Resolusi Melawai 71 Organisasi Buruh untuk Pemerintahan Prabowo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 71 organisasi buruh dan ojek online (ojol) menaruh harapan kepada Pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka yang bakal dilantik pada 20 Oktober mendatang. Mereka merumuskan rekomendasi kebijakan ketenagakerjaan dalam pertemuan nasional serikat buruh/serikat pekerja untuk advokasi kebijakan yang dilaksanakan di Jakarta pada Senin (14/10/2024) hingga Selasa (15/10/2024).
“Terdata acara ini dihadiri oleh 6 konfederasi dan 62 federasi serikat buruh serta 3 organiasi ojol. Pertemuan ini bukan untuk dukung mendukung, tetapi semata-mata merumuskan rekomendasi kebijakan bidang ekonomi dan ketenagakerjaan," kata salah satu inisiator pertemuan tersebut Rudi HB Daman dari GSBI, Rabu (16/10/2024).
Pertemuan puluhan organisasi buruh ini dibuka dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan diikuti lagu Pembebasan. Acara itu juga dihadiri oleh Dewan Pakar Tim Ekonomi Prabowo Subianto Darwin Ginting.
Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat berharap agar Dewan Pakar Presiden terpilih bersedia mendengarkan masukan-masukan dari kaum buruh yang dikompilasi menjadi sebuah Rekomendasi Kebijakan dan Resolusi Melawai. “Setelah mendengarkan masukan kaum buruh, diharap para peserta bisa berdialog langsung dengan Tim dari Dewan Pakar Presiden Terpilih dengan sebebas-bebasnya, termasuk menyampaikan kegetiran selama 10 tahun terakhir ini," kata Jumhur.
Usai merumuskan Rekomendasi Kebijakan dan Resolusi Melawai, peserta yang diwakili oleh tokoh-tokoh buruh perempuan membacakan secara bergantian Resolusi Melawai itu di hadapan Dewan Pakar Presiden Terpilih. Setelah dibacakan, aktivis buruh perempuan Sunarti menyerahkan secara resmi kepada perwakilan Dewan Pakar Tim Ekonomi Prabowo Subianto Darwin Ginting.
Sebanyak 152 pemimpin buruh tampak hadir dalam acara ini, termasuk di antaranya tokoh-tokoh yang dikenal sebagai aktivis buruh seperti Bambang Wirahyoso (KSPN), Jumhur Hidayat (KSPSI), Dedi Hardianto (KSBSI), Wahidin (KBMI), Dartha Pakpahan (K-SBSI), Joko Wahyudi (K-SARBUMUSI), dan Arif Minardi (FSP-LEM SPSI), serta tokoh senior gerakan buruh Saut Aritonang (SBM-SK). Acara semakin semarak karena dihadiri tokoh-tokoh aktivis buruh perempuan di antaranya Nining Elitos, Sunarti, Mirah Sumirat, Emelia Yanti, Rosdaria, dan Raslina Rasyidin.
Resolusi Melawai di antaranya berisi perlunya pertumbuhan ekonomi yang inklusif sehingga seharusnya setiap kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan dampak pada ketenagakerjaan. Dengan begitu, maka industrialisasi dan reforma agraria sejati menjadi keharusan untuk dijalankan.
Salah satu hancurnya industri dalam negeri adalah karena membanjirnya produk asing baik resmi maupun ilegal. Untuk itu, pemerintah baru didorong mengevaluasi dan menertibkan semua aturan impor barang konsumsi seperti industri tekstil dan produk tekstil, barang elektronik, makanan dan minuman, serta impor kendaraan listrik dengan menyubsidi orang-orang kaya dengan dana APBN.
Dalam resolusi itu disebutkan bahwa impor ilegal juga menjadi penyebab hancurnya industri dalam negeri, sehingga semua oknum aparat yang terlibat harus ditindak tegas, baik itu di pelabuhan impor yang resmi dan juga pelabuhan-pelabuhan “tikus”.
Sementara itu, Emelia Yanti menyuarakan agar pemerintah mengumumkan penghentian menyeluruh tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), Asuransi Kendaraan Wajib (Third Party Liabilities), dan tambahan iuran dana pensiun yang saat ini belum terlalu mendesak untuk dilakukan.
