Memaknai RI sebagai Peringkat Ke-5 Global Islamic Economy
A
A
A
H Sapta Nirwandar
Chairman of Indonesia Halal Lifestyle Center
Alhamdulillah, Kamis (14/11) lalu pada pembukaan INHALIFE Conference 2019 dalam rangkaian acara ISEF (Indonesia Syariah Ekonomi Festival) 2019, Dinar Standard dan Dubai Islamic Economy Development Center (DIEDC), merilis State of The Global Economy Report 2019/2020. Ini adalah laporan ketujuh yang menjadi referensi utama ekonomi Islam global.
Laporan ini diluncurkan langsung oleh Abdullah AL Awar, CEO DIEDC dan Rafi-uddin Shikoh dari Dinar Standard. Pada kesempatan itu, turut hadir Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Executive Director KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah), Chairman IHLC (Indonesia Halal Lifestyle Center), serta Taleb Rifai––secretary general UNWTO 2008-2017.
Global Islamic Economy Report juga diluncurkan di beberapa kota lain yakni Madrid, New York, Dubai, dan Kuala Lumpur. Ringkasan laporan ini juga diluncurkan oleh IHLC dalam bahasa Indonesia. Indonesia tidak saja mendapatkan kehormatan menjadi tempat diluncurkannya laporan oleh CEO DIEDC dan Dinar Standard. Lebih dari itu, dalam laporan tersebut Indonesia naik peringkat dari peringkat 10 menjadi peringkat ke-5, setelah Malaysia, UEA, Bahrain, dan Arab Saudi.
Ini merupakan lompatan yang sangat berarti dalam pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Dalam laporan itu diketahui sektor apa saja yang berpeluang besar di Tanah Air. Mulai sektor modest fashion yang di peringkat ke-3, sektor islamic finance peringkat ke-5, dan muslim friendly travel peringkat ke-4.
Adapun sektor lainnya seperti makanan, media recreation, farmasi, dan kosmetik kita belum cukup dalam pasar global. Beberapa hal yang dilakukan oleh Indonesia sehingga dapat menaikkan peringkat pada laporan Global Islamic Economy (GIE) antara lain digenjotnya pembangunan infrastruktur di pusat dan berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, perluasan fasilitas wisata ramah muslim di berbagai destinasi serta diluncurkannya The Council of Modest Fashion untuk mempromosikan produk fashion yang inklusif, berkelanjutan sehingga mendukung tumbuhnya desainer-desainer modest fashion yang baru.
Oleh karena itu, seperti diutarakan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pidato pembukaan INHALIFE, Indonesia harus menjadi produsen produk halal dibandingkan menjadi konsumen. Peluang itu sebenarnya cukup besar apalagi jika kita melihat peluang bisnis halal industri global yang meningkat dengan pesat.
Dari laporan Global Islamic Economy 2019/2020, pengeluaran muslim global pada 2018 sebesar USD2,2 triliun diperkirakan mencapai USD3,2 triliun pada 2024 dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 5,2%, dan bila dihitung secara kumulatif (CAGR) akan meningkat pertumbuhan sekitar 6,2% per tahun.
ISEF Pemersatu
Dewasa ini kondisi ekonomi Islam telah memiliki pijakan dan kemajuan pesat serta kian berperan penting dalam perekonomian global. Hal ini utamanya didorong oleh semakin meningkatnya permintaan terhadap produk dan jasa halal, oleh kaum muslim global.
Kehadiran Indonesia Syariah Ekonomi Festival (ISEF) keenam di Jakarta yang diselenggarakan oleh BI didukung berbagai pihak, diisi dengan berbagai acara yang disusun dengan sangat kooperatif dan terintegrasi. Berbagai isu ekonomi Islam ditampilkan antara lain keuangan, haji dan umrah, sertifikasi, INHALIFE, serta expo dan forum bisnis, business matching, bahkan fashion show.
Pergelaran ISEF yang ke-6 ini tidak hanya melihat besarnya pergelaran, tetapi lebih terasa dengan adanya kebersamaan “sense of belonging” terhadap acara ini dari seluruh stakeholders terkait. Sebagai bagian dari acara ini, INHALIFE Conference mempunyai peran dalam menginformasikan perkembangan terbaru kondisi produk dan jasa halal global.
Harapannya tentu saja agar Indonesia menjadi negara produsen produk dan jasa halal tersebut. Kita mempunyai kesempatan itu, apalagi kita berdasarkan laporan IHLC pada 2018, konsumsi produk dan jasa halal Indonesia pada 2017 mencapai USD218 miliar, sedangkan ekspor kita terhadap negara-negara OIC baru sekitar USD7,6 miliar.
