Perlunya Analisis Dampak Merdeka Belajar
loading...
A
A
A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan
Berbagai isu pendidikan telah diantisipasi sejumlah terobosan dengan label “Merdeka Belajar”. Dalam periode pemerintahan kali ini tercatat telah diluncurkan 26 Episode Merdeka Belajar oleh kementerian yang mengurusi pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi. Inti semua episode bermuara pada perwujudan sumber daya manusia unggul. Masing-masing episode memiliki target khusus sesuai dengan permasalahan yang diasumsikan pihak kementerian.
Sebagai kebijakan, yang ditunggu masyarakat adalah sejauhmana kebijakan yang diluncurkan memiliki dampak. Dampak tersebut seharusnya dapat diukur menggunakan indikator yang jelas. Dampak tidak hanya dilihat dalam bentuk berita atau testimoni, tetapi dapat dirasakan kebermanfaatannya bagi masyarakat. Apabila kebijakan dirasakan penting dan bermanfaat hanya oleh pihak pembuat kebijakan maka dapat dipastikan bahwa kebijakan tersebut belum memiliki keberpihakan kepada target kebijakan itu sendiri.
Apabila ini yang terjadi, dengan sendirinya kebijakan yang sudah ada mungkin tidak akan dilanjutkan di masa mendatang. Mungkin akan timbul keluhan dan ketidaksenangan terhadap kebijakan apalagi bila telah terjadi pergantian pembuat kebijakan. Ini berarti muncul ketidakpercayaan publik terhadap kebijakan yang sudah dibuat.
Pertanyaannya, apakah 26 episode tersebut menjadi instrumental dan sudah diarahkan kepada optimisme perubahan? Jawabannya harus dibuktikan dengan bukti (evidence) implementasi di berbagai tempat, bukan hanya di daerah-daerah tertentu saja. Bukan tidak mungkin, masih banyak daerah yang masih mengalami kesulitan untuk melakukan perubahan karena munculnya masalah internal atau keterlambatan transformasi akibat belum meyakini kebermanfaatan kebijakan bagi mereka.
Juga perlu dipastikan analisis dampak yang mengindikasikan bahwa kebijakan yang diluncurkan mampu menyederhanakan rantai birokrasi. Penyederhanaan rantai birokrasi secara sederhana dititikberatkan pada prinsip efektivitas dan efisiensi dalam proses. Apabila yang terjadi justru kebalikannya sehingga menimbulkan beban tambahan, perlu segera dilakukan pembenahan untuk meluruskan pemahaman dan penafsiran terhadap kebijakan yang ada.
Kejelasan Indikator
Dari berbagai teori kebijakan publik yang ada, disebutkan bahwa dampak sebuah kebijakan harus dapat diukur dengan berbagai indikator. Adanya indikator tersebut akan memudahkan pelaksana atau implementator untuk mengembangkan berbagai langkah konkret agar tujuan kebijakan dapat dicapai.
Episode Merdeka Belajar tampaknya sudah memberikan indikator-indikator yang cukup jelas untuk masing-masing episode. Yang perlu dicermati yaitu apakah indikator tersebut mengarah sekadar kepada tercapainya output atau diorientasikan kepada adanya perubahan perilaku atau outcomes? Harus dicermati dalam implementasinya apakah indikator tersebut cenderung kepada proses pembentukan tanpa harus peduli dengan apa dan bagaimana yang dilakukan setelah proses pembentukan.
Akan sangat disayangkan apabila pemerintah daerah sebagai target kebijakan lebih memilih sikap bahwa yang terpenting adalah membentuk unit atau tim sebagai bentuk “menggugurkan kewajiban”. Dengan prinsip ini paling tidak mereka dapat terhindar dari sanksi, ketimbang bertindak secara operasional bahwa ada tindaklanjut jelas dari pembentukan tim tersebut.
