Presidential Threshold Dihapus, Ini Pedoman Rekayasa Konstitusional bagi Pembentuk UU

Jum'at, 03 Januari 2025 - 07:52 WIB
loading...
Presidential Threshold...
Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang ada di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pembentuk UU yakni DPR dan Pemerintah pun akan membentuk norma baru. Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi ( MK ) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ( presidential threshold ) yang ada di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pembentuk undang-undang (UU) yakni DPR dan Pemerintah pun akan membentuk norma baru.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, ambang batas tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya, Kamis (2/1/2025).

Diketahui, bunyi pasal tersebut adalah "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."



Sebelumnya, Mahkamah mengatakan ambang batas tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden.

"Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, dikutip dari laman MK.



Menyikapi putusan MK tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan DPR RI dan Pemerintah akan menindaklanjuti putusan MK. "Selanjutnya tentu Pemerintah dan DPR akan menindaklanjutnya dalam pembentukan norma baru di UU terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden," ucap Rifqi.

Untuk diketahui, dalam putusan kemarin, Mahkamah juga memberikan pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak. Menurut Mahkamah, pembentuk UU perlu memperhatikan lima hal.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 2.5046 seconds (0.1#10.140)