Bahan baku yang diekspor masih berupa barang-barang raw material seperti kopi, teh, ikan belum menyentuh produk-produk yang mempunyai nilai tambah tinggi. Peluang-peluang untuk meraih pertumbuhan secara signifikan masih sangat terbuka lebar, mengingat saat ini Indonesia hanya mewakili 3,3% ekonomi halal dunia dari sisi kegiatan ekspor yang mencapai USD249 miliar pada 2017.
Untuk itu, BI menyiapkan strategi 5C yakni competitiveness (daya saing), certification (sertifikasi), coordination (koordinasi), campaigning (kampanye), dan cooperation (kooperasi secara internasional). Indonesia menjadi produsen dunia produk dan jasa halal untuk negara-negara OIC, sektor-sektor apa saja yang kita mempunyai peluang? Menurut laporan GIE, Indonesia berada di urutan pertama konsumen produk makanan dan kosmetik. Mestinya ini harus kita balik bisa menjadi produsen dan pengekspor.
Dari GIE, sektor makanan ini untuk nilai global sebesar USD1.369 miliar pada 2018 dan diperkirakan naik USD1.972 miliar pada 2024. Makanan adalah kebutuhan besar setiap hari bagi umat muslim 1,8 miliar, tentu jumlah yang sangat besar bahkan sebagian besar produk olahan.
Bicara makanan bukan hanya sebagai produk utama seperti daging, ayam, telur, beras, dan gandum, melainkan juga makanan yang mempunyai mata rantai panjang, yang terkait dengan halal food dari hulu sampai hilir terdapat di dalamnya kemasan, transportasi, dan bahkan brand. Sebagian besar hulu saja dari produk hasil pertanian (perkebunan dan peternakan) yang mempunyai nilai dimensi halalan thayiban dan nilai ekonomi yang tinggi.
Belum lagi produk makanan olahan halal seperti cokelat, yoghurt, makanan ringan/kudapan. Pemasok produk-produk tersebut masih didominasi oleh Nestle, Unilever, Carrefour, dan sebagainya. Mereka bisa eksis karena memiliki sistem produksi yang sudah sangat maju dari proses pengemasan hingga distribusinya yang baik dikenal dengan berbasis sistem “supply chain dan value chain”.
Industri produk dan layanannya juga harus dilengkapi dengan halal logistics dan halal port. Karena sektor makanan merupakan yang terbesar, ke depannya kita memerlukan ekosistem halal yang terintegrasi, mulai bahan baku sampai pabrik, halal park hingga transportasi dan hub atau port-nya.
Selain itu, yang juga harus didukung adalah masalah sertifikasi dan insentif lain seperti kebijakan fiskal bagi pelaku industri halal. Dengan besarnya peluang pasar industri halal ini, sudah saatnya dapat memicu pebisnis Indonesia untuk memperluas usaha dalam sektor-sektor halal industri.
Daya dukung tersebut tidak hanya berupa peluang bisnis yang besar, tetapi juga besarnya sumber daya alam Indonesia dan luas lahan yang potensial untuk investasi di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Potensi itu sangat penting untuk menyuplai kebutuhan dasar umat muslim akan produk dan jasa halal seperti industri makanan, kosmetik, farmasi, wisata.
Peran Wakil Presiden
Problem klasik yang kita alami adalah sulitnya berkoordinasi, bersinergi, berkolaborasi, dan berjamaah. Untuk itu tentu diperlukan lembaga yang kuat sebagai dapur untuk berkoordinasi serta dalam proses penyiapan keputusan. Tentu yang lebih penting lagi adalah dibutuhkannya pemimpin yang mempunyai leadership yang kuat dan amanah.
Berdasarkan Perpres No 91/2016 dibentuk KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah) dimaksudkan sebagai lembaga koordinasi, yang mestinya mampu menembus mata rantai birokrasi, ego sektoral, dan kelambanan dalam pengambilan keputusan antarsektor. Oleh karena itu, KNKS dipimpin oleh presiden dan wakil presiden, serta sekretaris jenderalnya adalah menteri PPN/Bappenas, untuk memperlancar kegiatan KNKS juga didukung oleh seorang direktur eksekutif dan beberapa direktur dengan dukungan dana APBN.
Lembaga ini relatif masih baru dan sudah mulai melakukan aktivitasnya yang lebih bersifat konseptual. Keanggotaan dewan pembina KNKS lebih berpusat pada sektor keuangan syariah sehingga belum mencakup sektor ekonomi seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian.