Juga menarik, indikator yang digunakan tidak hanya sekadar ditandatanganinya perjanjian atau kesepakatan kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU), melainkan fokus pada tindaklanjut operasional. Kebiasaan selama ini mengejar pencapaian jumlah MoU sehingga banyak dokumen cenderung sebagai pajangan. Pola pikir yang dianut adalah semakin banyak dokumen kesepakatan menunjukkan kemampuan bermitra.
Seperti halnya Merdeka Belajar episode ke-8 tentang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai Pusat Keunggulan (SMK-PK), keberadaan MoU bukan menjadi target kebijakan. Yang lebih utama adalah keselarasan antara SMK-PK dengan mitranya. Keselarasan tersebut mencakup penyusunan kurikulum secara bersama, pembelajaran berbasis project riil dari dunia kerja, jumlah dan peran guru/instruktur dari industri dan ahli dari dunia kerja, praktik kerja lapangan/industri (minimal 1 bulan), adanya sertifikasi kompetensi, dilakukannya update teknologi dan pelatihan bagi guru/instruktur, dilaksanakan riset terapan mendukung teaching factory, dan adanya komitmen serapan.
Contoh lain yaitu Merdeka Belajar Episode ke-10 tentang perluasan program beasiswa lembaga pengelola dana pendidikan (LPDP). Penerima manfaat beasiswa dapat menjalankan pendidikan bergelar S1, S2, S3, dan program non-gelar yang berkualitas tinggi berdasarkan kriteria yang ketat. Sebelumnya, beasiswa hanya diberikan untuk mahasiswa program S2 dan S3.
Indikator lain yaitu dengan merancang ulang proses seleksi. Indikator sebelumnya yaitu calon penerima beasiswa harus melalui seleksi yang berlapis (termasuk wawancara). Perubahan yang dilakukan adalah bagi pendaftar dengan LoA (Letter of Acceptance) yang sudah diterima di kampus tujuan akan dipermudah prosesnya, sedangkan yang belum punya akan dibantu proses pendaftarannya.
Untuk universitas tujuan telah dilakukan perubahan dengan mengedapankan kualitas. Indikator nya adalah daftar universitas tujuan dibuat secara sistematis. Pertama, agregasi dari 3 peringkat terbaik dunia (QS, Times Higher, ARWU/Shanghai Ranking). Kedua, universitas terbaik (top 5-10) di negara terpilih. Ketiga, program studi terbaik per topik (by subject)
Analisis dampak terhadap masing-masing episode seyogianya dilakukan dalam sisa waktu yang ada. Analisis ini harus dijadikan sebagai konsumsi publik dan bukan konsumsi internal. Ini untuk memastikan agar terobosan yang dilakukan tidak diubah lagi pada periode mendatang. Analisis ini sebagai referensi dan fondasi apabila kepemimpinan berikutnya berkeinginab melakukan perubahan.
Analisis dampak ini harus secara terbuka dan gamblang mengungkapkan kekuatan dan kelemahan proses implementasi selama ini. Kelemahan atau kendala yang dihadapi tidak perlu ditutup-tutupi karena akan menjadi pembelajaran di masa depan untuk tidak mengulangi hal yang sama lagi.
Analisis dampak seyogianya dapat mengungkapkan faktor-faktor penyebab secara obyektif dan transparan dengan tidak menyalahkan berbagai pemangku kepentingan yang terlibat. Ini sekaligus untuk memastikan bahwa Merdeka Belajar merupakan komitmen bersama berbagai pemangku kepentingan terkait politik anggaran dan politik kepentingan dan kebutuhan bersama, bukan hanya kepentingan salah satu pihak.
Analis dampak ini nantinya akan dapat menjadi dokumen tertulis dan bersejarah untuk menghindari kesan dan persepsi yang selama ini berkembang dalam masyarakat yaitu “ganti menteri ganti kebijakan”.