Adapun Mirah Sumirat mendesak pemerintah segera mencabut sumber masalah ketenagakerjaan yaitu UU Omnibuslaw Cipta Kerja beserta aturan turunannya. Kemudian, menerbitkan aturan baru (UU) tentang sistem pengupahan nasional, melaksanakan sistem jaminan sosial semesta sepanjang hayat (Universal Social Security), dan menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.
Pemerintah juga didesak melaksanakan dialog sosial bersama unsur buruh dan pengusaha untuk mengevaluasi, merevisi bahkan mencabut berbagai peraturan yang menghambat kepastian kerja (Job Security) dan kepastian pendapatan yang layak (income security) dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan produktivitas.
Sedangkan Nining Elitos menjelaskan perlunya perluasan pasar kerja luar negeri untuk penempatan tenaga kerja berketrampilan. Menjamin dan memberikan perlindungan sejati yang paripurna bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) sejak proses perekrutan, pada masa penempatan dan proses kepulangan hingga integrasi sosial saat mereka pulang (Purna Migran). Pemerintah juga harus meratifikasi Konvensi ILO 188 tahun 2007 tentang Pekerjaan Dalam Penangkapan Ikan.
Secara khusus, Ketua Umum KSBSI Elly Rosita Silaban yang masih berada di Brussels, Belgia menyampaikan pentingnya transfromasi untuk menuju energi bersih harus direncanakan secara matang dan memenuhi rasa keadilan sehingga tidak boleh ada seorangpun yang merasa ditinggalkan terutama kaum buruh atau pekerja.
Ketua Umum FSP LEM SPSI Arif Minardi mencontohkan agar perubahan dari energi fosil dalam kendaraan menuju kendaraan berenergi listrik harus terlebih dahulu mengedepankan karbon netral ketimbang beralih langsung dan sepenuhnya kepada kendaraan listrik sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan.
“Sebagai masa transisi dapat dikembangkan mobil hybrid sehingga tidak perlu mem-PHK buruh bahkan bisa merekrut tenaga kerja baru dalam bidang kelistrikan dan baterai serta para pekerja yang ditugaskan menanam pohon sebagai upaya untuk menetralisasi karbon," pungkas Arif.
“Terdata acara ini dihadiri oleh 6 konfederasi dan 62 federasi serikat buruh serta 3 organiasi ojol. Pertemuan ini bukan untuk dukung mendukung, tetapi semata-mata merumuskan rekomendasi kebijakan bidang ekonomi dan ketenagakerjaan," kata salah satu inisiator pertemuan tersebut Rudi HB Daman dari GSBI, Rabu (16/10/2024).
Pertemuan puluhan organisasi buruh ini dibuka dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan diikuti lagu Pembebasan. Acara itu juga dihadiri oleh Dewan Pakar Tim Ekonomi Prabowo Subianto Darwin Ginting.
Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat berharap agar Dewan Pakar Presiden terpilih bersedia mendengarkan masukan-masukan dari kaum buruh yang dikompilasi menjadi sebuah Rekomendasi Kebijakan dan Resolusi Melawai. “Setelah mendengarkan masukan kaum buruh, diharap para peserta bisa berdialog langsung dengan Tim dari Dewan Pakar Presiden Terpilih dengan sebebas-bebasnya, termasuk menyampaikan kegetiran selama 10 tahun terakhir ini," kata Jumhur.
Usai merumuskan Rekomendasi Kebijakan dan Resolusi Melawai, peserta yang diwakili oleh tokoh-tokoh buruh perempuan membacakan secara bergantian Resolusi Melawai itu di hadapan Dewan Pakar Presiden Terpilih. Setelah dibacakan, aktivis buruh perempuan Sunarti menyerahkan secara resmi kepada perwakilan Dewan Pakar Tim Ekonomi Prabowo Subianto Darwin Ginting.
