DPR: Pembentukan KKR Jangan Berpatok pada Satu Negara

Minggu, 17 November 2019 - 14:40 WIB
DPR: Pembentukan KKR Jangan Berpatok pada Satu Negara
DPR: Pembentukan KKR Jangan Berpatok pada Satu Negara
A A A
JAKARTA - Sejumlah anggota DPR menyambut positif rencana Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) guna menuntaskan persoalan HAM masa lalu.

Namun, model KKR yang digunakan sebaiknya tidak berpatok pada satu negara saja. “Kita tidak mesti terpaku pada satu model saja, saya kebetulan menulis soal KKR, ada beberapa model yang bisa digunakan. Kita selama ini berpatokan pada model Afrika Selatan. Sementara, ada model lain yang ada, Amerika Tengah atau Amerika Selatan,” kata anggota Komisi III DPR Taufik Basari saat dihubungi di Jakarta, Minggu (17/11/2019).

Menurut Taufik, salah satu model yang paling cocok dengan Indonesia adalah model Komisi Klarifikasi Historis (Comisión para el Esclarecimiento Histórico) yang ada di Guatemala.

Di Guatemala, mereka mendahului dengan mengungkap kebenaran dengan memberikan legitimasi atas catatan sejarah yang diakui negara terhadap kejahatan di masa lalu. Pengungkapan kebenaran itu disusun seperti apa kejadiannya lalu disahkan sebagai sejarah bangsa dan bangsa mengakui itu masa kelam yang tidak boleh terjadi lagi di masa depan.

“Dalam proses itu diidentifikasi siapa saja korbannya, dan negara lakukan kewajiban terhadap korban untuk rehabilitasi, restitusi, kompensasi termasuk dibuatkan monumen untuk diingat kejadian masa lalu. Bisa dicontoh untuk awal KKR ini,” usulnya.

Ketua DPP Partai Nasdem ini menjelaskan dulu sempat membentuk Undang-Undang KKR tetapi, oleh beberapa kalangan justru ingin membuat UU KKR yang nuansanya pemutihan. Sehingga, proses pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi itu seolah-olah dibuat antara korban dengan pelaku dihadapkan untuk saling minta maaf hingga semuanya dianggap selesai.

“Mestinya nggak begitu, negara harus hadir dalam posisi tidak dihadapkan korban-pelaku yang mungkin ada ketimpangan posisi. Itu yang kita gugat ke MK (Mahkamah Konstitusi) saat itu dan dikabulkan tapi melebihi dari permohonan pemohon yaitu membatalkan semua UU KKR,” kata Taufik.

Dengan demikian, pria yang akrab disapa Tobas ini berpandangan bahwa UU KKR yang akan dibentuk nantinya bisa merujuk pada putusan MK untuk pertimbangannya. Karena di dalamnya, ada pengakuan terhadap prinsip-prinsip hukum HAM internasional dan bisa memperlajari praktik terbaik komisi kebenaran yang ada di dunia yakni Afrika Selatan, Sirialion, Guatemala, Chile, Yugoslavia dan Timor Leste. Karena PBB sudah membuat satu dokumen yang isinya pelajaran-pelajaran terbaik tentang apa yang bisa diambil dan bisa disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.

“Kita jangan berpatokan pada satu model. Udah ada hasil penelitian PBB yang menghimpun praktik-praktik terbaik, kita bisa mengadopsi ataupun mengambil yang cocok dilakukan di Indonesia,” tandasnya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5572 seconds (0.1#10.140)