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan
Berbagai isu pendidikan telah diantisipasi sejumlah terobosan dengan label “Merdeka Belajar”. Dalam periode pemerintahan kali ini tercatat telah diluncurkan 26 Episode Merdeka Belajar oleh kementerian yang mengurusi pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi. Inti semua episode bermuara pada perwujudan sumber daya manusia unggul. Masing-masing episode memiliki target khusus sesuai dengan permasalahan yang diasumsikan pihak kementerian.
Sebagai kebijakan, yang ditunggu masyarakat adalah sejauhmana kebijakan yang diluncurkan memiliki dampak. Dampak tersebut seharusnya dapat diukur menggunakan indikator yang jelas. Dampak tidak hanya dilihat dalam bentuk berita atau testimoni, tetapi dapat dirasakan kebermanfaatannya bagi masyarakat. Apabila kebijakan dirasakan penting dan bermanfaat hanya oleh pihak pembuat kebijakan maka dapat dipastikan bahwa kebijakan tersebut belum memiliki keberpihakan kepada target kebijakan itu sendiri.
Apabila ini yang terjadi, dengan sendirinya kebijakan yang sudah ada mungkin tidak akan dilanjutkan di masa mendatang. Mungkin akan timbul keluhan dan ketidaksenangan terhadap kebijakan apalagi bila telah terjadi pergantian pembuat kebijakan. Ini berarti muncul ketidakpercayaan publik terhadap kebijakan yang sudah dibuat.
Pertanyaannya, apakah 26 episode tersebut menjadi instrumental dan sudah diarahkan kepada optimisme perubahan? Jawabannya harus dibuktikan dengan bukti (evidence) implementasi di berbagai tempat, bukan hanya di daerah-daerah tertentu saja. Bukan tidak mungkin, masih banyak daerah yang masih mengalami kesulitan untuk melakukan perubahan karena munculnya masalah internal atau keterlambatan transformasi akibat belum meyakini kebermanfaatan kebijakan bagi mereka.
Juga perlu dipastikan analisis dampak yang mengindikasikan bahwa kebijakan yang diluncurkan mampu menyederhanakan rantai birokrasi. Penyederhanaan rantai birokrasi secara sederhana dititikberatkan pada prinsip efektivitas dan efisiensi dalam proses. Apabila yang terjadi justru kebalikannya sehingga menimbulkan beban tambahan, perlu segera dilakukan pembenahan untuk meluruskan pemahaman dan penafsiran terhadap kebijakan yang ada.
Kejelasan Indikator
Dari berbagai teori kebijakan publik yang ada, disebutkan bahwa dampak sebuah kebijakan harus dapat diukur dengan berbagai indikator. Adanya indikator tersebut akan memudahkan pelaksana atau implementator untuk mengembangkan berbagai langkah konkret agar tujuan kebijakan dapat dicapai.
Episode Merdeka Belajar tampaknya sudah memberikan indikator-indikator yang cukup jelas untuk masing-masing episode. Yang perlu dicermati yaitu apakah indikator tersebut mengarah sekadar kepada tercapainya output atau diorientasikan kepada adanya perubahan perilaku atau outcomes? Harus dicermati dalam implementasinya apakah indikator tersebut cenderung kepada proses pembentukan tanpa harus peduli dengan apa dan bagaimana yang dilakukan setelah proses pembentukan.
Akan sangat disayangkan apabila pemerintah daerah sebagai target kebijakan lebih memilih sikap bahwa yang terpenting adalah membentuk unit atau tim sebagai bentuk “menggugurkan kewajiban”. Dengan prinsip ini paling tidak mereka dapat terhindar dari sanksi, ketimbang bertindak secara operasional bahwa ada tindaklanjut jelas dari pembentukan tim tersebut.
Juga menarik, indikator yang digunakan tidak hanya sekadar ditandatanganinya perjanjian atau kesepakatan kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU), melainkan fokus pada tindaklanjut operasional. Kebiasaan selama ini mengejar pencapaian jumlah MoU sehingga banyak dokumen cenderung sebagai pajangan. Pola pikir yang dianut adalah semakin banyak dokumen kesepakatan menunjukkan kemampuan bermitra.
