Peningkatan Kapasitas Daerah, Mengawal Janji Politik
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PEMILIHANKepala Daerah ( Pilkada ) serentak telah usai, meninggalkan ekspektasi tinggi di kalangan masyarakat terhadap realisasi janji-janji politik yang dilontarkan selama masa kampanye. Janji-janji tersebut, yang sering kali bersifat aspiratif dan idealis, kini menghadapi tantangan untuk diwujudkan dalam bentuk kebijakan teknokratis yang terukur.
Terkait hal ini, kepala daerah terpilih harus mampu menerjemahkan visi-misi politiknya ke dalam bahasa teknokratis yang dapat dioperasionalkan. Artinya, slogan-slogan kampanye dan komitmen yang bersifat umum harus dipadukan dengan analisis kebutuhan daerah, prioritas pembangunan, serta kemampuan fiskal.
Janji seperti "peningkatan kesejahteraan rakyat" atau "penguatan infrastruktur" harus mampu diuraikan menjadi program-program spesifik yang memiliki indikator keberhasilan yang jelas dan terukur. Tahun 2025, akan menjadi momen strategis untuk merealisasikan janji-janji tersebut melalui pengintegrasian dalam perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Salah satu instrumen penting untuk mewujudkan janji politik adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab itu, APBD tahun 2025 harus menjadi dokumen strategis yang merefleksikan prioritas kepala daerah sesuai dengan visi-misi yang disampaikan selama kampanye. Berbagai bahasa-bahasa politik yang sering kali bersifat umum dan abstrak harus diterjemahkan menjadi program yang praktis dan sesuai dengan aturan keuangan negara.
Artinya, proses penyusunan APBD harus berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, data empiris, dan mengacu pada regulasi pengelolaan keuangan negara. Pendekatan ini tidak hanya memastikan keberlanjutan program, tetapi juga menghindarkan daerah dari potensi ketidaksesuaian penggunaan anggaran.
Pada akhirnya, Pilkada bukan sekadar kontestasi politik, melainkan awal dari komitmen untuk membangun daerah. Kepala daerah terpilih memiliki tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan janji politiknya tidak sekadar menjadi dokumen kosong, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Transformasi janji politik menjadi kebijakan anggaran yang teknokratis, realistis, dan berbasis pada kebutuhan masyarakat adalah langkah strategis untuk mewujudkan pemerintahan yang kredibel dan responsif.
Dalam konteks ini, dinas terkait harus mampu menyusun program kerja yang spesifik, terukur, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya, jika terdapat janji peningkatan kualitas pendidikan, Dinas Pendidikan harus merancang program yang mencakup peningkatan kompetensi guru, perbaikan sarana dan prasarana sekolah, serta penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi.
Program-program tersebut harus dilengkapi dengan indikator kinerja yang jelas sehingga memudahkan evaluasi dan memastikan bahwa tujuan yang diharapkan tercapai.
Kegagalan dalam menerjemahkan janji politik menjadi program yang konkret dan terukur dapat berdampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat kepada pimpinan daerah. Survei Indikator Politik Indonesia pada Januari 2024 menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan dapat mengalami fluktuasi berdasarkan kinerja yang dirasakan oleh masyarakat.
Oleh sebab itu, penting bagi pimpinan daerah dan dinas terkait untuk memastikan bahwa program yang dijalankan sesuai dengan janji yang telah disampaikan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Demi mampu merealisasikan janji politik menjadi program kerja yang konkret, terukur, dan berdampak positif bagi masyarakat, maka diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan dan penganggaran program.
Sejatinya, Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Permendagri No. 10 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2024, yang menekankan pentingnya sinergi perencanaan program kerja tahunan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan antarpemerintah daerah. Pedoman tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi dinas terkait dalam menyusun program yang terukur dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Di samping itu, evaluasi terhadap program yang telah dijalankan juga menjadi aspek penting dalam memastikan efektivitas dan efisiensi program. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) pada tahun 2024 memfokuskan evaluasi pelayanan publik pada sembilan layanan prioritas, dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Evaluasi semacam ini dapat menjadi alat bagi dinas terkait untuk mengidentifikasi kekurangan dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
Sebagai hasilnya, implementasi janji politik melalui program yang terukur dan dijalankan oleh dinas terkait tidak hanya memenuhi harapan masyarakat, melainkan juga memperkuat kepercayaan publik terhadap pimpinan daerah. Hal ini pada gilirannya akan mendorong terciptanya pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Akan tetapi, dalam praktiknya, tantangan sering kali muncul akibat ketidaksinkronan antara dokumen perencanaan tersebut. Sebagai contoh, program prioritas yang tercantum dalam RPJMD sering kali tidak terakomodasi secara memadai dalam APBD akibat keterbatasan anggaran atau perubahan prioritas. Demi mengatasi masalah ini, maka pemerintah daerah perlu melakukan konsolidasi yang intensif antar perangkat daerah, memastikan bahwa setiap program yang dirancang memiliki dasar yang kuat dalam RPJMD dan RKPD.
