PKS Minta Pasal Sanksi Bagi Pesantren Tak Berizin Dicabut dari RUU Ciptaker
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta pasal terkait sanksi bagi penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa perizinan dicabut dalam Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). PKS tidak setuju jika pemilik pondok pesantren tak berizin terancam pidana sepuluh tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp1 miliar seperti yang tercantum dalam pasal 71 draf RUU Ciptaker tersebut.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Bukhori Yusuf mengungkapkan pasal itu merupakan draf RUU Ciptaker dari pemerintah. Sejauh ini, kata dia, yang terkait pendidikan itu belum dibahas. "Tetapi PKS sudah memastikan terkait itu, PKS meminta supaya pasal itu dicabut. Artinya, pasal terkait dengan sanksi, memang sanksi bagi penyelenggara unit pendidikan itu perlu, tetapi ketika terkait dengan masalah administratif ya jangan dibawa ke pidana," ujar Bukhori Yusuf kepada SINDOnews, Sabtu (29/8/2020). (Baca juga: Matangkan RUU Ciptaker, DPR Jangan Sekadar Jadi Tukang Stempel)
Dia mengatakan, pendidikan itu merupakan hak asasi setiap warga negara. "Ketika itu menjadi hak asasi, dan kemudian pemerintah yang berkewajiban menyelenggarakan pendidikan tidak mampu menampung seluruh anak bangsa, lalu ada swasta sebut saja pesantren misalnya yang menyelenggarakan pendidikan itu, maka sudah tidak sepatutnya dihukum atau dipidana, tapi justru diberikan reward," tuturnya. (Baca juga: Tak Relevan dengan Pendidikan, Anggota DPR Minta RUU Cipta Kerja Dicabut)
Maka itu, menurut anggota Komisi VIII DPR ini, pasal terkait sanksi itu harus dicabut dalam RUU Ciptaker. "Jadi saya minta memang perlu diperbaiki itu atau dicabut itu terkait dengan masalah sanksi, memang sanksi di situ umum tidak hanya pesantren," katanya. (Baca juga: Buka Keran Investasi, RUU Cipta Kerja Dinilai Bukan Solusi Pendidikan)
Dia menjelaskan alasan pendidikan pesantren atau pendidikan nonformal tidak perlu masuk ke ranah Omnibus Law. "Ini pendidikan sudah ada sejak zaman sebelum merdeka ini, pesantren itu lah yang menghasilkan manusia-manusia nasionalis, yang kemudian mereka membela kemerdekaan dan mengorbankan nyawa," ujar Bukhori.
"Panglima Sudirman itu didikannya pesantren, dia adalah guru sekolah dan guru madrasah, karena itu dia memiliki jiwa yang patriotis, oleh karenanya pendidikan dalam konteks pesantren itu tidak masuk ke ranah ini, pendidikan keagamaan," katanya.
Lihat Juga: Prabowo Ajukan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Pengamat: Bukti Serius Lawan Korupsi
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Bukhori Yusuf mengungkapkan pasal itu merupakan draf RUU Ciptaker dari pemerintah. Sejauh ini, kata dia, yang terkait pendidikan itu belum dibahas. "Tetapi PKS sudah memastikan terkait itu, PKS meminta supaya pasal itu dicabut. Artinya, pasal terkait dengan sanksi, memang sanksi bagi penyelenggara unit pendidikan itu perlu, tetapi ketika terkait dengan masalah administratif ya jangan dibawa ke pidana," ujar Bukhori Yusuf kepada SINDOnews, Sabtu (29/8/2020). (Baca juga: Matangkan RUU Ciptaker, DPR Jangan Sekadar Jadi Tukang Stempel)
Dia mengatakan, pendidikan itu merupakan hak asasi setiap warga negara. "Ketika itu menjadi hak asasi, dan kemudian pemerintah yang berkewajiban menyelenggarakan pendidikan tidak mampu menampung seluruh anak bangsa, lalu ada swasta sebut saja pesantren misalnya yang menyelenggarakan pendidikan itu, maka sudah tidak sepatutnya dihukum atau dipidana, tapi justru diberikan reward," tuturnya. (Baca juga: Tak Relevan dengan Pendidikan, Anggota DPR Minta RUU Cipta Kerja Dicabut)
Maka itu, menurut anggota Komisi VIII DPR ini, pasal terkait sanksi itu harus dicabut dalam RUU Ciptaker. "Jadi saya minta memang perlu diperbaiki itu atau dicabut itu terkait dengan masalah sanksi, memang sanksi di situ umum tidak hanya pesantren," katanya. (Baca juga: Buka Keran Investasi, RUU Cipta Kerja Dinilai Bukan Solusi Pendidikan)
Dia menjelaskan alasan pendidikan pesantren atau pendidikan nonformal tidak perlu masuk ke ranah Omnibus Law. "Ini pendidikan sudah ada sejak zaman sebelum merdeka ini, pesantren itu lah yang menghasilkan manusia-manusia nasionalis, yang kemudian mereka membela kemerdekaan dan mengorbankan nyawa," ujar Bukhori.
"Panglima Sudirman itu didikannya pesantren, dia adalah guru sekolah dan guru madrasah, karena itu dia memiliki jiwa yang patriotis, oleh karenanya pendidikan dalam konteks pesantren itu tidak masuk ke ranah ini, pendidikan keagamaan," katanya.
Lihat Juga: Prabowo Ajukan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Pengamat: Bukti Serius Lawan Korupsi
(cip)