Warga Depok)
“Salah satunya akibat lambatnya pencairan anggaran dari Kemenkeu, khususnya untuk sektor kesehatan. Serapan anggaran Covid-19 sampai Agustus 2020, baru sekitar 25%. Yang terendah sektor kesehatan sekitar 7%,” tutur Zaini.
Masalah ketiga ialah masih terbatasnya fasilitas di rumah sakit rujukan. Diantaranya kekurangan ruang isolasi bertekanan negatif dan ventilator. Keempat, masyarakat kurang disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. “Munculnya kluster-kluster baru di perkantoran dan kawasan Indonesia menjadi bukti,” ucapnya.
Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI Tri Yunis Miko Wahyono memaparkan, dalam sehari kasus positif Covid-19 menembus angka 2.000-3.000 maka dalam 10 hari sudah puluhan ribu. Belum lagi terduganya, bisa lebih dari itu. “Ini yang saya takutkan. Disisi lain, banyak juga petugas kesehatan yang bakal tumbang. Ini akan memicu kepanikan besar,” kata Tri Yunis.
Melihat kondisi tersebut, dia tak menyalahkan upaya pemerintah untuk memulihkan ekonomi. Hal itu penting untuk menjaga stabilitas dengan mendorong banyak kegiatan ekonomi aktif kem bali. Di sisi lain, ini akan meningkatkan kontak antar manusia. Misalnya kegiatan di pasar tradisional sehingga memunculkan kluster baru yang terpapar Covid-19. (Baca juga: Gubernur Anies Bikin Bank DKI Borong Penghargaan)
“Adanya pelonggaran sosial membuat peningkatan kontak langsung. Konsekuensinya ini bisa meningkatkan transmisi Covid-19 ,” ujarnya.
Tri Yunis mengingatkan bahwa pemerintah harus waspada. Apalagi sekarang kasus di Indonesia sudah mencapai 175.000 lebih. Mau tidak mau, Satgas Covid-19 nasional maupun daerah harus berhati-hati dalam membuat strategi.
Selain itu, petugas kesehatan juga harus disiapkan. Bila perlu, semua tenaga kesehatan dari swasta, baik dokter yang baru bekerja maupun yang baru lulus ikut dilibatkan. (Lihat Videonya: Kericuhan Warnai Penobatan Sultan Sepuh XV Keraton Kesepuhan Cirebon)
Termasuk juga meningkatkan jumlah sukarelawan untuk membantu menangani layanan kesehatan Covid-19. “Kalau bisa dibayar oleh negara, dikasih insentif yang besar sehingga mereka mau. Karena bagaimanapun ini perlu tanggung jawab bersama, tidak hanya negara, tapi juga semua rakyatnya. Jadi mulai siapkan cadangan uang dan cadangan tenaga kesehatan,” sarannya. (Dita Angga/FW Bahtiar)
(ysw)