Seperti halnya Merdeka Belajar episode ke-8 tentang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai Pusat Keunggulan (SMK-PK), keberadaan MoU bukan menjadi target kebijakan. Yang lebih utama adalah keselarasan antara SMK-PK dengan mitranya. Keselarasan tersebut mencakup penyusunan kurikulum secara bersama, pembelajaran berbasis project riil dari dunia kerja, jumlah dan peran guru/instruktur dari industri dan ahli dari dunia kerja, praktik kerja lapangan/industri (minimal 1 bulan), adanya sertifikasi kompetensi, dilakukannya update teknologi dan pelatihan bagi guru/instruktur, dilaksanakan riset terapan mendukung teaching factory, dan adanya komitmen serapan.
Contoh lain yaitu Merdeka Belajar Episode ke-10 tentang perluasan program beasiswa lembaga pengelola dana pendidikan (LPDP). Penerima manfaat beasiswa dapat menjalankan pendidikan bergelar S1, S2, S3, dan program non-gelar yang berkualitas tinggi berdasarkan kriteria yang ketat. Sebelumnya, beasiswa hanya diberikan untuk mahasiswa program S2 dan S3.
Indikator lain yaitu dengan merancang ulang proses seleksi. Indikator sebelumnya yaitu calon penerima beasiswa harus melalui seleksi yang berlapis (termasuk wawancara). Perubahan yang dilakukan adalah bagi pendaftar dengan LoA (Letter of Acceptance) yang sudah diterima di kampus tujuan akan dipermudah prosesnya, sedangkan yang belum punya akan dibantu proses pendaftarannya.
Untuk universitas tujuan telah dilakukan perubahan dengan mengedapankan kualitas. Indikator nya adalah daftar universitas tujuan dibuat secara sistematis. Pertama, agregasi dari 3 peringkat terbaik dunia (QS, Times Higher, ARWU/Shanghai Ranking). Kedua, universitas terbaik (top 5-10) di negara terpilih. Ketiga, program studi terbaik per topik (by subject)
Perlunya Analisis Dampak
Terobosan pembenahan pendidikan selama lima tahun terakhir melalui episode Merdeka Belajar seharusnya disikapi sebagai momentum kebangkitan reformasi pendidikan di Indonesia. Harapannya episode Merdeka Belajar berdampak mengangkat harga diri pendidikan Indonesia yang selama ini dianggap terpuruk dan selalu tertinggal dibandingkan negara lain di dunia.Analisis dampak terhadap masing-masing episode seyogianya dilakukan dalam sisa waktu yang ada. Analisis ini harus dijadikan sebagai konsumsi publik dan bukan konsumsi internal. Ini untuk memastikan agar terobosan yang dilakukan tidak diubah lagi pada periode mendatang. Analisis ini sebagai referensi dan fondasi apabila kepemimpinan berikutnya berkeinginab melakukan perubahan.
Analisis dampak ini harus secara terbuka dan gamblang mengungkapkan kekuatan dan kelemahan proses implementasi selama ini. Kelemahan atau kendala yang dihadapi tidak perlu ditutup-tutupi karena akan menjadi pembelajaran di masa depan untuk tidak mengulangi hal yang sama lagi.
Analisis dampak seyogianya dapat mengungkapkan faktor-faktor penyebab secara obyektif dan transparan dengan tidak menyalahkan berbagai pemangku kepentingan yang terlibat. Ini sekaligus untuk memastikan bahwa Merdeka Belajar merupakan komitmen bersama berbagai pemangku kepentingan terkait politik anggaran dan politik kepentingan dan kebutuhan bersama, bukan hanya kepentingan salah satu pihak.
Analis dampak ini nantinya akan dapat menjadi dokumen tertulis dan bersejarah untuk menghindari kesan dan persepsi yang selama ini berkembang dalam masyarakat yaitu “ganti menteri ganti kebijakan”.
(wur)