Pada waktu pembukaan ISEF 2019, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menyatakan bahwa akan merevisi Perpres No 91/2016 tentang KNKS. Revisi tersebut akan memperluas melengkapi perangkat otoritasnya menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. KNKS tetap diketuai oleh Presiden Republik Indonesia, sedangkan Wakil Presiden diusulkan sebagai ketua harian.
Kehadiran Wakil Presiden sebagai ketua harian akan memberikan optimisme. Itu tentu tidak meragukan. Pasalnya, Wapres KH Ma’ruf Amin selama ini yang berhasil menumbuhkembangkan ekonomi syariah di Indonesia. Beberapa catatan yang bisa kita lihat dari peran KH Ma’ruf Amin adalah di Majelis Ulama Indonesia, Dewan Syariah Indonesia, Lembaga Sertifikasi, Wisata Syariah.
Di sektor perbankan syariah, KH Ma’ruf Amin juga merupakan sosok yang turut membidani lahirnya Bank Muamalat. Dari aspek kepemimpinan, KH Ma’ruf Amin juga pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), rais aam Nahdlatul Ulama (NU), serta menjadi bagian dari organisasi Masyarakat Ekonomi Syariah dan Ikatan Ahli Ekonomi Syariah. Dengan sederet jabatan tersebut, tentu akan sangat mendukung KH Ma’ruf Amin untuk menjadi ketua harian KNKS.
Kita berharap di bawah kepemimpinan Wapres Ma’ruf Amin akan tercipta segera Indonesia Integrated Halal Ecosystem, yang dimulai dari produk (makanan dan minuman, kosmetik, farmasi, dan fashion), jasa (halal logistik, bank syariah, layanan kesehatan, dan pariwisata), media recreation, infrastruktur, serta didukung oleh sumber daya manusia dan literasi.
Untuk itu diperlukan juga dukungan kebijakan pemerintah yang terintegrasi dalam bentuk kemudahan dalam berinvestasi, berproduksi, ekspor produk dan jasa, serta kebijakan dalam peningkatan sumber daya manusia. Dengan demikian, sebagaimana harapan kita bersama dan digambarkan dalam laporan GIE 2019-2020, Indonesia ke depan mempunyai peluang menjadi pusat ekonomi Islam terbesar di dunia. Insya Allah.
Chairman of Indonesia Halal Lifestyle Center
Alhamdulillah, Kamis (14/11) lalu pada pembukaan INHALIFE Conference 2019 dalam rangkaian acara ISEF (Indonesia Syariah Ekonomi Festival) 2019, Dinar Standard dan Dubai Islamic Economy Development Center (DIEDC), merilis State of The Global Economy Report 2019/2020. Ini adalah laporan ketujuh yang menjadi referensi utama ekonomi Islam global.
Laporan ini diluncurkan langsung oleh Abdullah AL Awar, CEO DIEDC dan Rafi-uddin Shikoh dari Dinar Standard. Pada kesempatan itu, turut hadir Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Executive Director KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah), Chairman IHLC (Indonesia Halal Lifestyle Center), serta Taleb Rifai––secretary general UNWTO 2008-2017.
Global Islamic Economy Report juga diluncurkan di beberapa kota lain yakni Madrid, New York, Dubai, dan Kuala Lumpur. Ringkasan laporan ini juga diluncurkan oleh IHLC dalam bahasa Indonesia. Indonesia tidak saja mendapatkan kehormatan menjadi tempat diluncurkannya laporan oleh CEO DIEDC dan Dinar Standard. Lebih dari itu, dalam laporan tersebut Indonesia naik peringkat dari peringkat 10 menjadi peringkat ke-5, setelah Malaysia, UEA, Bahrain, dan Arab Saudi.
Ini merupakan lompatan yang sangat berarti dalam pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Dalam laporan itu diketahui sektor apa saja yang berpeluang besar di Tanah Air. Mulai sektor modest fashion yang di peringkat ke-3, sektor islamic finance peringkat ke-5, dan muslim friendly travel peringkat ke-4.
Adapun sektor lainnya seperti makanan, media recreation, farmasi, dan kosmetik kita belum cukup dalam pasar global. Beberapa hal yang dilakukan oleh Indonesia sehingga dapat menaikkan peringkat pada laporan Global Islamic Economy (GIE) antara lain digenjotnya pembangunan infrastruktur di pusat dan berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, perluasan fasilitas wisata ramah muslim di berbagai destinasi serta diluncurkannya The Council of Modest Fashion untuk mempromosikan produk fashion yang inklusif, berkelanjutan sehingga mendukung tumbuhnya desainer-desainer modest fashion yang baru.
