Menjawab Keraguan Kinerja Satgas Impor

Kamis, 29 Agustus 2024 - 14:25 WIB
loading...
Menjawab Keraguan Kinerja...
Abdul Hofir, pegawai Kemenkeu RI. Foto/Istimewa
A A A
Abdul Hofir
Pegawai Kemenkeu RI

SATU bulan lebih Satgas Impor Ilegal dibentuk. Lengkapnya, nama satgas tersebut adalah Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor. Dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan RI Nomor 932 Tahun 2024.

Satgas beranggotakan 11 Kementerian dan Lembaga (K/L), yaitu Kementerian Perdagangan, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kemenkumham, BIN (Badan Intelijen Nasional), BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), Bakamla (Badan Keamanan Laut), TNI Angkatan Laut, dan dinas provinsi kabupaten/kota yang membidangi perdagangan.

Tugas satgas adalah melakukan inventarisasi permasalahan pengawasan barang tertentu yang diberlakukan tata niaga impor, penetapan sasaran program dan prosedur kerja, melakukan pemeriksaan perizinan berusaha atau persyaratan barang tertentu yang diberlakukan tata niaga impornya, termasuk Standar Nasional Indonesia atau SNI dan pajak.



Dari sekian banyak hal yang harus dilakukan, fokus satgas adalah pengawasan atau pengendalian terhadap tujuh komoditas yang mendapatkan relaksasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor antara lain tekstil dan produk tekstil (TPT). Ketujuh komoditas tersebut antara lain pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, alas kaki, dan barang tekstil jadi lainnya.

Kita tentu ingat kejadian penumpukan 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak pada pertengahan Mei 2024. Kontainer yang didominasi oleh komoditas besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan komoditas lainnya tersebut belum dapat diajukan dokumen impornya karena belum mendapatkan persetujuan impor (PI) atau pertimbangan teknis (Pertek) dari kementerian terkait.

Seusai dibentuk, satgas segera bergerak. Penindakan terhadap produk impor ilegal dilakukan. Pada Selasa, 6 Agustus 2024, sebanyak 20.000 rol kain gulungan dengan nilai Rp46,19 miliar diamankan. Produk tersebut diduga tidak dilengkapi dokumen perizinan impor seperti Persetujuan Impor (PI), Laporan Surveyor (LS), Kewajiban Registrasi Barang Keamanan, Kesehatan, Keselamatan dan Lingkungan Hidup (K3L), serta dokumen lainnya terkait asal barang.

Bareskrim Polri juga melakukan penindakan terhadap pakaian bekas sebanyak 1.883 bal. Demikian juga Ditjen Bea Cukai melalui Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tanjung Priok dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Cikarang yang masing-masing mengamankan 3.044 balpress pakaian bekas serta 695 produk jadi (karpet, handuk, perlak), 332 pak tekstil (nilon, poliester, sintetis, kulitdll), 43 buah kosmetik, 371 alas kaki, 6.578 buah elektronik (laptop, telepon seluler, mesin fotokopi), dan 5.896 buah garmen (berbagai jenis pakaian jadi dan aksesori).

Impor Ilegal

Masuknya barang-barang impor ilegal alias selundupan mengancam ketahanan industri dalam negeri. Selain tidak memenuhi standar yang disyaratkan (Standar Nasional Indonesia—SNI), produk ilegal ini juga dijual dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan produk dalam negeri karena tidak membayar pajak dan bea.

Peredaran produk impor ilegal akan mengganggu pasar dalam negeri, merugikan keuangan negara, dan melemahkan daya saing produk sejenis buatan dalam negeri. Imbasnya, banyak pabrik (utamanya tekstil) yang terpaksa tutup dan pekerja yang terkena PHK.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1662 seconds (0.1#10.140)