Fase Indah untuk BUMN Inhan Indonesia
loading...
A
A
A
Untuk mendukung upaya mewujudkan target tersebut, pemerintah mengeluarkan PPP No 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dari Luar Negeri. Melalui peraturan pemerintah itulah ditetapkan tentang kandungan lokal dan offset yang sangat bermanfaat untuk mengakselerasi perkembangan Inhan nasional. Dalam aturan offset inilah disebut tentang pengembangan bersama, alih teknologi atau transfer of technology (ToT), alih kompetensi melalui pelatihan dan pendidikan, dan lainnya.
Gairah industri pertahanan domestik, termasuk yang dirasakan BUMN Inhan, juga didukung belanja alutsista yang dilakukan pemerintah terus menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Pada 2025, misalnya, pagu indikatif anggaran untuk Kemenhan sebesar Rp155 Triliun. Jumlah ini jauh lebih besar dibanding anggaran 2024 sebesar Rp139,27 Triliun, Rp134 Triliun (2023), dan Rp133 Triliun (2022).
Kendati demikian, jika dirasiokan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, besaran anggaran ini masih terbilang kurang karena tidak sampai menyentuh 1 persen dari PDB. Sedangkan rerata rasio global untuk anggaran pertahanan mencapai 2-3 persen dari PDB. Jika pemerintah menaikkan rasio anggaran dari PDB pada angka 1-2 persen, dipastikan Inhan nasional akan semakin bergairah karena akan semakin banyak belanja alutsista yang dilakukan Kemenhan untuk mendukung kekuatan TNI.
Kehadiran Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan harus diakui menjadi variabel penting meningkatnya akuisisi alutsista untuk TNI. Saat menghadiri The Ist Defend ID’s Day di hangar helikopter PTDI di Bandung (15/06/2023) Prabowo mengklaim kontrak industri pertahanan dengan BUMN Inhan naik hingga 800 persen selama dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Menurutnya, kondisi ini terjadi karena dia mendapat tugas Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan industri pertahanan yang kuat dan mandiri. Karena itulah, ke depan dia ingin industri pertahanan nasional bisa bangkit dan berprestasi.
Meningkatnya anggaran pertahan dan semangat Inhan yang kuat dan mandiri menjadi berkah bagi Inhan nasional -baik BUMN Inhan maupun industri pertahanan swasta, karena mendapat prioritas. Di sisi lain, kapasitas industri pertahanan nasional terbilang mampu menjawab tantangan dan sekaligus tuntutan dengan melakukan produksi bersama ataupun ToT dengan mitra asing, di antaranya yang mengemuka adalah kerjasama dengan beberapa perusahaan industri pertahanan terkemuka dunia seperti Aselsan, Havelsan, Thales, dan Naval Group.
baca juga: Semakin Diperhitungkan, Industri Pertahanan Indonesia Incar Peringkat 50 Besar Dunia
Selain faktor internal, perkembangan global juga memengaruhi belanja alutsista secara luas. Faktor dimaksud berupa dinamika Laut China Selatan (LCS) hingga pecahnya perang Rusia-Ukraina telah memacu perlombaan senjata (arm race) di dunia. SIPRI dalam pers rilis ‘’Global Military Spending Surges Amid War Rising Tensions and Insecurity’’ yang dirilis pada 22 April 2024 mengungkap pengeluaran militer dunia meningkat selama sembilan tahun berturut-turut hingga mencapai rekor tertinggi sebesar USD2.443 miliar.
Dipaparkan, untuk pertama kalinya sejak 2009, pengeluaran militer meningkat di kelima wilayah geografis yang ditetapkan oleh SIPRI, dengan peningkatan yang sangat besar tercatat di Eropa, Asia dan Oseania, serta Timur Tengah.Menurut Nan Tian, Peneliti Senior pada Program Pengeluaran Militer dan Produksi Senjata SIPRI, tren tersebut merupakan respons langsung terhadap kemerosotan perdamaian dan keamanan global. Negara-negara memprioritaskan kekuatan militer tetapi mereka menghadapi risiko spiral aksi-reaksi dalam lanskap geopolitik dan keamanan yang semakin tidak stabil.
Sedikit banyak, melonjaknya belanja alutsista global membawa berkah untuk Inhan Indonesia. Direktur Utama PT Pindad Abraham Mose PT Pindad, misalnya, saat menerima kunjungan Presiden Jokowi (19/09/2023) membeberkan banyak negara berminat dengan alat utama sistem pertahanan atau alutsista buatan PT Pindad. Salah satu pelanggannya adalah Amerika Serikat (AS) yang meminta pengiriman dua kontainer amunisi setiap bulan. Selain amunisi, permintaan senjata pistol dan kendaraan tempur juga meningkat.