Oleh karena itu, seperti diutarakan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pidato pembukaan INHALIFE, Indonesia harus menjadi produsen produk halal dibandingkan menjadi konsumen. Peluang itu sebenarnya cukup besar apalagi jika kita melihat peluang bisnis halal industri global yang meningkat dengan pesat.
Dari laporan Global Islamic Economy 2019/2020, pengeluaran muslim global pada 2018 sebesar USD2,2 triliun diperkirakan mencapai USD3,2 triliun pada 2024 dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 5,2%, dan bila dihitung secara kumulatif (CAGR) akan meningkat pertumbuhan sekitar 6,2% per tahun.
ISEF Pemersatu
Dewasa ini kondisi ekonomi Islam telah memiliki pijakan dan kemajuan pesat serta kian berperan penting dalam perekonomian global. Hal ini utamanya didorong oleh semakin meningkatnya permintaan terhadap produk dan jasa halal, oleh kaum muslim global.
Kehadiran Indonesia Syariah Ekonomi Festival (ISEF) keenam di Jakarta yang diselenggarakan oleh BI didukung berbagai pihak, diisi dengan berbagai acara yang disusun dengan sangat kooperatif dan terintegrasi. Berbagai isu ekonomi Islam ditampilkan antara lain keuangan, haji dan umrah, sertifikasi, INHALIFE, serta expo dan forum bisnis, business matching, bahkan fashion show.
Pergelaran ISEF yang ke-6 ini tidak hanya melihat besarnya pergelaran, tetapi lebih terasa dengan adanya kebersamaan “sense of belonging” terhadap acara ini dari seluruh stakeholders terkait. Sebagai bagian dari acara ini, INHALIFE Conference mempunyai peran dalam menginformasikan perkembangan terbaru kondisi produk dan jasa halal global.
Harapannya tentu saja agar Indonesia menjadi negara produsen produk dan jasa halal tersebut. Kita mempunyai kesempatan itu, apalagi kita berdasarkan laporan IHLC pada 2018, konsumsi produk dan jasa halal Indonesia pada 2017 mencapai USD218 miliar, sedangkan ekspor kita terhadap negara-negara OIC baru sekitar USD7,6 miliar.
Bahan baku yang diekspor masih berupa barang-barang raw material seperti kopi, teh, ikan belum menyentuh produk-produk yang mempunyai nilai tambah tinggi. Peluang-peluang untuk meraih pertumbuhan secara signifikan masih sangat terbuka lebar, mengingat saat ini Indonesia hanya mewakili 3,3% ekonomi halal dunia dari sisi kegiatan ekspor yang mencapai USD249 miliar pada 2017.
Untuk itu, BI menyiapkan strategi 5C yakni competitiveness (daya saing), certification (sertifikasi), coordination (koordinasi), campaigning (kampanye), dan cooperation (kooperasi secara internasional). Indonesia menjadi produsen dunia produk dan jasa halal untuk negara-negara OIC, sektor-sektor apa saja yang kita mempunyai peluang? Menurut laporan GIE, Indonesia berada di urutan pertama konsumen produk makanan dan kosmetik. Mestinya ini harus kita balik bisa menjadi produsen dan pengekspor.
Dari GIE, sektor makanan ini untuk nilai global sebesar USD1.369 miliar pada 2018 dan diperkirakan naik USD1.972 miliar pada 2024. Makanan adalah kebutuhan besar setiap hari bagi umat muslim 1,8 miliar, tentu jumlah yang sangat besar bahkan sebagian besar produk olahan.
Bicara makanan bukan hanya sebagai produk utama seperti daging, ayam, telur, beras, dan gandum, melainkan juga makanan yang mempunyai mata rantai panjang, yang terkait dengan halal food dari hulu sampai hilir terdapat di dalamnya kemasan, transportasi, dan bahkan brand. Sebagian besar hulu saja dari produk hasil pertanian (perkebunan dan peternakan) yang mempunyai nilai dimensi halalan thayiban dan nilai ekonomi yang tinggi.
Belum lagi produk makanan olahan halal seperti cokelat, yoghurt, makanan ringan/kudapan. Pemasok produk-produk tersebut masih didominasi oleh Nestle, Unilever, Carrefour, dan sebagainya. Mereka bisa eksis karena memiliki sistem produksi yang sudah sangat maju dari proses pengemasan hingga distribusinya yang baik dikenal dengan berbasis sistem “supply chain dan value chain”.