Sebanyak 152 pemimpin buruh tampak hadir dalam acara ini, termasuk di antaranya tokoh-tokoh yang dikenal sebagai aktivis buruh seperti Bambang Wirahyoso (KSPN), Jumhur Hidayat (KSPSI), Dedi Hardianto (KSBSI), Wahidin (KBMI), Dartha Pakpahan (K-SBSI), Joko Wahyudi (K-SARBUMUSI), dan Arif Minardi (FSP-LEM SPSI), serta tokoh senior gerakan buruh Saut Aritonang (SBM-SK). Acara semakin semarak karena dihadiri tokoh-tokoh aktivis buruh perempuan di antaranya Nining Elitos, Sunarti, Mirah Sumirat, Emelia Yanti, Rosdaria, dan Raslina Rasyidin.
Resolusi Melawai di antaranya berisi perlunya pertumbuhan ekonomi yang inklusif sehingga seharusnya setiap kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan dampak pada ketenagakerjaan. Dengan begitu, maka industrialisasi dan reforma agraria sejati menjadi keharusan untuk dijalankan.
Salah satu hancurnya industri dalam negeri adalah karena membanjirnya produk asing baik resmi maupun ilegal. Untuk itu, pemerintah baru didorong mengevaluasi dan menertibkan semua aturan impor barang konsumsi seperti industri tekstil dan produk tekstil, barang elektronik, makanan dan minuman, serta impor kendaraan listrik dengan menyubsidi orang-orang kaya dengan dana APBN.
Dalam resolusi itu disebutkan bahwa impor ilegal juga menjadi penyebab hancurnya industri dalam negeri, sehingga semua oknum aparat yang terlibat harus ditindak tegas, baik itu di pelabuhan impor yang resmi dan juga pelabuhan-pelabuhan “tikus”.
Sementara itu, Emelia Yanti menyuarakan agar pemerintah mengumumkan penghentian menyeluruh tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), Asuransi Kendaraan Wajib (Third Party Liabilities), dan tambahan iuran dana pensiun yang saat ini belum terlalu mendesak untuk dilakukan.
Adapun Mirah Sumirat mendesak pemerintah segera mencabut sumber masalah ketenagakerjaan yaitu UU Omnibuslaw Cipta Kerja beserta aturan turunannya. Kemudian, menerbitkan aturan baru (UU) tentang sistem pengupahan nasional, melaksanakan sistem jaminan sosial semesta sepanjang hayat (Universal Social Security), dan menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.
Pemerintah juga didesak melaksanakan dialog sosial bersama unsur buruh dan pengusaha untuk mengevaluasi, merevisi bahkan mencabut berbagai peraturan yang menghambat kepastian kerja (Job Security) dan kepastian pendapatan yang layak (income security) dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan produktivitas.
Sedangkan Nining Elitos menjelaskan perlunya perluasan pasar kerja luar negeri untuk penempatan tenaga kerja berketrampilan. Menjamin dan memberikan perlindungan sejati yang paripurna bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) sejak proses perekrutan, pada masa penempatan dan proses kepulangan hingga integrasi sosial saat mereka pulang (Purna Migran). Pemerintah juga harus meratifikasi Konvensi ILO 188 tahun 2007 tentang Pekerjaan Dalam Penangkapan Ikan.
Secara khusus, Ketua Umum KSBSI Elly Rosita Silaban yang masih berada di Brussels, Belgia menyampaikan pentingnya transfromasi untuk menuju energi bersih harus direncanakan secara matang dan memenuhi rasa keadilan sehingga tidak boleh ada seorangpun yang merasa ditinggalkan terutama kaum buruh atau pekerja.
Ketua Umum FSP LEM SPSI Arif Minardi mencontohkan agar perubahan dari energi fosil dalam kendaraan menuju kendaraan berenergi listrik harus terlebih dahulu mengedepankan karbon netral ketimbang beralih langsung dan sepenuhnya kepada kendaraan listrik sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan.
“Sebagai masa transisi dapat dikembangkan mobil hybrid sehingga tidak perlu mem-PHK buruh bahkan bisa merekrut tenaga kerja baru dalam bidang kelistrikan dan baterai serta para pekerja yang ditugaskan menanam pohon sebagai upaya untuk menetralisasi karbon," pungkas Arif.
(rca)