Gairah industri pertahanan domestik, termasuk yang dirasakan BUMN Inhan, juga didukung belanja alutsista yang dilakukan pemerintah terus menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Pada 2025, misalnya, pagu indikatif anggaran untuk Kemenhan sebesar Rp155 Triliun. Jumlah ini jauh lebih besar dibanding anggaran 2024 sebesar Rp139,27 Triliun, Rp134 Triliun (2023), dan Rp133 Triliun (2022).
Kendati demikian, jika dirasiokan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, besaran anggaran ini masih terbilang kurang karena tidak sampai menyentuh 1 persen dari PDB. Sedangkan rerata rasio global untuk anggaran pertahanan mencapai 2-3 persen dari PDB. Jika pemerintah menaikkan rasio anggaran dari PDB pada angka 1-2 persen, dipastikan Inhan nasional akan semakin bergairah karena akan semakin banyak belanja alutsista yang dilakukan Kemenhan untuk mendukung kekuatan TNI.
Kehadiran Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan harus diakui menjadi variabel penting meningkatnya akuisisi alutsista untuk TNI. Saat menghadiri The Ist Defend ID’s Day di hangar helikopter PTDI di Bandung (15/06/2023) Prabowo mengklaim kontrak industri pertahanan dengan BUMN Inhan naik hingga 800 persen selama dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Menurutnya, kondisi ini terjadi karena dia mendapat tugas Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan industri pertahanan yang kuat dan mandiri. Karena itulah, ke depan dia ingin industri pertahanan nasional bisa bangkit dan berprestasi.
Meningkatnya anggaran pertahan dan semangat Inhan yang kuat dan mandiri menjadi berkah bagi Inhan nasional -baik BUMN Inhan maupun industri pertahanan swasta, karena mendapat prioritas. Di sisi lain, kapasitas industri pertahanan nasional terbilang mampu menjawab tantangan dan sekaligus tuntutan dengan melakukan produksi bersama ataupun ToT dengan mitra asing, di antaranya yang mengemuka adalah kerjasama dengan beberapa perusahaan industri pertahanan terkemuka dunia seperti Aselsan, Havelsan, Thales, dan Naval Group.
baca juga: Semakin Diperhitungkan, Industri Pertahanan Indonesia Incar Peringkat 50 Besar Dunia
Selain faktor internal, perkembangan global juga memengaruhi belanja alutsista secara luas. Faktor dimaksud berupa dinamika Laut China Selatan (LCS) hingga pecahnya perang Rusia-Ukraina telah memacu perlombaan senjata (arm race) di dunia. SIPRI dalam pers rilis ‘’Global Military Spending Surges Amid War Rising Tensions and Insecurity’’ yang dirilis pada 22 April 2024 mengungkap pengeluaran militer dunia meningkat selama sembilan tahun berturut-turut hingga mencapai rekor tertinggi sebesar USD2.443 miliar.
Dipaparkan, untuk pertama kalinya sejak 2009, pengeluaran militer meningkat di kelima wilayah geografis yang ditetapkan oleh SIPRI, dengan peningkatan yang sangat besar tercatat di Eropa, Asia dan Oseania, serta Timur Tengah.Menurut Nan Tian, Peneliti Senior pada Program Pengeluaran Militer dan Produksi Senjata SIPRI, tren tersebut merupakan respons langsung terhadap kemerosotan perdamaian dan keamanan global. Negara-negara memprioritaskan kekuatan militer tetapi mereka menghadapi risiko spiral aksi-reaksi dalam lanskap geopolitik dan keamanan yang semakin tidak stabil.
Sedikit banyak, melonjaknya belanja alutsista global membawa berkah untuk Inhan Indonesia. Direktur Utama PT Pindad Abraham Mose PT Pindad, misalnya, saat menerima kunjungan Presiden Jokowi (19/09/2023) membeberkan banyak negara berminat dengan alat utama sistem pertahanan atau alutsista buatan PT Pindad. Salah satu pelanggannya adalah Amerika Serikat (AS) yang meminta pengiriman dua kontainer amunisi setiap bulan. Selain amunisi, permintaan senjata pistol dan kendaraan tempur juga meningkat.