Industri produk dan layanannya juga harus dilengkapi dengan halal logistics dan halal port. Karena sektor makanan merupakan yang terbesar, ke depannya kita memerlukan ekosistem halal yang terintegrasi, mulai bahan baku sampai pabrik, halal park hingga transportasi dan hub atau port-nya.
Selain itu, yang juga harus didukung adalah masalah sertifikasi dan insentif lain seperti kebijakan fiskal bagi pelaku industri halal. Dengan besarnya peluang pasar industri halal ini, sudah saatnya dapat memicu pebisnis Indonesia untuk memperluas usaha dalam sektor-sektor halal industri.
Daya dukung tersebut tidak hanya berupa peluang bisnis yang besar, tetapi juga besarnya sumber daya alam Indonesia dan luas lahan yang potensial untuk investasi di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Potensi itu sangat penting untuk menyuplai kebutuhan dasar umat muslim akan produk dan jasa halal seperti industri makanan, kosmetik, farmasi, wisata.
Peran Wakil Presiden
Problem klasik yang kita alami adalah sulitnya berkoordinasi, bersinergi, berkolaborasi, dan berjamaah. Untuk itu tentu diperlukan lembaga yang kuat sebagai dapur untuk berkoordinasi serta dalam proses penyiapan keputusan. Tentu yang lebih penting lagi adalah dibutuhkannya pemimpin yang mempunyai leadership yang kuat dan amanah.
Berdasarkan Perpres No 91/2016 dibentuk KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah) dimaksudkan sebagai lembaga koordinasi, yang mestinya mampu menembus mata rantai birokrasi, ego sektoral, dan kelambanan dalam pengambilan keputusan antarsektor. Oleh karena itu, KNKS dipimpin oleh presiden dan wakil presiden, serta sekretaris jenderalnya adalah menteri PPN/Bappenas, untuk memperlancar kegiatan KNKS juga didukung oleh seorang direktur eksekutif dan beberapa direktur dengan dukungan dana APBN.
Lembaga ini relatif masih baru dan sudah mulai melakukan aktivitasnya yang lebih bersifat konseptual. Keanggotaan dewan pembina KNKS lebih berpusat pada sektor keuangan syariah sehingga belum mencakup sektor ekonomi seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian.
Pada waktu pembukaan ISEF 2019, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menyatakan bahwa akan merevisi Perpres No 91/2016 tentang KNKS. Revisi tersebut akan memperluas melengkapi perangkat otoritasnya menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. KNKS tetap diketuai oleh Presiden Republik Indonesia, sedangkan Wakil Presiden diusulkan sebagai ketua harian.
Kehadiran Wakil Presiden sebagai ketua harian akan memberikan optimisme. Itu tentu tidak meragukan. Pasalnya, Wapres KH Ma’ruf Amin selama ini yang berhasil menumbuhkembangkan ekonomi syariah di Indonesia. Beberapa catatan yang bisa kita lihat dari peran KH Ma’ruf Amin adalah di Majelis Ulama Indonesia, Dewan Syariah Indonesia, Lembaga Sertifikasi, Wisata Syariah.
Di sektor perbankan syariah, KH Ma’ruf Amin juga merupakan sosok yang turut membidani lahirnya Bank Muamalat. Dari aspek kepemimpinan, KH Ma’ruf Amin juga pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), rais aam Nahdlatul Ulama (NU), serta menjadi bagian dari organisasi Masyarakat Ekonomi Syariah dan Ikatan Ahli Ekonomi Syariah. Dengan sederet jabatan tersebut, tentu akan sangat mendukung KH Ma’ruf Amin untuk menjadi ketua harian KNKS.
Kita berharap di bawah kepemimpinan Wapres Ma’ruf Amin akan tercipta segera Indonesia Integrated Halal Ecosystem, yang dimulai dari produk (makanan dan minuman, kosmetik, farmasi, dan fashion), jasa (halal logistik, bank syariah, layanan kesehatan, dan pariwisata), media recreation, infrastruktur, serta didukung oleh sumber daya manusia dan literasi.
Untuk itu diperlukan juga dukungan kebijakan pemerintah yang terintegrasi dalam bentuk kemudahan dalam berinvestasi, berproduksi, ekspor produk dan jasa, serta kebijakan dalam peningkatan sumber daya manusia. Dengan demikian, sebagaimana harapan kita bersama dan digambarkan dalam laporan GIE 2019-2020, Indonesia ke depan mempunyai peluang menjadi pusat ekonomi Islam terbesar di dunia. Insya Allah.
(don)