Rapat Kerja DPR-BNPT Singgung Kasus Penusukan Wiranto

Kamis, 21 November 2019 - 14:38 WIB
Rapat Kerja DPR-BNPT Singgung Kasus Penusukan Wiranto
Rapat Kerja DPR-BNPT Singgung Kasus Penusukan Wiranto
A A A
JAKARTA - Komisi III DPR bertanya kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengenai insiden penusukan Wiranto ketika menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) di Pandenglang yang terjadi beberapa waktu lalu

Pertanyaan itu disampaikan anggota Komisi III DPR dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Isu penusukan Wiranto ini merupakan kelanjutan dari pertanyaan sejumlah Anggota Komisi III DPR pada RDP 11 November lalu.

“Kami sampaikan bahwa dalam kasus kejadian Wiranto dari BNPT sudah beri masukan kami input pada Polri khususnya Densus 88, baik berupa informasi intelijen dan lainnya mengenai jaringan teroris yang ada di Pandeglang yang berpotensi melakukan serangan terorsime,” tutur Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Irjen Pol Budiono Sandi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (Baca Juga: BNPT: Data 3% Anggota TNI Terpapar Radikalisme Tak Akurat)
Namun, lanjut Budiono, Densus memiliki mekanisme dalam melakukan penindakan atas masukan dari berbagai pihak sehingga kewenangan melakukan penindakan ada pada densus.

Kemudian, Anggota Komisi III DPR Marinus Gea menegaskan kembali apakah BNPT sudah mendeteksi adanya kejadian penusukan tersebut.“Sudah deteksi akan kejadian?” tanyanya.

Lalu Budiono menjawab potensi untuk ancaman teror di Pandeglang sudah disampaikan BNPT kepada Densus 88.

Merasa tak puas, Marinus kembali menanyakan kenapa Polda Banten tidak mengetahui itu dan Densus tidak bergerak ke sana. Apakah ada informasi yang putus.

“Tapi, Polda Banten tidak tahu dan Densus tidak ada di sana? Informasi putus atau koordinasi tidak sampai?” tanyanya lagi.

Kemudian, Kepala BNPT Suhardi Alius menjawab, BNPT tidak memiliki kewenangan untuk penindakan. Yang jelas, BNPT berkontribusi aktif termasuk saat itu meminta aplikasi media sosial Telegram untuk di-banned.

“Artinya kita aktif, kemudian kita sampaikan kepada yang punya kewenangan. Tapi, akun-akun itu sebenarnya kami monitor,” jelasnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir merasa tidak puas dan mempertanyakan kenapa BNPT tidak mengikuti perkembangan selanjutnya pascamemberikan informasi potensi tersebut. Padahal, BNPT merupakan leading sector.

“Leading sektor BNPT dalam masalah terorisme ini. Kalau sudah memberikan informasi terhadap instansi terkait dalam kaitan adanya identifikasi seseorang, kenapa itu tidak diikuti perkembangan dengan kegiatan-kegiatan lanjutannya?,” tanya Adies.

“Saat anda memberikan informasi, tapi itu tidak ditindaklajuti oleh instansi terkait. Sementara BNPT ini sebagau leading sector,” lanjutnya.

Namun, Suhardi menjelaskan kegiatan BNPT juga cukup banyak. BNPT juga turun melihat kondisi fisik. Bahkan, ketika pihaknya menemukan ada potensi, BNPT sering juga turun ke lapangan khususnya dari tim Deputi II.

“Sekarang kaitannya dengan masalah yang Banten itu ditindaklanjuti sebagai pelajaran juga ke depan. SOP pejabat yang harus kita benahi juga Pak. Ada seorang pejabat di situ yang akan melaksanakan kunjungan juga harus juga menjadi perhatian,” tandasnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4539 seconds (0.1#10.140)