Proses penganggaran harus menjadi cerminan langsung dari dokumen perencanaan, dengan fokus pada pengalokasian anggaran untuk program yang telah ditetapkan sebagai prioritas. Dalam hal ini, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) memiliki peran kunci untuk menjaga konsistensi antara dokumen perencanaan dan APBD.
Setiap program yang diajukan harus melalui proses evaluasi yang komprehensif untuk memastikan kesesuaiannya dengan visi pembangunan daerah dan kemampuan fiskal yang tersedia.
Selain menjaga konsistensi, sinergi antar dokumen perencanaan juga menjadi aspek penting. Hal ini berarti bahwa setiap perangkat daerah harus berkolaborasi untuk memastikan program kerja mereka saling melengkapi, bukan berjalan sendiri-sendiri.
Misalnya, program pengentasan kemiskinan yang dikelola oleh Dinas Sosial harus terhubung dengan program peningkatan keterampilan kerja oleh Dinas Tenaga Kerja. Dengan demikian, dampak dari program yang dijalankan dapat diperbesar dan lebih dirasakan oleh masyarakat.
Konsistensi dan sinergitas yang baik antar dokumen perencanaan hingga APBD akan menciptakan pembangunan yang berkesinambungan dan terarah. Demi mencapainya, pemerintah daerah perlu memperkuat mekanisme monitoring dan evaluasi dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
Dengan langkah ini, pemerintah daerah tidak hanya memenuhi janji politik, tetapi juga membangun kepercayaan masyarakat terhadap kinerja dan integritas pemimpinnya. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PEMILIHANKepala Daerah ( Pilkada ) serentak telah usai, meninggalkan ekspektasi tinggi di kalangan masyarakat terhadap realisasi janji-janji politik yang dilontarkan selama masa kampanye. Janji-janji tersebut, yang sering kali bersifat aspiratif dan idealis, kini menghadapi tantangan untuk diwujudkan dalam bentuk kebijakan teknokratis yang terukur.
Terkait hal ini, kepala daerah terpilih harus mampu menerjemahkan visi-misi politiknya ke dalam bahasa teknokratis yang dapat dioperasionalkan. Artinya, slogan-slogan kampanye dan komitmen yang bersifat umum harus dipadukan dengan analisis kebutuhan daerah, prioritas pembangunan, serta kemampuan fiskal.
Janji seperti "peningkatan kesejahteraan rakyat" atau "penguatan infrastruktur" harus mampu diuraikan menjadi program-program spesifik yang memiliki indikator keberhasilan yang jelas dan terukur. Tahun 2025, akan menjadi momen strategis untuk merealisasikan janji-janji tersebut melalui pengintegrasian dalam perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Salah satu instrumen penting untuk mewujudkan janji politik adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab itu, APBD tahun 2025 harus menjadi dokumen strategis yang merefleksikan prioritas kepala daerah sesuai dengan visi-misi yang disampaikan selama kampanye. Berbagai bahasa-bahasa politik yang sering kali bersifat umum dan abstrak harus diterjemahkan menjadi program yang praktis dan sesuai dengan aturan keuangan negara.
Artinya, proses penyusunan APBD harus berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, data empiris, dan mengacu pada regulasi pengelolaan keuangan negara. Pendekatan ini tidak hanya memastikan keberlanjutan program, tetapi juga menghindarkan daerah dari potensi ketidaksesuaian penggunaan anggaran.
Pada akhirnya, Pilkada bukan sekadar kontestasi politik, melainkan awal dari komitmen untuk membangun daerah. Kepala daerah terpilih memiliki tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan janji politiknya tidak sekadar menjadi dokumen kosong, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Transformasi janji politik menjadi kebijakan anggaran yang teknokratis, realistis, dan berbasis pada kebutuhan masyarakat adalah langkah strategis untuk mewujudkan pemerintahan yang kredibel dan responsif.
Dinamika Realisasi Janji Pilkada
Kini, setelah berakhirnya Pilkada, perhatian masyarakat tertuju pada realisasi janji-janji politik yang telah disampaikan. Pembagian kewenangan yang jelas antar dinas di pemerintahan daerah menuntut setiap dinas yang menjadi penanggung jawab untuk menjalankan program dengan sasaran dan jenis bantuan yang terukur. Hal ini penting agar janji politik tidak hanya menjadi retorika, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.Dalam konteks ini, dinas terkait harus mampu menyusun program kerja yang spesifik, terukur, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya, jika terdapat janji peningkatan kualitas pendidikan, Dinas Pendidikan harus merancang program yang mencakup peningkatan kompetensi guru, perbaikan sarana dan prasarana sekolah, serta penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi.
