Kasus Jaksa Pinangki Diminta Diusut KPK, Ini Kata Kejaksaan Agung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono memastikan bahwa Kejagung akan terus mengusut kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari (JPM) . Sebelumnya, Kejagung diminta untuk menyerahkan kasus tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) .
"Kita sudah melakukan koordinasi dan supervisi. Perlu diketahui juga, di kami juga ada penyidik tipikor, penuntut umumnya juga di sini. Temen-temen di KPK demikian juga, ada penyidiknya di sana, ada penuntut umumnya juga di sana, penuntut umumnya siapa, dari kami juga. Oleh karena itu, tinggal koordinasi dan supervisi," kata Hari di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Hari menilai, Kejagung juga mempunyai kewenangan untuk mengusut kasus dugaan suap Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki tersebut.( )
"Penyidikan masing-masing mempunyai kewenangan, kami aparat penegak hukum saling men-support itu, ada namanya koordinasi dan supervisi. Kami melakukan penyidikan, penuntut umumnya juga di sini. Jadi tidak ada yang katanya inisiatif menyerahkan, tapi mari ktia kembali kepada aturan," katanya.
Hari juga mengajak publik untuk terus mengawal kasus Jaksa Pinangki. Menurut dia, Koprs Adhyaksa akan terbuka untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Tanggal 4 diterima dari pengawasan, kalau tidak salah tanggal 7 penyidikan, tanggal 11 menetapkan tersangka, tanggal 12 menahan. Kemudian hari ini tanggal 27 Agustus ada penetapan tersangka baru, nah silakan kawan-kawan. Kalau menurut kami luar biasa cepat," tutupnya.( )
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango berharap Kejagung mendengarkan Komisi Kejaksaan (Komjak) yang meminta penanganan kasus Jaksa Pinangki ditangani lembaga antirasuah.
"Sejak awal mencuatnya perkara-perkara yang melibatkan aparat penegak hukum ini saya selalu dalam sikap, sebaiknya perkara-perkara dimaksud ditangani oleh KPK," ujar Nawawi.
Pasal 11 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK memperbolehkan lembaga antirasuah mengusut kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.
Jaksa Pinangki diduga menerima suap sebesar USD500 ribu atau setara Rp7 miliar untuk mengurus fatwa MA. Dia disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Kemudian, Djoko Tjandra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atau Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Tipikor atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor.
"Kita sudah melakukan koordinasi dan supervisi. Perlu diketahui juga, di kami juga ada penyidik tipikor, penuntut umumnya juga di sini. Temen-temen di KPK demikian juga, ada penyidiknya di sana, ada penuntut umumnya juga di sana, penuntut umumnya siapa, dari kami juga. Oleh karena itu, tinggal koordinasi dan supervisi," kata Hari di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Hari menilai, Kejagung juga mempunyai kewenangan untuk mengusut kasus dugaan suap Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki tersebut.( )
"Penyidikan masing-masing mempunyai kewenangan, kami aparat penegak hukum saling men-support itu, ada namanya koordinasi dan supervisi. Kami melakukan penyidikan, penuntut umumnya juga di sini. Jadi tidak ada yang katanya inisiatif menyerahkan, tapi mari ktia kembali kepada aturan," katanya.
Hari juga mengajak publik untuk terus mengawal kasus Jaksa Pinangki. Menurut dia, Koprs Adhyaksa akan terbuka untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Tanggal 4 diterima dari pengawasan, kalau tidak salah tanggal 7 penyidikan, tanggal 11 menetapkan tersangka, tanggal 12 menahan. Kemudian hari ini tanggal 27 Agustus ada penetapan tersangka baru, nah silakan kawan-kawan. Kalau menurut kami luar biasa cepat," tutupnya.( )
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango berharap Kejagung mendengarkan Komisi Kejaksaan (Komjak) yang meminta penanganan kasus Jaksa Pinangki ditangani lembaga antirasuah.
"Sejak awal mencuatnya perkara-perkara yang melibatkan aparat penegak hukum ini saya selalu dalam sikap, sebaiknya perkara-perkara dimaksud ditangani oleh KPK," ujar Nawawi.
Pasal 11 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK memperbolehkan lembaga antirasuah mengusut kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.
Jaksa Pinangki diduga menerima suap sebesar USD500 ribu atau setara Rp7 miliar untuk mengurus fatwa MA. Dia disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Kemudian, Djoko Tjandra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atau Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Tipikor atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor.
(abd)