Pengilon di Galeri Nasional dan Isu Beredel
loading...
A
A
A
Status Galeri Nasional Indonesia atau Museum Nasional sewajarnya ada di bawah langsung komando Presiden Prabowo atau badan eksekutif langsung bentukan insitusi tinggi negara; dan meminta mulai dari pembahasan, pemilihan birokratnya, dan pelaksanaaan program dilaporkan dan di bawah Presiden. Menimbang strategisnya kesenian adalah bagian dari kebudayaan mewakili paras martabat dalam kebijakan soft power politik dan ekonomi dalam jangka panjang untuk Indonesia.
Jika di Amerika Serikat minimal memiliki semacam institusi National Endowments for The Arts yang dibentuk oleh UU di Kongres sejak 1965 sebagai lembaga independen negara Federal, Direktur Galeri Nasional semestinya bersanding setara bersama Dewan Kurator sebagai garda terdepan politik kebudayaan dan duta Indonesia tentang kesenian di mancanegara dan kekuataan mandiri secara internal di dalam negeri.
Balik pada isu pemberedelan, sejatinya pameran seni yang menyuarakan secara lantang sebentuk visualisasi kritik yang tajam bukanlah sebuah ancaman bagi negara. Karya – karya lukisan, patung, fotografi dan desain-desain yang provokatif justru membuka kesadaran bersama. Bahwa hak-hak warga terproteksi dalam iklim demokrasi sesuai amanat UUD 1945, selain mencerdaskan kehidupan bangsa pun memberi ruang dialog lebih luas bagi warga.
Yang paling penting karya-karya tersebut sebuah wadah kontrol sosial atau semacam pendeteksi gejala dini keresahan publik tentang sebuah kebijakan tertentu dari negara yang mungkin salah di masa lalu. Paranoid tak beralasan hanya memberi bahan peledak lebih dahsyat di masa depan secara sosial, jika potensi kreativitas tak disalurkan dengan benar.
Pengilon adanya pemberedelan dan atau refleksi atas pembatalan serta istilah lain penundaan memang layak dipetik hikmah dari peristiwanya. Terutama bagi GNI dan komunitas seni, bahwa karya-karya seni itu adalah kemampuan riil sang seniman untuk semacam membuat kristalisasi problem-problem sosial yang diserap secara individu yang beririsan dengan communal consciousness yang di akhir hari memberi pencerahan pada publik kelak di pameran seni.
Lihat Juga: Pameran Lukisan Yos Suprapto Diberedel, Bonnie Triyana: Negara Harus Jamin Kebebasan Berekspresi
Jika di Amerika Serikat minimal memiliki semacam institusi National Endowments for The Arts yang dibentuk oleh UU di Kongres sejak 1965 sebagai lembaga independen negara Federal, Direktur Galeri Nasional semestinya bersanding setara bersama Dewan Kurator sebagai garda terdepan politik kebudayaan dan duta Indonesia tentang kesenian di mancanegara dan kekuataan mandiri secara internal di dalam negeri.
Balik pada isu pemberedelan, sejatinya pameran seni yang menyuarakan secara lantang sebentuk visualisasi kritik yang tajam bukanlah sebuah ancaman bagi negara. Karya – karya lukisan, patung, fotografi dan desain-desain yang provokatif justru membuka kesadaran bersama. Bahwa hak-hak warga terproteksi dalam iklim demokrasi sesuai amanat UUD 1945, selain mencerdaskan kehidupan bangsa pun memberi ruang dialog lebih luas bagi warga.
Yang paling penting karya-karya tersebut sebuah wadah kontrol sosial atau semacam pendeteksi gejala dini keresahan publik tentang sebuah kebijakan tertentu dari negara yang mungkin salah di masa lalu. Paranoid tak beralasan hanya memberi bahan peledak lebih dahsyat di masa depan secara sosial, jika potensi kreativitas tak disalurkan dengan benar.
Pengilon adanya pemberedelan dan atau refleksi atas pembatalan serta istilah lain penundaan memang layak dipetik hikmah dari peristiwanya. Terutama bagi GNI dan komunitas seni, bahwa karya-karya seni itu adalah kemampuan riil sang seniman untuk semacam membuat kristalisasi problem-problem sosial yang diserap secara individu yang beririsan dengan communal consciousness yang di akhir hari memberi pencerahan pada publik kelak di pameran seni.
Lihat Juga: Pameran Lukisan Yos Suprapto Diberedel, Bonnie Triyana: Negara Harus Jamin Kebebasan Berekspresi
(zik)