Program-program tersebut harus dilengkapi dengan indikator kinerja yang jelas sehingga memudahkan evaluasi dan memastikan bahwa tujuan yang diharapkan tercapai.
Kegagalan dalam menerjemahkan janji politik menjadi program yang konkret dan terukur dapat berdampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat kepada pimpinan daerah. Survei Indikator Politik Indonesia pada Januari 2024 menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan dapat mengalami fluktuasi berdasarkan kinerja yang dirasakan oleh masyarakat.
Oleh sebab itu, penting bagi pimpinan daerah dan dinas terkait untuk memastikan bahwa program yang dijalankan sesuai dengan janji yang telah disampaikan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Demi mampu merealisasikan janji politik menjadi program kerja yang konkret, terukur, dan berdampak positif bagi masyarakat, maka diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan dan penganggaran program.
Sejatinya, Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Permendagri No. 10 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2024, yang menekankan pentingnya sinergi perencanaan program kerja tahunan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan antarpemerintah daerah. Pedoman tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi dinas terkait dalam menyusun program yang terukur dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Di samping itu, evaluasi terhadap program yang telah dijalankan juga menjadi aspek penting dalam memastikan efektivitas dan efisiensi program. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) pada tahun 2024 memfokuskan evaluasi pelayanan publik pada sembilan layanan prioritas, dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Evaluasi semacam ini dapat menjadi alat bagi dinas terkait untuk mengidentifikasi kekurangan dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
Sebagai hasilnya, implementasi janji politik melalui program yang terukur dan dijalankan oleh dinas terkait tidak hanya memenuhi harapan masyarakat, melainkan juga memperkuat kepercayaan publik terhadap pimpinan daerah. Hal ini pada gilirannya akan mendorong terciptanya pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Menjaga Sinergitas dan Konsistensi Antar Dokumen
Konsistensi dan sinergi antar dokumen perencanaan hingga APBD merupakan fondasi utama dalam mewujudkan program pembangunan yang efektif dan tepat sasaran. Dokumen-dokumen seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan APBD harus memiliki keterkaitan logis dan saling mendukung. RPJMD sebagai dokumen strategis jangka menengah menjadi panduan utama, sementara RKPD dan APBD bertindak sebagai dokumen operasional tahunan yang merealisasikan visi dan misi kepala daerah.Akan tetapi, dalam praktiknya, tantangan sering kali muncul akibat ketidaksinkronan antara dokumen perencanaan tersebut. Sebagai contoh, program prioritas yang tercantum dalam RPJMD sering kali tidak terakomodasi secara memadai dalam APBD akibat keterbatasan anggaran atau perubahan prioritas. Demi mengatasi masalah ini, maka pemerintah daerah perlu melakukan konsolidasi yang intensif antar perangkat daerah, memastikan bahwa setiap program yang dirancang memiliki dasar yang kuat dalam RPJMD dan RKPD.
Proses penganggaran harus menjadi cerminan langsung dari dokumen perencanaan, dengan fokus pada pengalokasian anggaran untuk program yang telah ditetapkan sebagai prioritas. Dalam hal ini, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) memiliki peran kunci untuk menjaga konsistensi antara dokumen perencanaan dan APBD.
Setiap program yang diajukan harus melalui proses evaluasi yang komprehensif untuk memastikan kesesuaiannya dengan visi pembangunan daerah dan kemampuan fiskal yang tersedia.
Selain menjaga konsistensi, sinergi antar dokumen perencanaan juga menjadi aspek penting. Hal ini berarti bahwa setiap perangkat daerah harus berkolaborasi untuk memastikan program kerja mereka saling melengkapi, bukan berjalan sendiri-sendiri.
Misalnya, program pengentasan kemiskinan yang dikelola oleh Dinas Sosial harus terhubung dengan program peningkatan keterampilan kerja oleh Dinas Tenaga Kerja. Dengan demikian, dampak dari program yang dijalankan dapat diperbesar dan lebih dirasakan oleh masyarakat.
Konsistensi dan sinergitas yang baik antar dokumen perencanaan hingga APBD akan menciptakan pembangunan yang berkesinambungan dan terarah. Demi mencapainya, pemerintah daerah perlu memperkuat mekanisme monitoring dan evaluasi dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
Dengan langkah ini, pemerintah daerah tidak hanya memenuhi janji politik, tetapi juga membangun kepercayaan masyarakat terhadap kinerja dan integritas pemimpinnya. Semoga.
(jon)